Tampilkan postingan dengan label Lombok. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lombok. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 Juni 2017

The Power of Emak-Emak "Wanita Pengangkut Batu"

Ini adalah gambar dimana beberapa warga kampung yang sedang gotong royong membangun rumah mengangkat batu yang akan di gunakan sebagai pondasi rumah. Di Pulau Lombok pemandangan seperti ini sudah biasa, dimana biasanya tenaga kerja kasar untuk bangunan merupakan wanita. Mereka sangat akrab sekali dengan kegiatan mengangkut-angkut material bangunan yang tergolong berat seperti semen, batu, pasir, kayu, tanah, dan lain sebagainya.

Disaat kita tidak bersyukur dengan apa yang telah  Tuhan beri, bisa jadi karena kita belum menengok kebawah. Kita terlalu sibuk melihat keatas, seakan yang dibawah tidak ada. Seolah mata hati kita buta, tidak bisa melihat betapa masih banyak orang disekitar kita yang memiliki nasib tidak seberuntung kita. Ditengah keterbatasan fisik, mereka mampu melakukan pekerjaan berat mengangkat batu yang beratnya dapat mencapai belasan dan puluhan kilo.

Tidak semua orang dapat mengangkat batu, karena berat dan kalau tidak hati-hati dapat menyebabkan kecelakaan yang berdampak pada kesehatan seperti patah tulang, lecet, keseleo, dan lain sebagainya.
Betapa kuat mereka mengangkat batu apalagi menggunakan kepala tanpa alat bantu, hanya selembar kain yang digunakan oleh ibu-ibu sebagai pembatas dengan kepala agar batu tidak meninggalkan gores luka. Di usianya yang tidak lagi muda, bahaya kecelakaan menjadi ancaman tatkala fisik yang terus melemah. Hal itu tidak menjadi hambatan, justru semangat mereka tidak pernah putus dan akan terus tumbuh sampai tak ada lagi tenaga untuk mengangkat kaki menuju tempat kerja. Ketika niat sudah di lafaz kan, badai tidak akan gentar dihadapi walaupun itu angin besar yang dapat mengangkat pohon besar, tapi tidak akan dapat menghentikan langkah ibu-ibu tersebut untuk berhenti mengangkat batu.

Tidak banyak rupiah yang berhasil mereka kumpulkan, dibandingkan dengan gaji orang kantoran tentu tidak ada banding nya. Keinginannya hanya untuk menambah pendapatan keluarga agar mampu membeli se liter beras, satu ons cabe, satu ikat kangkung, dan satu lusin siung bawang merah untuk diolah menjadi hidangan istimewa bagi keluarga mereka. Mereka tidak akan pernah memikirkan bagaimana membeli Toyota Fortuner, Honda C-RV, Mitsubishi Pajero, dan lain sebagainya, karena mereka sadar bahwa nasib mereka sudah sangat nikmat jika hanya naik cidomo (dokar), dan untung-untung jika ke pasar ada colt (angkutan desa) yang mereka biasa naiki dengan hanya membayar ala kadarnya. 

Selasa, 02 Mei 2017

Sembilan Jam Naik Sepeda Ke Pantai Pink di Lombok

Saya berjalan dengan sepeda melewati hutan Sekaroh, di Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Tengah selama kurang lebih tiga jam. Saya pergi dengan BPPTHHBK Gowes Club, grup sepeda dari kantor Litbang Kehutanan yang berada di Pulau Lombok. Saya selalu ingin melakukan perjalanan ke Pantai Pink sebelumnya menggunakan sepeda, tapi nampaknya tempat itu sangat terpencil dan menantang. Dan alhamdulillah hal ini dapat terwujud saat sebuah kelompok sepeda di kantor mengajak saya untuk berpetualang bersama mereka, saya pun merasa girang karena mendapat kesempatan untuk bergabung dengan mereka untuk pergi ke Pantai Pink.

Kami rencana nya diantar menggunakan pick up untuk mengangkut sepeda ke titik terdekat agar saat naik sepeda nya tidak terlalu jauh. Titik yang tepat berada si sekitar pertigaan Jerowaru yang mengarah ke pantai. Mulailah kami naik sepeda dengan mengatur titik finish sekitar 30 kilo meter. Jarak ini kami rasa jarak yang ideal untuk olahragawan amatir seperti Kami.

