Dalam dua dekade ini dunia politik di Indonesia diramaikan dengan fenomena artis yang ramai-ramai masuk kedunia politik. Beberapa artis sudah mapan di kursi legis latif maupun eksekutif. Lihat saja Dedy Mizwar, Rano Karno, Pasha Ungu, Miing, Ahmad Dhani, dan masih banyak yang lainnya.
Menurut Saya ini bukan fenomena yang biasa dalam dunia keartisan dan politik, ada saling keterkaitan antara semaraknya artis berpolitik dengan beberapa fenomena antara lain :
1. Berkurangnya pendapatan dari pekerjaan keartisan.
Dalam dua dekade terakhir ini, pendapatan artis dari music boom sudah sangat berkurang seiring dengan perkembangan dunia teknologi dan informasi. Tidak mampu nya dunia hiburan Indonesia dalam mengimbangi perkembangan teknologi menjadikan mereka tersisih dengan sendirinya. Sekarang ini orang sudah tidak susah dalam mendapatkan lagu favorit mereka. Dengan fasilitas internet, berbagai macam lagu dapat dinikmati dimana dan kapan saja, biasanya yang menikmati teknologi ini adalah dikaitkan dengan manusia milenial. Para manusia milenial ini tidak hanya menikmati musik lokal, akan tetapi cakupan nya sudah global. Musik yang berasal dari belahan dunia yang terpencil pun akan dapat didengarkan, sehingga masyarakat milenial memiliki banyak waktu luang untuk menikmati musik yang berasal dari belahan bumi mana saja. Akibatnya adalah waktu yang digunakan untuk mendengarkan musik lokal menjadi berkurang, waktu dapat saja dialihkan untuk mendengarkan musik yang bermacam.
Jika melihat menggunakan perhitungan ekonomi maka telah terjadi penurunan permintaan dari pasar akan musik lokal yang cukup sangat signifikan. Akibatnya beberapa artis kehilangan pendapatan yang besar dari ceruk pasar musik ini. Ini berarti juga industri yang menyertainya ikut terpengaruh kehilangan pendapatan yang besar. Manusia milenial dalam menikmati musik tidak lagi mengeluarkan uang untuk pergi ke toko kaset, akan tetapi mereka mengisi pulsa gadget mereka dengan kuota internet agar handphone mereka dapat terkoneksi dengan website atau aplikasi penyedia konten musik.
Sebagai contohnya adalah beberapa rumah produksi musik yang menjadi pabrik musik mengurangi omzet produksi atau bahkan ada yang gulung tikar. Sekitar tahun 2000 an masih banyak rumah produksi musik yang beriklan di televisi dan berbagai media iklan yang menawarkan album buatan mereka bersama dengan artis idaman, akan tetapi sekarang ini hal tersebut menjadi aneh dilakukan karena mungkin mereka berpikir bahwa pasar yang akan dituju kedepan nya belum jelas. Kondisi saat ini tentang musik mirip dengan dunia film Indonesia pada dekade 90 an, mati suri.
Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi hal tersebut saya rasa belum mencapai titik yang menggembirakan. Pemerintahan Presiden Joko Widodo membentuk Badan Ekonomi Kreatif, salah satu bidang yang menjadi konsentrasi nya adalah di bidang musik. Akan tetapi sampai saat ini gebrakkan nya menurut saya belum menggembirakan secara signifikan dalam bidang musik, karena dunia musik di tanah air masih lesu. Badan tersebut diisi oleh orang-orang yang dekat sekali dengan dunia keartisan, akan tetapi mereka masih seperti kebingungan mencari formulasi tepat untuk menyelesaikan masalah dibidang dunia musik tanah air.
2. Partai Politik Tidak Ingin Kehilangan Suara Dari Pemilih Milenial
Jika dibedakan dari sisi yang melatarbelakangi mengapa pemilih memilih maka saya akan membagi menjadi dua, pertama adalah pemilih yang memang karena kebutuhan ideologi dan yang kedua adalah pemilih yang masih berubah karena beberapa faktor. Untuk pemilih yang pertama maka Saya akan mengatakan bahwa pemilih karena faktor ideologi akan menentukan pilihannya pada pemilu secara rasional berdasar tujuan partai karena kesamaan visi misi tentang gambaran masyarakat yang diinginkan jika partai yang diusung menang. Sedangkan untuk pemilih yang kedua adalah pemilih yang akan menentukan pilihan berdasarkan feeling dan situasi. Kebanyakan pemilih model ini tidak begitu peduli dengan keadaan negara secara keseluruhan. Bisa jadi karena faktor pergaulan yang mengharuskan mereka untuk tidak terlibat dalam dunia politik secara intensif. Pemilih milenial biasanya adalah orang muda yang sedang belajar tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat negara. Kebanyakan pemilih milenial adalah pemilih yang sudah melek teknologi informasi dan sekaligus mereka adalah orang yang terlibat aktif didalamnya adalah sebagai media mencari hiburan semata, seperti media sosial, mendengarkan musik, menonton film, dan hanya sekedar mencari hiburan yang lainnya.
