Kamis, 27 Desember 2012

Karakteristik Memilih Pemimpin


Setiap daerah di Indonesia memiliki karakter yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dilihat dari nilai sejarah, ekonomi, sosial, budaya, dan kultur politik. Dalam memilih pemimpin misalnya, fanatik masyarakat  turut mempengaruhi produk pemimpin yang dihasilkan. Dalam dunia modern memilih pemimpin selalu mengedepankan aspek rasional, yang bisa dinilai dari pendidikan, rekam jejak karir, kemampuan berkomunikasi dengan rakyat, jujur, cerdas, bisa dipercaya.

Fenomena SBY menjadi Presiden RI menjadi catatan yang tidak terlupakan. Ketika sosok tinggi tegap, ganteng, bahasanya halus dan sikapnya sopan menjadi pilihan yang tiada duanya pada waktu itu. Aspek indera meliputi telinga untuk mendengar, mata untuk melihat, hidung untuk mencium dan kulit untuk meraba Aspek rasa indera adalah aspek yang menjadi pertimbangan masyarakat memilih SBY pada waktu itu. Walaupun sebenarnya dari sisi kapabilitas, SBY merupakan orang yang mampu untuk menjadi seorang presiden. Tapi, dari banyak survey yang dilakukan, SBY dipilih masyarakat bukan dari sisi kapabilitanya melainkan dari sisi indera manusia, yaitu sosok yang memiliki karakter ganteng, tegas, tinggi, wibawa dsb.

Fenomena Jokowi menjadi pemimpin Jakarta merupakan fenomena yang lain dari peristiwa yang umum terjadi pada masanya. Sosok tinggi, kurus, ngomongnya di TV tidak begitu lancar, logat jawanya kental menjadi pilihan warga Jakarta untuk dijadikan pemimpin. Masyarakat mulai melupakan aspek indera ketika permasalahan yang terjadi tidak kunjung selesai. Jakarta membutuhkan sosok baru yang mampu bekerja keras, rendah hati, jujur, iklas, melindungi rakyat kecil dan mau mendengarkan rakyat. Jokowi merupakan fenomena baru di Negara RI ini, tentang bagaimana masyarakat menginginkan sosol seorang pemimpin.

Politik Indonesia yang katanya berubah sejak masa reformasi, tetapi dalam kenyataannya sering kita temui cita rasa politik kerajaan masih kental dalam dunia perpolitikan di Indonesia dewasa ini. Undang-undang membatasi kepala daerah memimpin hanya dua periode. Dal hal tersebut sudah bisa kita lihat hasilnya sekarang. Tetapi pertanyaannya apakah memang benar hanya dua periode.??

Keanekaragaman daerah di Indonesia melahirkan keanekaragaman masyarakat dalam memilih pemimpin mereka. Misalnya saja, disejumlah daerah masih ditemui politik dinasti. Politik dinasti tersebut merupakan perputaran kepemimpinan namun hanya dari kalangan keluarga. Hal inilah yang menjawab dari pertanyaan diatas. Dimana secara defakto sudah tidak menjadi pemimpin, tetapi secara de jure masih bisa memengaruhi pemimpin penggantinya. Walaupun tidak ada yang salah, tetapi politik dinasti menghalangi kesempatan orang lain yang memiliki kecakapan untuk tidak memimpin. Di Indonesia politik dinasti bisa dilihat pada tabel berikut ini.

Daerah
Nama Pemimpin
Jabatan
Status
Bangkalan, Jatim (2012)
Makmun Ibnu Fuad
Bupati Bangkalan
Anak Fuad Amin, Bupati Bangkalan lama