Setelah membeli makanan di pasar tradisional di desa kami tinggal, kami naik mobil MPV untuk perjalanan dua jam ke pertigaan di dekat Jerowaru. Makanan itu merupakan makanan tradisional yang terbuat dari beras ketan, dengan sedikit ditambah parutan kelapa dan bumbui dengan pemanis dari gula aren. Satu porsi makanan ini bisa menambah tenaga saat bersepeda selama dua sampai tiga jam. Sayangnya, jatah yang diberikan ke Saya tidak saya ambil karena sebelum berangkat sudah menikmati makan terlebih dulu di mess. Ketika teman-teman sedang menikmati makanan jajanan pasar tadi, Saya melihat  teman yang sedang makan di pinggiran sawah sebelum masuk pertigaan Jerowaru.

Setelah Kami turun dari mobil dan sepeda mulai diturunkan dari bak pick up, masing-masing dari anggota sudah siap dengan sepedanya masing-masing. Trek awal yang kami lalui sangat mudah, karena berupa dataran yang hampir tidak ada tanjakan yang berarti, bahkan sering mendapatkan bonus berupa turunan. Intinya dalam satu jam pertama treknya sangat menyenangkan. Setelah memasuki dua jam perjalanan trek yang kami lalui mulai menantang, yaitu berupa jalan tanah dan jika ada aspal, aspal sudah mulai rusak, ditambah dengan tanjakan yang sudah mulai menghadang. Selanjutnya untuk tiga jam perjalanan, trek yang kami lalui semakin susah. Yaitu berupa jalan aspal yang sebagiannya sudah rusak dan berupa kubangan air atau berupa batu besar yang ditambah dengan trek menanjak.

Petualangan dua jam di Pantai Pink, yang Kami lakukan antara lain dengan makan bekal yang telah dibeli di warung dekat penurunan sepeda, yaitu berupa nasi puyung, sedikit minum air, jalan menyusuri pantai yang berwarna pink, duduk-duduk memerhatikan wisatawan yang sedang berlibur disana, tidur tidur di hammock yang tergantung di antara Pohon di pinggir pantai, memfoto kehidupan wisatawan, membeli kelapa muda yang ampuh untuk menghilangkan dahaga setelah kita kembali di perjalanan, mengunjungi tebing yang ada di sisi sebelah kiri pantai, dan yang terakhir kita foto bersama .

Ada hal menarik yang kami rasa bisa memberi kesan hidup yaitu ketika naik  ke bukit yang berada di sebelah sisi kiri dari pantai. Disana kita bisa melihat pantai dari sudut yang lebih tinggi, seperti kita seperti penjaga pantai yang mengawasi setiap pengunjung yang sedang berlibur. Tapi kita bukan penjaga pantai, kita memosisikan diri sebagai wisatawan yang juga tidak peduli dengan pengunjung yang lain, karena kita bukan penjaga pantai. Dari atas, pemandangannya begitu manakjubkan dengan pantai indah plus dengan pulau-pulau kecil yang berada didekatnya.

Untuk keseluruhan perjalan dari awal sampai kembali lagi ke titik berangkat, Kami menghabiskan Sembilan jam. Dari itu, tidak terasa waktu habis sangat cepat. Sebagian besar, kami menghabiskan waktu di jalan itu dua jam menuju lokasi penurunan sepeda, tiga jam perjalanan menggunakan sepeda, dua jam berada di pantai dan dua jam untuk pulang.













Jumat, 07 April 2017

Menunggu Maghrib di Pantai Ampenan, Mataram, Lombok_NTB

Mengikuti ajakan orang mess untuk menemani teman-teman yang sedang penelitian di kantor, secara tidak sengaja telah membawa ku ke pantai ini untuk pertama kami. Walaupun sudah dibilang lama tinggal di Kota Mataram, akhirnya pada tahun ke empat Saya menginjakkan kaki pertama di sini. Tidak sulit untuk mencari lokasi  pantai Ampenan berada, karena berada tepat di pinggir keramaian kota tua. Yaitu kota yang dulunya digunakan oleh pelaut dari luar pulau untuk berlabuh di Mataram . Kota tua disini tidak terlalu besar, hanya saja bangunan ber arsitektur klasik membikin suasana seolah kita hidup dalam jaman pemerintah Hindia Belanda. Di kala itu, Pelabuhan Ampenan begitu ramai untuk pelabuhan sekelas Pulau Lombok,  akan tetapi kini tempat ini terlihat sepi. Sesekali kapal milik Pertamina bersandar untuk menurunkan muatannya berupa minyak untuk di simpan di dalam tangki-tangki penyimpanan  yang kemudian didistribusikan keseluruh daerah di Lombok.

Senang rasanya bisa menginjakan pertama kaki di pelabuhan legendaris di Pulau Lombok ini, apalagi waktu itu dilakukan menjelang magrib. Suasana sore terasa lantaran merupakan waktu orang-orang yang seharian bekerja melepas lelah. Pengunjung menikmati santai dengan berbagai macam fasilitas yang ditawarkan di pantai ini.