Untuk menjaring suara pada pemilih tipe yang kedua tersebut salah satunya adalah dengan menerjunkan artis-artis yang dianggap populer agar pada hari pemilihan suaranya diarahkan pada artis tersebut. Masih banyak pihak yang mempertanyakan kemampuan artis-artis ini terkait dengan tugas-tugas dibidang legislatif dan eksekutif yang berat, tapi toh itu tidak menjadi masalah, nanti juga bisa dipelajari. Artis menjadi magnet yang ampuh dalam meraih suara dalam jumlah yang besar. Beberapa keberhasilan yang sudah diraih dalam beberapa pemilu terakhir membuktikan betapa efektif untuk menggunakan artis menjadi gayung untuk mencari suara.
Menurut saya jika keadaan seperti ini dibiarkan oleh partai-partai di Indonesia ada kemungkinan untuk timbulnya matinya partai-partai secara ideologi, karena partai-partai akan diisi oleh orang yang kurang tahu ideologi partai yang akan diusung. Partai-partai akan kehilangan identitas dasar yang akan diperjuangkan oleh kader-kader nya. Sehingga dalam bekerja akan terpengaruh oleh situasi dan kondisi yang sedang berjalan.
Secara kuantitatif caleg artis akan mendatangkan pundi-pundi suara yang banyak untuk partainya, sehingga pada perhitungan di tingkat nasional akan menjadi modal yang besar untuk bertarung dengan partai-partai yang sudah mapan untuk meraih kursi di DPR. Menurut Saya ini adalah untuk mencari kekuasaan pada periode yang singkat. Jika hal ini dibiarkan dalam waktu yang lama, ada kemungkinan haluan ideologi partai berubah tidak lagi sesuai dengan ideologi ketika masa-masa kelahirannya.
Menurut Saya ini bukan fenomena yang biasa dalam dunia keartisan dan politik, ada saling keterkaitan antara semaraknya artis berpolitik dengan beberapa fenomena antara lain :
1. Berkurangnya pendapatan dari pekerjaan keartisan.
Dalam dua dekade terakhir ini, pendapatan artis dari music boom sudah sangat berkurang seiring dengan perkembangan dunia teknologi dan informasi. Tidak mampu nya dunia hiburan Indonesia dalam mengimbangi perkembangan teknologi menjadikan mereka tersisih dengan sendirinya. Sekarang ini orang sudah tidak susah dalam mendapatkan lagu favorit mereka. Dengan fasilitas internet, berbagai macam lagu dapat dinikmati dimana dan kapan saja, biasanya yang menikmati teknologi ini adalah dikaitkan dengan manusia milenial. Para manusia milenial ini tidak hanya menikmati musik lokal, akan tetapi cakupan nya sudah global. Musik yang berasal dari belahan dunia yang terpencil pun akan dapat didengarkan, sehingga masyarakat milenial memiliki banyak waktu luang untuk menikmati musik yang berasal dari belahan bumi mana saja. Akibatnya adalah waktu yang digunakan untuk mendengarkan musik lokal menjadi berkurang, waktu dapat saja dialihkan untuk mendengarkan musik yang bermacam.
Jika melihat menggunakan perhitungan ekonomi maka telah terjadi penurunan permintaan dari pasar akan musik lokal yang cukup sangat signifikan. Akibatnya beberapa artis kehilangan pendapatan yang besar dari ceruk pasar musik ini. Ini berarti juga industri yang menyertainya ikut terpengaruh kehilangan pendapatan yang besar. Manusia milenial dalam menikmati musik tidak lagi mengeluarkan uang untuk pergi ke toko kaset, akan tetapi mereka mengisi pulsa gadget mereka dengan kuota internet agar handphone mereka dapat terkoneksi dengan website atau aplikasi penyedia konten musik.
