Rabu, 30 April 2014

Gua Petruk Kebumen-Jawa Tengah

Letaknya berada di Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, Jateng, Indonesia. Perjalanan dari Kota Kebumen memakan waktu sekitar satu jam perjalanan. Saya sungguh sangat kagum ketika berada didalam gua. Karena saya mendapat pemandangan yang tidak bisa saya lihat di tempat lain. Didalam gua terdapat lokasi-lokasi yang memiliki ciri khusus yang bisa dikenali dari bentuk-bentuk batuan yang berbeda-beda. Misalnya ada batuan yang berbentuk orang tua, payudara wanita, otak, usus dan lain sebagainya.

Untuk menuju kedalam gua, setelah dari tempat parkir pengunjung membeli tiket yang dijual oleh pengelola, setelan tiket sudah berada di tangan dianjurkan untuk melihat peta gua yang letaknya berasa di sisi kiri  dari tempat pembelian tiket . Dengan melihat peta akan memudahkan pengunjung untuk berkeliling kedalam gua terutama untuk pengunjung yang tidak menggunakan jasa guide. Tetapi bagi pengunjung yang  pertama kesini dianjurkan untuk menggunakan jasa guide, karena akan sangat bahaya dan dapat tersesat didalam gua terutama untuk pengunjung yang belum berpengalaman.

 Setelah kita keluar dari tempat pembelian tiket kemudian kita akan melewati ratusan anak tangga yang menanjak dan perlu kehati-hatian dari pengunjung. Agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan untuk beristirahat ketika tubuh sudah merasa lelah. Setelah sampai didalam mulut gua akan ada banyak guide yang berjejer menawarkan jasa pemandu kedalam gua. Guide diperlukan karena didalam gua terdapat cabang-cabang dan beberapa anak sungai yang bisa saja menyesatkan pengunjung. Dan perlu hati-hati   ketika sedang terjadi hutan deras. Bisa saja didalam gua terjadi banjir. Dan nikmati saja perjalanannya seolah Anda sedang mencari sesuatu didalam gua.

Ketika itu Saya menggunakan jasa seorang guide yang masih muda sekitar 20  Tahun. Guide tersebut menggunakan lampu penerangan petromak. Sambil membawa lampu, guide tersebut bercerita tentang gua tersebut. Entah berapa lama dia belajar tetapi suaranya terdengar menarik. Sembari guide menunjukan lokasi-lokasi yang dianggap unik, hati saya ragu untuk meyakininya dan menolaknya. Karena saya tipe orang yang tidak gampang percaya dan tidak gampang tidak percaya. Saya harus pelajari terlebih dahulu sebelum memutuskan percaya atau tidak.

Kali ini bukan kunjungan pertama Saya ke gua ini. Sebelumnya sekitar tujuh tahun yang lalu Saya pernah mengunjungi gua ini. Waktu itu  Saya masih duduk di bangku SMP. Dalam rombongan ada saudara dan teman jika di total ada sekitar tujuh orang. Tujuh tahun silam tidak menghapus ingatan Saya akan petualangan yang pernah Saya lakukan didalam gua ini.

 Jika ingin menikmati gua sampai ujung, setidaknya pengunjung harus rela berkorban untuk berbasah-basahan didalam ruang gua yang gelap dan dingin. Untuk penerangan, kita menggunakan senter yang kita bawa sendiri. Itulah  kenikmatan yang dicari, dari suasana gelap seolah kita berada dalam sebuah latar film petualangan. Seolah kita tidak lagi hanya menonton, tapi juga ikut melakukan petualangan kedalam gua. Didalam kita akan merasakan ngesot, jongkok, berbaring, menyelusuri sungai, merunduk menghindar dari atap gua yang runcing, merayap seperti seekor buaya dan gerakan-gerakan aneh lainnya didalam gua.

Sekarang kita kembali lagi ke masa kini dimana dalam kunjungan Saya kali ini ditemani hanya satu orang saudara yang kebetulan tidak ada acara pada waktu itu. Setelah saya lihat-lihat sepertinya antara sekarang dengan tujuh tahun silam tidak menunjukan perubahan yang signifikan. Baik dari keadaan fisik sekitar gua maupun pengunjungnya. Saya tidak tahu mengapa sepertinya perlu dilakukan lagi penataan agar suasana gua menjadi lebih menarik. Dari mulai pintu masuk pembelian tiket sampai ke depan mulut gua saya merasakan biasa-biasa saja. Perasaan itu seperti perasaan saya ketika tujuh tahun silam berkunjung ke lokasi tersebut. Sebagai seorang konsumen wisata, saya perlu  menuntut kepada pengelola untuk bisa membuat tempat tersebut terlihat menarik. Sehingga jika Saya berkunjung lagi ke gua tersebut dapat merasakan puas atas pelayanan wisata.