Pedagang makanan yang berjejer disepanjang pantai menemani pengunjung yang ingin menghabiskan waktu sore baik dengan keluarga maupun orang-orang terdekat. Mungkin ada juga orang yang hanya ingin duduk duduk santai saja tanpa mengeluarkan uang karena mereka mungkin sudah membawa bekal dari rumah. Makanan disini tidak mahal, harga yang ditawarkan pedagang disini sesuai dengan kantong mahasiswa. Mulai dari makanan lokal hingga jajanan buatan pabrik dari Jawa semua ada. 

Suasana semakin ramai ketika ada sekelompok orang bermain bola di pantai berpasir. Suara orang sedang bermain bola dan suara ombak bersatu menghidupkan suasana pantai yang sore itu begitu cerah. Komposisi suara tersebut menciptakan syair nyanyian suasana pantai di pinggir kota, dimana alam dan masyarakatnya bersatu saling menciptakan keseimbangan.



Suasana sore di Pantai Ampenan

Matahari akan tenggelam, sedangkan nelayan tengah mencari ikan

Pantai Ampenan banyak dikunjungi oleh warga sekitar

Warga sekitar senang menghabiskan waktu dengan bermain sepakbola

Senin, 09 Januari 2017

TWA Bukit Tunak, Lombok, "Seberapa Besar Keindahan Pemandangannya"

Banyak penduduk lokal sini menjelaskan tentang pulau mereka dengan lelucon: "pulau seribu masjid, seribu maling".

Tapi menurut Saya, deskripsi tersebut sama sekali tidak akurat. Kebanyakan dari penduduk lokal merupakan orang ramah bekerja di sawah, ladang, dan banyak pula yang bekerja di sektor pariwisata.

Pulau indah ini memiliki keasyikan tersendiri terutama bagi pendatang seperti Saya. Pantai dengan pasir putih adalah tempat romantis yang tak terhitung nilainya; melintas hutan yang ada disekitar akan menjadi hari indah ketika berada disini.


Menurut salah satu teman Saya sebagai  orang Lombok asli  menjelaskan, lombok itu ibarat harta yang terpendam dan belum banyak di eksplore.

Namun belakangan Lombok telah dilirik oleh orang-orang yang lebih berani yang mengeksploitasi kekayaan alam  antara lain dengan membangun lapangan golf, cottage dan berbagai penginapan di dekat teluk-teluk kecil, pantai dan pulau-pulau indah. Atau mereka menawarkan paket wisata sepanjang jalan hutan dengan sepeda, panjat tebing, mendaki gunung dan melakukan penyelaman bawah air.


Salah satu keindahan nyata dari Pulau ini adalah Bukit Tunak, sebuah tempat yang dapat dicapai hanya dua jam dari Kota Mataram.

Bukit Tunak kalau dari Mataram hanya ditempuh dengan melintasi dua kabupaten yakni Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Timur..
Selam perjalanan menuju pantai,  pemandangan persawahan yang menakjubkan, perkebunan yang hijau, sawah, sungai, rumah penduduk dan hutan yang lebat tidak akan membuat lelah badan. Ketika berjalan akan melewati Pantai Kuta di Lombok Tengah yang sangat bagus untuk melihat pemandangan matahari terbit dan melihat warna emas ketika matahari tenggelam.


Kendaraan yang Saya naiki membawa ke Bukit Tunak dengan cara yang sedikit lembut pada awal-awal perjalanan sampai sebelum hutan TWA Bukit Tunak, jalan sungguh enak untuk dilalui. Tetapi kalau sudah masuk ke jalan yang lebih kecil terutama di daerah pujut yang dari jalan utama belok kekanan kalau dari arah Mataram, sebagian besar jalan sempit dan berbatu. Teman Saya meyakinkan  bahwa itu adalah cara terbaik untuk menuju Bukit Tunak. Ini tentu yang paling menyenangkan.

Setelah sampai pantai, Saya tidak melihat banyak orang yang berada disini. Hanya sesekali saja orang lewat di pantai.  Mereka pikir kalau saya naik ke bukit mungkin Saya kelihatan seperti orang frustasi yang mau bunuh diri. Saya tidak akan menyalahkan  dan  membenarkan pikiran mereka. Betapa tidak, sesampai di sini, seolah ada dorongan yang memaksa saya untuk melihat ke setiap sudut pantai ini, melompat, jongkok, berdiri, dan lain sebagainya. Biarlah orang mengatakan apa tentang diri saya yang sedang akting di pantai, yang penting kamera  mampu menangkap bayangan diri saya sedang berdiri di salah satu tempat terindah ciptaan Allah SWT.