Sebagai contohnya adalah beberapa rumah produksi musik yang menjadi pabrik musik mengurangi omzet produksi atau bahkan ada yang gulung tikar. Sekitar tahun 2000 an masih banyak rumah produksi musik yang beriklan di televisi dan berbagai media iklan yang menawarkan album buatan mereka bersama dengan artis idaman, akan tetapi sekarang ini hal tersebut menjadi aneh dilakukan karena mungkin mereka berpikir bahwa pasar yang akan dituju kedepan nya belum jelas. Kondisi saat ini tentang musik mirip dengan dunia film Indonesia pada dekade 90 an, mati suri.
Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi hal tersebut saya rasa belum mencapai titik yang menggembirakan. Pemerintahan Presiden Joko Widodo membentuk Badan Ekonomi Kreatif, salah satu bidang yang menjadi konsentrasi nya adalah di bidang musik. Akan tetapi sampai saat ini gebrakkan nya menurut saya belum menggembirakan secara signifikan dalam bidang musik, karena dunia musik di tanah air masih lesu. Badan tersebut diisi oleh orang-orang yang dekat sekali dengan dunia keartisan, akan tetapi mereka masih seperti kebingungan mencari formulasi tepat untuk menyelesaikan masalah dibidang dunia musik tanah air.
2. Partai Politik Tidak Ingin Kehilangan Suara Dari Pemilih Milenial
Jika dibedakan dari sisi yang melatarbelakangi mengapa pemilih memilih maka saya akan membagi menjadi dua, pertama adalah pemilih yang memang karena kebutuhan ideologi dan yang kedua adalah pemilih yang masih berubah karena beberapa faktor. Untuk pemilih yang pertama maka Saya akan mengatakan bahwa pemilih karena faktor ideologi akan menentukan pilihannya pada pemilu secara rasional berdasar tujuan partai karena kesamaan visi misi tentang gambaran masyarakat yang diinginkan jika partai yang diusung menang. Sedangkan untuk pemilih yang kedua adalah pemilih yang akan menentukan pilihan berdasarkan feeling dan situasi. Kebanyakan pemilih model ini tidak begitu peduli dengan keadaan negara secara keseluruhan. Bisa jadi karena faktor pergaulan yang mengharuskan mereka untuk tidak terlibat dalam dunia politik secara intensif. Pemilih milenial biasanya adalah orang muda yang sedang belajar tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat negara. Kebanyakan pemilih milenial adalah pemilih yang sudah melek teknologi informasi dan sekaligus mereka adalah orang yang terlibat aktif didalamnya adalah sebagai media mencari hiburan semata, seperti media sosial, mendengarkan musik, menonton film, dan hanya sekedar mencari hiburan yang lainnya.
Untuk menjaring suara pada pemilih tipe yang kedua tersebut salah satunya adalah dengan menerjunkan artis-artis yang dianggap populer agar pada hari pemilihan suaranya diarahkan pada artis tersebut. Masih banyak pihak yang mempertanyakan kemampuan artis-artis ini terkait dengan tugas-tugas dibidang legislatif dan eksekutif yang berat, tapi toh itu tidak menjadi masalah, nanti juga bisa dipelajari. Artis menjadi magnet yang ampuh dalam meraih suara dalam jumlah yang besar. Beberapa keberhasilan yang sudah diraih dalam beberapa pemilu terakhir membuktikan betapa efektif untuk menggunakan artis menjadi gayung untuk mencari suara.
Menurut saya jika keadaan seperti ini dibiarkan oleh partai-partai di Indonesia ada kemungkinan untuk timbulnya matinya partai-partai secara ideologi, karena partai-partai akan diisi oleh orang yang kurang tahu ideologi partai yang akan diusung. Partai-partai akan kehilangan identitas dasar yang akan diperjuangkan oleh kader-kader nya. Sehingga dalam bekerja akan terpengaruh oleh situasi dan kondisi yang sedang berjalan.
Secara kuantitatif caleg artis akan mendatangkan pundi-pundi suara yang banyak untuk partainya, sehingga pada perhitungan di tingkat nasional akan menjadi modal yang besar untuk bertarung dengan partai-partai yang sudah mapan untuk meraih kursi di DPR. Menurut Saya ini adalah untuk mencari kekuasaan pada periode yang singkat. Jika hal ini dibiarkan dalam waktu yang lama, ada kemungkinan haluan ideologi partai berubah tidak lagi sesuai dengan ideologi ketika masa-masa kelahirannya.
Gambar ilustrasi. Pemilih milenial banyak memanfaatkan ruang publik untuk mencari kesenangan pribadi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Porn, Racism, Sadism