Jika berkaca dengan tempat lain di mana suatu tempat dapat menarik itu jika ditata dengan baik. Misalnya daerah sekitar harus bersih dari sampah yang mengganggu pemandangan, penataan para pedagang yang berjualan di tempat wisata, penambahan fasilitas untuk wisata seperti penambahan tempat sampah dan sekaligus dipasang plang tulisan yang menyuruh pengunjung untuk membuang sampah pada tempatnya, pembuatan taman-taman yang menarik khususnya agar setelah turun dari bukit yang lumayan tinggi bisa beristirahat untuk sekedar melepas lelah.

Peta lokasii gua petruk di Kebumen Jawa Tengah

Mulut gua Petruk di Kebumen Jawa Tengah

Air terjun yang alirannya berasal dari dalam gua

Batu didalam gua yang berbentuk otak





Batu yang berbentuk payudara

Sungai didalam gua

Sungai yang berada didalam Gua Petruk, Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia

Kamis, 24 April 2014

Demokrasi Kerupuk

Pemilu legislatif 2014 yang tepatnya diadakan pada 9 April sukses dilaksanakan. Saat ini Kita sedang menunggu pengumuman resmi dari KPU, walaupun dari sebagian besar lembaga survei telah mengecap PDI P sebagai juara dengan perolehan antara 18-19% suara. Kemenangan PDIP yang tidak terlalu signifikan ini memiliki pengaruh dalam peta koalisi partai-partai peserta pemilu.

PDIP, Gerindra dan Golkar menjadi penentu dari sistem koalisi pada Pemilu Pilpres 2014. Ketiga partai tersebut memiliki pengaruh untuk menentukan Capres dan Cawapres. Dialog yang dilakukan oleh elit partai menjadi sebuah ajang penawaran dalam perdagangan politik 2014-2019. Partai-partai sudah memasang strategi agar dalam perjalanan lima tahun mendatang memberikan keuntungan bagi partai dan setidaknya keuntungan juga buat orang-orang yang telah memilih partai. Tapi kelihatannya, tawar menawar kekuasaan hanya sedikit yang menguntungkan para pemilih. Alih-alih untuk menyejahterakan rakyat, elit partai yang terpilih nampaknya akan lupa dengan rakyat yang telah memilih mereka menjadi penguasa  Bangsa ini. Hal ini karena mereka lebih senang memikirkan kelompok dan golongannya. Alasannya simpel, seolah mereka berkata begini, "golongan/kelompok saya saja masih susah kok malah mengurus orang lain". Alasan klasik dan seolah untuk membenarkan tindakan mereka yang tidak tahu malu itu.

Sistem pemerintahan Indonesia yang menganut presidensial memberi amanat yang kuat bagi Pemerintah dalam hal ini yaitu Presiden untuk bertindak sesuai dengan konstitusi. DPR dan Presiden adalah sebuah lembaga yang sejajar. Presiden tidak bisa menurunkan DPR dan sebaliknya DPR tidak bisa menurunkan Presiden. Karena masing-masing pihak dipilih oleh rakyat. Hanya rakyat dengan aturan konstitusi dapat menurunkan keduanya. Berbeda dengan negara yang menganut sistem parlementer yang dipimpin oleh perdana menteri. Dukungan mayoritas parlemen kepada Perdana Menteri dalam sistem parlementer mutlak untuk didapatkan. Setiap ada perubahan dukungan dari parlemen akan membuat pemerintahan menjadi goyah. Misalnya di Australia, pergantian perdana menteri sering dilakukan ketika mayoritas parlemen tidak mendukung kepada Perdana Menteri.

Antara sistem parlementer dengan sistem presidensil memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Tapi setidaknya koalisi antar partai dalam sebuah negara dengan sistem presidensil diperlukan tapi tidak begitu berarti seperti di Indonesia. Dalam hal ini koalisi tidak efektif dalam mengawal pemerintahan hingga lima tahun. Kadang kala kita menemui kendala dalam koalisi antar partai. Mungkin hari ini terlihat bersatu, tapi belum tentu besok. Dalam bahasa politik ada kalimat yang berbunyi "yang sekarang menjadi lawan besok bisa menjadi teman dan yang sekarang menjadi teman besok bisa menjadi lawan". Tidak ada yang abadi dalam politik hal ini tergantung dari kebijakan yang dianut partai. Kebijakan selalu bersifat dinamis, artinya adalah berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. Soal kebutuhan siapa yang diakomodir tentu menjadi pertanyaan, yang pasti partai politik terdiri dari individu-individu yang memiliki sikap dan perilaku yang sulit diprediksi. Ketika suatu kebijakan tidak menguntungkan individu-individu tertentu maka bisa saja kebijakan pada saat itu berubah.

