Selasa, 16 Februari 2010

Wayang di Jogja


Ki Joko adalah salah seorang dalang yang cukup ternama di kota Jogja. Tidak jarang ia terbang ke berbagai tempat untuk menggelar pementasan wayang kulit. Beberapa kali aku menonton Ki Joko memainkan wayang di Sasono Hinggil yang terletak di sebelah utara Alun-alun Kidul. Biasanya pertunjukan itu diadakan setiap minggu kedua dan keempat, dimulai pada pukul 21.00 WIB. Tempat lainnya yang sering dipakai untuk pementasan wayang adalah Bangsal Sri Manganti yang terletak di Keraton Yogyakarta. Wayang Kulit di bangsal tersebut hanya dipentaskan selama dua jam mulai pukul 10.00 WIB setiap hari Sabtu. Setiap kali aku menonton aksi Ki Joko, aku harus membayar tiket lima ribu perak.

Sebagai orang Jawa, aku juga sedikit mengenal salah satu budaya tersebut. Menurut buku yang aku baca, wayang kulit adalah seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari setengah milenium. Kemunculannya memiliki cerita tersendiri, terkait dengan masuknya Islam di tanah Jawa. Sunan Kalijaga menciptakannya dengan mengadopsi Wayang Beber yang berkembang pada masa kejayaan Hindu- Budha. Adopsi itu dilakukan karena wayang terlanjur lekat dengan orang Jawa sehingga menjadi media yang tepat untuk dakwah menyebarkan Islam. Wayang adalah sebuah alat komunikasi massa yang sangat efektif dalam masyarakat Jawa. Ketika aku membaca sebuah buku tentang sejarah Wayang Jawa, aku Ternyata cerita wayang bersumber dari beberapa

kitab tua. Selain Ramayana dan Mahabharata yang terkenal itu, ada pula Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Kini, juga terdapat buku-buku yang memuat lakon gubahan dan karangan yang selama ratusan tahun telah disukai masyarakat Abimanyu kerem, Doraweca, Suryatmaja Maling dan sebagainya. Diantara semua kitab tua yang dipakai, Kitab Purwakanda adalah yang paling sering digunakan olehdalang-dalang dari Kraton Yogyakarta. Pagelaran wayang kulit dimulai ketika sang dalang telah mengeluarkan gunungan. Sebuah pagelaran wayang semalam suntuk gaya Yogyakarta dibagi dalam 3 babak yang memiliki 7 jejeran (adegan) dan 7 adegan perang. Babak pertama, disebut pathet lasem, memiliki 3 jejeran dan 2 adegan perang yang diiringi gending-gending pathet lasem. Pathet Sanga yang menjadi babak kedua memiliki 2 jejeran dan 2 adegan perang, sementara Pathet Manura yang menjadi babak ketiga mempunyai 2 jejeran dan 3 adegan perang. Salah satu bagian yang paling dinanti banyak orang pada setiap pagelaran wayang adalah gara-gara yang menyajikan guyonan-guyonan khas Jawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Porn, Racism, Sadism

Makan Bersama di Lombok Namanya Begibung

     Halo, teman-teman! Kali ini saya mau berbagi pengalaman saya yang pernah mendapat undangan makan dari teman dalam rangka maulid nabi. A...

Populer, Sist/Broo