Pantai di Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Tunak

Melompat di Kawasan Pantai Bukit Tunak, Lombok

Hutan dari balik pantai Bukit Tunak yang di kelola oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) NTB

Salah satu pemandangan ketika akan menuju Bukit Tunak

Salah satu pemandangan di Bukit Tunak

Salah satu pemandangan di TWA Gunung Tunak

Salah satu pemandangan di TWA Gunung Tunak

Salah satu pemandangan di TWA Gunung Tunak

Salah satu pemandangan di TWA Gunung Tunak

Salah satu pemandangan di TWA Gunung Tunak

Jumat, 09 September 2016

Pengusahaan Gaharu (sekilas)

Gaharu adalah salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki ciri khas karena mengeluarkan aroma yang harum. Di pasaran, gaharu memiliki nilai jual yang tinggi karena banyak dicari orang terutama karena dijadikan sebagai parfum, aromaterapi, kosmetik, dan obat-obatan.

Pohon ini sekarang mudah jumpai di kebun-kebun warga. Di Pulau Lombok, masyarakat sudah lama mengenal pohon ini terutama dari jenis Gyrinops. Pohon gaharu mudah untuk dibudidayakan warga, karena pohon ini sebagai tanaman sela atau dalam kata lain gaharu bukan sebagai tanaman pokok. Dengan begitu hasil yang didapat akan lebih banyak karena selain menanam tanaman pokok petani juga akan mendapat keuntungan dari menanam tanaman gaharu.

Petani umumnya merasa kesulitan mengelola pohon gaharu yaitu ketika memasuki masa produksi gaharu. Yaitu ketika pohon siap di suntik sampai dengan masa penyulingan. Teknologi untuk produksi yang terbatas menjadi alasan mengapa masih banyak petani yang memercayakan proses inokualasi sampai penyulingan kepada pihak lain terutama para pemilik modal. Jika petani sudah mampu dan mengetahui cara-cara produksi mulai dari penyuntikan sampai dengan penyulingan maka akan semakin mendatangkan keuntungan yang semakin besar. 

Petani gaharu perlu mendapat penguatan terutama agar mereka dapat mendapat keuntungan yang besar dari sistem produksi gaharu. Berbagai macam cara sudah banyak dilakukan oleh pemerintah maupun oleh instansi terkait. Penguatan tersebut yaitu mengenai pelatihan budidaya, penyuntikan jamur, cara carving, hingga proses penyulingan untuk mendapat minyak gaharu. Perlu untuk diketahui bahwa harga gaharu di pasaran pada tahun 2013 di Papua Nugini sebesar $560 per kilo, di Thailan perkilo gaharu mencapai harga $ 2.000, sedangkan untuk harga minyak sendiri mencapai $ 15.000 per kg (Lutfi A, et.al.). Dengan potensi sumberdaya yang sudah ada, kesempatan untuk mendapat keuntungan dari sistem produksi gaharu sudah didepan mata. Sekarang yang terpenting adalah mendapatkan teknologi tepat guna yang mampu mengolah gaharu menjadi barang bernilai tinggi.

Dengan masih tingginya permintaan gaharu terutama dari negara-negara timur tengah dan negara-negara Asia Timur harus di manfaatkan sebaik mungkin agar peluang tersebut tidak terbuang percuma.  Peluang tersebut terutama dapat di manfaatkan dengan memberikan dukungan untuk petani yang berada di perdesaan. Dukungan dapat diberikan dalam bermacam-macam bentuk terutama agar terdapat keadilan diantara petani. Dengan begitu petani akan terus bersemangat dalam menanam pohon tersebut.



Biji dan daun pohn penghasil gaharu


Pohon gaharu dari jenis gyrinops yang masih muda. Pohon ini menjadi pohon sela

Biji gaharu dari jenis gyrinops yang sudah pecah dan siap untuk disemaikan

penampakan daun gaharu dari jenis gyrinop dengan gambar dua sisi

Senin, 08 Agustus 2016

4 Jam Bersepeda Mengunjungi Air Terjun Aik Kelep di Lombok

Jika kamu mencari jalan untuk kesenangan
Tak perlu jauh berjalan, Jalan itu banyak jika kau mencari
Kamu dapat berjalan kemana saja, seperti gelombang menghancurkan karang
Dirimu adalah intan dapat menembus segala

Lupakanlah masa lalu suram yang sering kau kenang
Walaupun kau diam, tua akan datang
Berbuatlah, bertindak, melangkah ke bintang terang
Disana ada cahaya yang terang dan akan membimbingmu jalan pulang
                                              ______yumantoko_______