Perlu disyukuri bahwa sampai Tahun 2014 bangsa kita telah menyelenggarakan pemilu sebanyak empat kali setelah era reformasi. Banyak perubahan yang dilakukan oleh bangsa ini menyangkut sistem pemilu jika dibanding dengan sebelum Tahun 1999. Tetapi ada juga yang tidak berubah, yakni kebiasaan elit politik kita dalam mencari dukungan. Yang tidak berubah salah satunya adalah politik transaksional. Tentu saja yang dirugikan dalam hal ini adalah rakyat. Kepentingan dari masing-masing pihak dalam koalisi menjadi ancaman terhadap makna demokrasi itu sendiri. Kepercayaan rakyat yang diberikan kepada anggota legislatif maupun pemerintah seolah tidak dilaksanakan dengan rasa tanggungjawab diantara para elit politik bangsa. Istilah "suara rakyat adalah suara Tuhan" diganti dengan istilah "suara rakyat adalah suara jangkrik". Tahukah apa itu suara jangkrik, yaitu suara yang hanya berbunyi ketika suasana sepi, dan  suatu saat  nanti juga akan berhenti sendiri ketika sang pemilik menggoyang-goyang kandang. Artinya adalah para elit tidak percaya lagi dengan kekuatan rakyat sebagai sebuah civil society. Mereka menganggap bisa membeli suara rakyat. Ketika masa kampanye hanya dengan bermodal membeli amplop untuk diisi dengan uang berwarna biru bergambar I Gusti Ngurah Rai atau uang berwarna merah muda bergambar pahlawan nasional Soekarno dan Hatta. Begitu murahnya suara rakyat yang bisa ditukar dengan uang yang mungkin hanya bisa untuk membeli kerupuk satu bal (1 bal=1 bungkus besar) dan bila dimakan satu keluarga dalam satu hari habis. Lalu harga demokrasi di Indonesia hanya dihargai dengan krupuk, kata bang Rhoma "sungguh terlalu". Seharusnya makna demokrasi adalah untuk menyejahterakan seluruh masyarakat selama 365 hari x lima tahun = 1.825 hari. Jika masyarakat diberi uang untuk membeli krupuk satu hari saja, maka pertanyaannya adalah yang 1.824 hari hidup dengan apa. Jawabannya tentu bisa bermacam-macam. Kalau rakyat sendiri sih tidak peduli, rakyat sih merasa acuh saja, mungkin karena pendidikan sebagian besar masyarakat yang masih rendah, dan rendahnya kesejahteraan masyarakat bangsa ini. Pikiran rakyat simpel yaitu mereka berpikir untuk makan hari ini, karena  hari esok tidak pasti. Politik Indonesia tidak ubahnya  politik amplop, politik rokok, politik beras, politik kaos, politik nasi bungkus, dan lain sebagainya. Tidak mudah untuk merubah hal ini. Disaat masyarakat masih kelaparan dan ditengah acuhnya masyarakat terhadap makna demokrasi, Saya rasa dalam beberapa Tahun mendatang, keadaan politik di Indonesia masih diwarnai dengan politik transaksional.

Salah satu kandidat kuat capres adalah Jokowi. Jokowi diyakini oleh banyak pihak sebagai orang yang berjasa dalam mengantarkan PDIP meraih juara dalam pemilu legislalif 2014. Elektabilitas Gubernur DKI tersebut telah mengarahkan masyarakat untuk memilih PDI dalam pemilu legislatif. Target PDIP yang semula dapat meraih suara sekitar 27%, tapi dalam kenyataannya harus gigit jari, sehingga PDIP memerlukan teman koalisi agar Jokowi berhak maju dalam pemilu presiden. PDI P harus lebih bekerja lebih giat lagi dalam pemilu presiden Juli nanti jika tidak ingin kecolongan. Kegagalan raihan target 27 % suara PDI P dipengaruhi banyak faktor. Kita tidak bisa menyalahkan internal PDIP itu sendiri maupun Jokowi, karena pemilu tidak ubahnya sebagai sebuah perdagangan visi misi calon legislatif. Pada pemilu legislatif kemarin, banyak partai memiliki caleg yang sukses meraih simpati masyarakat. Figur caleg lebih dominan ketimbang figur partai. Selain itu citra partai juga memengaruhi pemilih dalam memilih anggota legislatif. Misalnya masyarakat cenderung meninggalkan partai yang memiliki citra buruk terutama karena skandal korupsi dan citra jelek lainnya.

Ini harapan Saya sebagai penulis  agar pemimpin yang terpilih pada pemilu 2014 tidak terpancing dengan demokrasi yang semu. Seorang presiden yang terpilih selanjutnya harus mampu menghapus segala macam politik transaksional, karena politik tersebut tidak menguntungkan bangsa ini. Pemimpin bangsa ini harus mampu berdiri diatas semua kelas dan golongan. Mengapa Jokowi, karena menurut saya Jokowi memiliki elektabilitas yang bagus dibanding dengan calon yang lain seperti ARB dan Prabowo. Walaupun banyak orang yang tidak suka dengan menebar berita "hoax" tentang Jokowi namun hal tersebut akan membuat popularitasnya menjadi naik. Sekarang bukan lagi pemimpin yang tegap besar dan gagah seperti yang di idola kan oleh para ibu-ibu ketika era 2004 dan 2009, namun sekarang era nya orang kerempeng, mengapa orang kerempeng, karena orang kerempeng tanda tidak rakus dan ikhlas mengabdi untuk bangsa.

Makan Bersama di Lombok Namanya Begibung

     Halo, teman-teman! Kali ini saya mau berbagi pengalaman saya yang pernah mendapat undangan makan dari teman dalam rangka maulid nabi. A...

Populer, Sist/Broo