Mondir Roffi
Wakil Bupati Bangkalan
Adik kandung Syafik Roffi, Wakil Bupati Bangkalan sebelumnya
Kabupaten Tangerang, Banten (2012)
Ahmed Zaki Iskandar
Bupati Tangerang, Banten
Anak dari Ismet Iskandar, bupati lama
Tabanan, Bali (2010)
Ni Putu Eka Wirastuti
Bupati Tabanan
Menggantikan ayahnya, N Adi Wiryatama
Cilegon, Banten (2010)
Tubagus Iman Aryadi
Wali Kota Cilegon
Menggantikan ayahnya, Tubagus Aat Syafaat
Kutai Kartanegara, Kaltim (2010)
Rita Widyasari
Bupati Kutai Kartanegara
Anak Syaukani HR, mantan Bupati Kutai Kartanegara
Indramady (2010)
Ana Sophanah
Bupati Indramayu
Istri dari mantan Bupati Indramayu lama, Irianto MS Syafiuddin
Bantul, Yogyakarta
Sri Surya Widiati
Bupati Bantul
Menggantikan suaminya, Idham Samawi
Kediri, Jatim
Haryanti Sutrisno
Bupati Kediri
Menggantikan Sutrisno, mantan Bupati Kediri
Probolinggo, Jatim
Puput Tantriana Sari
Bupati Probolinggo
Menggantikan suaminya, Hasan Aminudin
CImahi, Jabar
Atty SUharti Masturi
Walikota Cimahi
Menggantikan Itoch Tochiya, mantan walikota lama
Sumber tabel: Harian Kompas (Desember,2012)



Rabu, 12 Desember 2012

Madu Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat


Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, untuk memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang;

Hutan adalah anugerah tuhan yang tidak terhingga. Hutan dimanfaatkan umat manusia untuk memenuhi kebutuhan agar tetap  bertahan hidup. Pemanfaatan tersebut antara lain, umat manusia yang secara keseluruhan memanfaatkan oksigen untuk bernafas, dan oksigen yang dihasilkan hutan  menjaga agar bumi tetap nyaman untuk ditempati. Sementara itu masyarakat sekitar hutan memanfaatkan hutan dengan mengambil manfaat ekonomi, baik dengan mengambil kayu maupun HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu). Salah satu HHBK yang bisa dikembangkan adalah madu.


Hutan Sumbawa tempat lebah memproduksi madu hutan



Hutan sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggung-gugat;
Pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berwawasan mendunia, harus menampung dinamika aspirasi dan peranserta masyarakat serta tata nilai masyarakat yang berdasarkan pada norma hukum nasional;
Mengingat pentingnya pengeloalaan hutan, pihak-pihak yang terkait dengan kepentingan tersebut berasal dari tingkatan individu terkecil, organisasi-organsisasi disekitar hutan, pemerintah daerah, pemerintah pusat, LSM, swasta perguruan tinggi, BUMN, dan masyarakat lainnya yang terkait. Dengan pengelolaan oleh banyak pihak, kehutanan diharapkan akan menjadi sector terdepan dalam penyelesaian masalah-masalah social dan lingkungan.

Namun sangat disayangkan, keterpaduan antar stakeholder tidak berjalan dengan baik. Ada pihak-pihak yang memiliki permasalahan dalam menjalankan program kelembagaan. Hal tersebut mengarah pada terhambatnya proses pembangunan masyarakat sekitar hutan. Akibatnya, produk yang dihasilkan masyarakat sekitar hutan dengan kualitas yang tidak maksimal. Misalnya, madu memiliki kualitas yang rendah, sehingga, pasar hanya berada disekitar tempat tinggal petani saja.

Madu hutan merupakan HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) yang banyak dihasilkan hutan  Pulau Sumbawa. Manfaat yang dihasilkan dari meminum madu, menjadikan, madu sebagai barang yang banyak dicari orang. Seringkali, petani kewalahan untuk memenuhi permintaan masyarakat yang terus bertambah akan madu. Bahkan, banyak pesanan yang tidak bisa dipenuhi karena kurangnya pasokan. Agar petani memiliki daya tawar yang tinggi dalam pengusahaan madu, madu yang diproduksi petani perlu untuk ditingkatkan kualitasnya. Peran pihak terkait sangat diperlukan untuk mendongkrak kualitas madu.

Peran serta masyarakat dalam membangun hutan bisa diwujudkan dalam kegiatan sehari-hari. Misalnya, petani madu mampu menerapkan panen yang tidak merusak lingkungan, serta, ketergantungan masyarakat dari hutan mampu dipenuhi bukan hanya dari satu jenis komoditas. Tetapi dari berbagai macam jenis HHBK yang bisa dikembangkan secara maksimal.  


Proses mendapatkan madu, penggunaan alat yang bersih akan mempegaruhi kualitas madu

Makan Bersama di Lombok Namanya Begibung

     Halo, teman-teman! Kali ini saya mau berbagi pengalaman saya yang pernah mendapat undangan makan dari teman dalam rangka maulid nabi. A...

Populer, Sist/Broo