Syair diatas adalah untuk menggambarkan suasana hati para petualang. Dimana jiwa petualang adalah jiwa pendobrak ketidaknyamanan. Karena apabila manusia sudah dijangkiti virus "nyaman" akan sulit untuk berbuat yang berguna untuk dirinya dan orang lain. Keluar dari zona nyaman dapat dilakukan dengan mengunjungi daerah yang dekat dengan rumah. Bisa dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda. Motor pun bisa dapat menjadi alternatif ketika kita tidak ingin bersusah payah atau capek. Karena setelah mengunjungi tempat tersebut, kamu pasti akan menemukan pandangan baru tentang lingkungan, dan diri kamu sendiri. Untuk mengikuti teori saya yang ngawur  seperti diatas, Saya mengunjungi air terjun Aik Kelep di Lombok Barat, dimana lokasi untuk menuju kesana harus melewati hutan dimana jalan untuk kesana sempit yang kadang naik dan turun, kadang pula harus melewati sungai dengan batu-batu yang besar.

Ketika itu hari libur yang sedang cerah. Kami yang hobi naik sepeda tidak sabar untuk mengayuh menuju Air Terjun Aik Kelep, yaitu air terjun yang belum terkenal di Pulau Lombok. Air terjun ini memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata baru terutama wisata trekking. Karena letaknya yang jauh kedalam hutan, siapa saja yang mengunjungi air terjun pasti akan merasa kalau dirinya sedang berpetualang. Jalan menuju ke air terjun begitu menantang. Lebarnya hanya cukup satu orang berjalan. Pemandangan selama perjalanan begitu mempesona, apalagi bagi orang kota yang jarang mengunjungi hutan. Kontur jalannya berupa jalan tanah, kadang kita menemui jalan batu ketika menyeberang sungai kecil.

Untuk menuju ke air terjun ini, saya harus melewati hutan yang lebat dan berliku-liku. Jalanannya sempit dan berbatu, dan ada titik yang licin, sehingga saya harus hati-hati agar tidak terpeleset atau tersandung. Saya memilih untuk menggunakan sepeda, karena saya ingin merasakan sensasi berpetualang di alam liar. Selain itu, saya juga ingin menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak mengeluarkan polusi dari kendaraan bermotor.

Perjalanan menuju ke air terjun ini membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dari mess. Di sepanjang jalan, saya bisa melihat pemandangan yang menakjubkan, seperti pepohonan hijau, sungai yang jernih, dan binatang-binatang liar seperti monyet dan burung. Saya juga bisa mendengar suara alam yang merdu, seperti gemericik air, kicauan burung, dan angin yang berhembus. Medan jalan yang ditempuh berupa tanjakan yang kelihatan ringan, namun setelah dijalani ternyata bikin kaki tegang, dan napas ngos ngosan.

Saya harus melewati hutan yang jalannya sempit. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi saya, karena saya harus turun dari sepeda agar bisa lewat. Saya juga harus waspada karena di kiri kanan berupa jurang yang lumayan dalam. Tapi saya tidak menyerah, karena saya tahu bahwa di ujung perjalanan ini ada sesuatu yang luar biasa menanti saya.

Kiri dan kanan selama perjalanan berupa pepohonan yang rimbun. Pohon durian mendominasi tumbuhan buah. Sayang sekali, kemarin bukan musim durian. Mungkin boleh lain kali ketika musim durian, Saya akan mengunjungi lagi daerah ini. Ada juga tanaman HHBK ( Hasil Hutan Bukan Kayu) yaitu bambu, dan pohon aren. Kalau aren menghasilkan penghasilan yang tidak kenal musim. Masyarakat disini memanfaatkan aren dengan mengambil nira untuk dijadikan tuak. Harga satu botol Aqua besar Rp 10.000,- , harga yang begitu lumayan untuk masyarakat desa. Karena dengan harga sebesar itu satu petani dapat mengantongi penghasilan yang luar biasa. Bayangkan jika sekali panen nira yaitu ketika sore hari, satu orang petani dapat mengumpulkan beberapa jeriken. Ya itulah rejeki untuk orang yang mempunyai pohon aren.

Ketika itu, kami ditemani oleh anak-anak dari Desa Giri Madya. Awalnya, kami ketemu dengan anak-anak tersebut ketika saya dan teman saya bertanya mengenai lokasi air terjun. Tiba-tiba saja anak yang kami tanya malah menawarkan untuk mengantar sampai ke air terjun. Lantas setelah itu, kami diantarkan sampai ke air terjun. Selain menunjukan jalan, anak-anak itu juga menuntun sepeda kami. Sungguh sangat beruntung karena kami pkir jalan yang kami lewati berliku-liku, dan jika kami sendiri yang kesana sudah dipastikan akan tersesat.

Saya sangat bersyukur bisa mengunjungi tempat ini dan bertemu dengan anak-anak yang luar biasa. Saya belajar banyak hal dari mereka, seperti kebaikan, keramahan, dan kegembiraan. Saya juga merasa lebih dekat dengan alam dan Tuhan. Saya berharap bisa kembali ke sini suatu hari nanti dan bertemu lagi dengan anak-anak Desa Giri Madya.

Akhirnya, setelah melewati semua rintangan dan tantangan, saya sampai di air terjun Aik Kelep. Saya langsung terpesona dengan keindahan air terjun ini. Airnya jatuh dari ketinggian sekitar 35 meter dengan suara yang menggelegar. Airnya berwarna biru muda dan sangat segar. Di sekeliling air terjun ada tebing-tebing yang ditumbuhi oleh lumut hijau dan bunga-bunga liar. Udara di sini sangat sejuk dan bersih.

Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk memegang air terjun ini. Saya merasakan sensasi dinginnya air yang menyentuh kulit saya. Saya juga merasakan pijatan-pijatan halus dari air yang jatuh dari atas. Saya merasa sangat rileks dan tenang di sini. Saya lupa dengan segala masalah dan kepenatan yang ada di luar sana.

Ini adalah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan. Air terjun yang kami tuju sangat indah dan sejuk. Kami bisa mandi dan bermain air di sana. Anak-anak yang menemani kami juga sangat ramah dan ceria. Mereka bercerita tentang kehidupan mereka di desa dan tentang air terjun yang menjadi tempat favorit mereka. Kami juga berbagi makanan dan minuman dengan mereka. Kami merasa seperti saudara.

Saya juga mengambil beberapa foto untuk mengabadikan momen ini. Saya ingin membagikan pengalaman saya ini kepada teman-teman dan keluarga saya. Saya ingin mereka juga bisa merasakan apa yang saya rasakan di sini. Saya ingin mereka juga bisa menghargai keindahan alam yang Tuhan ciptakan untuk kita.

Saya merasa sangat bersyukur dan bahagia bisa mengunjungi air terjun Aik Kelep ini. Saya merasa bahwa ini adalah salah satu pengalaman terbaik dalam hidup saya. Saya belajar banyak hal dari petualangan ini, seperti menghormati alam, mengatasi rasa takut, dan menikmati setiap detik yang ada. Saya juga merasa bahwa saya menjadi lebih kuat, lebih berani, dan lebih bijaksana setelah menghadapi semua tantangan yang ada.

Saya berharap bahwa saya bisa kembali ke sini suatu hari nanti. Saya juga berharap bahwa air terjun ini tetap terjaga keasliannya dan tidak rusak oleh ulah manusia. Saya berharap bahwa semua orang bisa mengunjungi tempat ini dan merasakan keajaiban yang ada di sini.
Terima kasih sudah membaca blog post saya ini. Semoga bermanfaat dan menginspirasi kalian semua. Sampai jumpa di petualangan selanjutnya!


Jalur yang dilewati dalam jelajah dengan sepeda cukup menantang. Kami harus berjalan mengantri. Karena sebelah kiri kami adalah jurang yang dalam

Kami harus menyeberangi lembah dengan jalan berbatu besar. Kami dibantu anak-anak menunjukan jalan.

Pemilik blog lagi nggaya

Pemandangan dengan latar belakang air terjun

Anak-anak ini adalah yang mengantar kami ke air terjun. Tanpa petunjuk dari anak-anak, mustahil kami dapat sampai ke air terun

Pumpung lagi di air terjun, tidak ada salahnya melakukan foto

Anak-anak ini sangat membantu sekali dalam perjalanan menuju air terjun

Kami melewati sungai yang alirannya tidak terlalu deras

Kami pun harus istirahat sejenak untuk melepas lelah, dan selanjutnya setelah tenaga sudah terkumpul, kami berjalan lagi menuju air terjun

Anak-anak dengan semangat membantu kami membawa sepeda. Kadang kami menemui jalan terjal namun kita semua bekerja sama untuk melewatinya.


Air terjun yang menjadi tujuan kami. Kami tidak lupa untuk mengabadikan momen tersebut. Anak-anak yang ikut bersama kami naik ke dinding karang, lantas karena membahayakan jiwa, saya menyuruh anak-anak untuk segera turun.

Selasa, 21 Juni 2016

Sungai dan air terjun

Kebiasaan Saya kalau sudah bosan di mes dan lama tidak keluar kantor biasanya ada keinginan untuk melakukan perjalanan ke luar. Kebiasaan ini saya rasa merupakan hal yang positif, dimana kita dapat melihat pemandangan ke alam bebas sekaligus melakukan interaksi dengan masyarakat sekitar. Selain itu, untuk menghabiskan energi dengan menggerakan badan di tempat-tempat yang menarik agar tubuh tidak terasa kaku.

Berjalan mendaki bukit dan kemudian turun, merupakan aktivitas yang berat terutama bagi yang tidak pernah melakukan kegiatan ini sebelumnya. Bagi orang yang sudah terbiasa dengan aktivitas diluar ruangan hal itu merupakan tantangan karena orang tersebut biasanya akan mencari kesempatan yang berbeda dan tentunya akan menambah pengalaman terhadap lingkungan di sekitarnya. 

Foto ini saya ambil ketika melakukan perjalanan ke Lombok Utara, daerahnya jauh dari keramaian kota. Akan tetapi daerah ini sedikit jauh dengan jarak sekitar 3 jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Perjuangan yang tidak akan rugi karena ketika sudah sampai kita dapat menghirup sedalam-dalamnya udara disini yang belum tercemar. Kita juga dapat mendengar suara burung. Kadang kita berpapasan dengan kera-kera yang sedang berkumpul. Tidak itu saja, suara aliran air dan air terjun menambah ke asri tempat tersebut.

Ketika kaki mulai masuk kedalam sungai, rasa-rasanya dingin seluruh tubuh walaupun hanya baru kaki yang masuk ke air. Ketika tubuh sudah mulai berenang masuk kedalam air, dinginnya tidak hanya di kulit, tapi perlahan mulai masuk kedalam hati mendinginkan pikiran dan perasaan yang liar.


Sumber daya air yang melimpah seharusnya dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat sekitarnya

pemandangan alam natural
Pemanfaatan sumberdaya air salah satunya adalah dengan menjadikan pariwisata

Alam yang telah menyediakan sumberdaya agar dapat digunakan sesuai fungsunya

Sabtu, 12 Maret 2016

5 Jam Naik Sepeda di Senggigi, Lombok

Saya teringat sebuah acara televisi yang muncul di Trans TV setiap hari Sabtu dan Minggu namanya My Trip My Adventure. Acara tersebut meng ekspose keindahan alam Nusantara terutama yang masih alami. Acara tersebut Saya lihat terbilang sukses, karena memunculkan efek domino di masyarakat. Banyak kaos yang kita temui di jalan bertuliskan acara tersebut sudah menjadi bukti bahwa jumlah penonton begitu banyak. Selain itu acara tersebut menurut Saya menimbulkan hasrat bagi kaum muda untuk melakukan travelling ke berbagai pelosok tanah air, hal ini terlihat dari banyaknya anak muda yang memposting lewat media sosial tentang tempat-tempat yang terbilang masih baru.

 Saya dan kawan-kawan ceritanya tidak kalah dengan acara di TV tersebut. Pada hari libur tepatnya tanggal 6 Maret 2016 melakukan travelling yang tidak biasanya. Mengapa tidak biasa yaitu karena kami-kami ini sebenarnya sudah cukup berumur, ya walaupun belum tua, tetapi fisik sudah berkurang kekuatannya. Yang kedua sebagian dari kami sudah memiliki keluarga, sehingga harus rela mencuri waktu demi memuaskan hasrat pribadi yang belum tersalurkan sejak muda. Tidak ada salahnya untuk refreshing sekaligus ber olahraga di hari libur. Sambil memacu pedal kami bisa melihat pemandangan yang indah, yaitu dengan gowes alias bersepeda.

Rute yang kami lalui merupakan jalur pariwisata. Mengapa demikian, karena biasanya turis-turis baik lokal maupun mancanegara yang sedang berlibur di Lombok melalui jalan tersebut, yaitu akses menuju Gili Trawangan, Senggigi dan Senaru. Pokoknya kami tidak risau dengan kualitas jalan, dijamin mulus seperti sutera mulai dari Pemenang di Kabupaten Lombok Utara hingga Batu Layar di Kabupaten Lombok Utara. Jika diukur dengan sepido meter sekitar 50 kilo. Jarak yang lumayan untuk olah raga sekaligus refresshing seharian. 

Pertama-tama kami memulai dengan meminta bantuan seorang teman kantor untuk mengantar dari office base di daerah Mataram membawa Kami ke Kecamatan Pemenang di Kabupaten Lombok Utara. Untuk itu, Kami melakukan persiapan sejak hari Jumat dengan mengecek kondisi mobil yang akan digunakan untuk mengantar ke tempat start. Untuk ke posisi start kami menggunakan kendaraan jenis pick up agar bisa membawa sepeda. Untuk berangkatnya, Kami melewati jalur Mataram-Pusuk yang konon katanya lebih dekat. Jalan tersebut merupakan jalan terabas untuk cepat sampai ke Lombok Utara. 

Kami berjumlah delapan sepeda, rencana awal sekitar sembilan sepeda, jadi ada satu sepeda dan satu joki yang tidak jadi ikut. Lantaran hal tersebut, kemeriahan berkurang sedikit. Tetapi tidak menjadikan suasana berubah menjadi layu, kami tetap saja menikmati suasana jalan yang kala itu tidak terlalu ramai namun tidak pula sepi. Sesekali, kami berpapasan dengan grup sepeda yang lain yang juga sedang melakukan touring. Jika sudah berpapasan dengan pengendara sepeda lain, saya pikir rasa solidaritas diantara pengendara sepeda meningkat. Maklumlah, sekarang ini sepeda bukan lagi alat transportasi mayoritas seperti beberapa tahun silam. Populasinya sudah terancam oleh alat transportasi bermesin. Sebagai minoritas, sepeda kini merupakan alat transportasi yang ekslusif, karena tidak semua orang punya. Kalau dulu orang punya banyak sepeda namun belum tentu punya motor, namun sekarang orang sudah pasti punya motor namun belum tentu punya sepeda. Ya memang sekarang semua serba terbalik, itulah hidup selalu ada perubahan.

Suara rantai menjadi sering terdengar ketika kami memasuki tanjakan di dekat dermaga kapal. Tanjakan di sini termasuk berat, karena lumayan tinggi. Beberapa dari kami harus menyerah turun dari sepeda karena walaupun kecepatan rantainya di stel paling ringan ternyata masih saja tidak kuat untuk naik. Napas menjadi lebih dalam, karena kami membutuhkan banyak energi untuk mengayuh sepeda menuju tempat yang lebih tinggi. Kami pun harus lebih berhati-hati ketika menanjak, biasanya untuk mengimbangi kekuatan menanjak, kami harus oleng kiri dan kanan agar kecepatan konstan. Apalagi banyak kendaraan bermotor yang naik juga harus selalu menjaga kecepatan agar mesin tidak mati, sehingga sudah dipastikan bahwa kecepatannya juga tinggi, inilah yang membuat kami lebih berhati-hati. Ini tidak menjadikan kami menyerah begitu saja. Kami yakin setelah menanjak pasti ada turunan yang begitu nikmat.

Untuk memulihkan kondisi tubuh sehabis menanjak, Kami biasanya istirahat sejenak di atas bukit. Itulah kegunaan dari kita menanjak tinggi, rupanya setelah capek, kita wajib untuk istirahat sejenak dan apalagi ketika istirahat kita bisa memandangi pemandangan pantai Senggigi yang indah. Sungguh, hal ini akan membuat badan cepat pulih ke kondisi normal. Istirahat diatas bukit juga menjadi alasan bahwa kita harus membuka bekal yang sudah dibawa agar tidak terlihat mubazir. 

Dan kenikmatan terakhir dari kita naik sepeda di Daerah Senggigi adalah ketika turun dari atas bukit. Kita tidak perlu mengayuh sepeda, karena sudah otomatis kita akan meluncur dengan kencang ke bawah. Energi tersimpan untuk di jalan yang datar dan menanjak. Desiran angin ketika menurun menjadi obat penyejuk ketika keringat banyak keluar sewaktu menanjak. Kecepatan sewaktu menurut dapat maksimal, tapi biasanya kami diam saja memikirkan mengerem jikalau ada penghalang didepan sepeda.

Akhirnya hari minggu dapat terisi dengan kegiatan positif, yaitu olah raga sekaligus refresing. Rencananya kami akan menjajal medan yang lebih menantang seperti Senaru, Sembalum, dan  ke daerah Sekotong.





Kru sepeda litbang kehutanan BPTHHBK Mataram





Kru sepeda litbang kehutanan BPTHHBK Mataram

Kru naik sepeda litbang kehutanan bpthhbk mataram

Sepeda yang sedang parkir diatas bukit ketika istirahat



Tanjakan begitu tinggi, sehingga tidak kuat mengayuh sepeda dan harus turun

Para anggota gowes sedang mencoba jalan yang naik. Sepeda di stel gigi terendah

Salah seorang kru yang tidak kuat naik tanjakan, sehingga harus menuntun sepeda

Makan Bersama di Lombok Namanya Begibung

     Halo, teman-teman! Kali ini saya mau berbagi pengalaman saya yang pernah mendapat undangan makan dari teman dalam rangka maulid nabi. A...

Populer, Sist/Broo