Tampilkan postingan dengan label Way of Life. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Way of Life. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 April 2020

Cerita Singkat ke Pulau Timor, NTT

Beberapa tahun yang lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi mutiara di timur Indonesia, Pulau Timor. Walaupun sudah berlangsung beberapa tahun yang lalu, akan tetapi memori itu masih teringat jelas. Saya terbang dari Surabaya sekitar dua jam menggunakan pesawat Lion. Kala itu adalah penerbangan pertama saya ke bagian Indonesia timur. Saya bersama tiga teman yang lain memilih menggunakan satu pesawat agar bisa berangkat dan sampai bersamaan, dan yang jelas biar tidak bingung ketika dijalan. Selain itu ongkos untuk naik taksi  dapat dibuat patungan sehingga tidak terlalu menguras kantong.

Waktu itu penerbangan belum ramai, sehingga tiketnya agak sedikit mahal jika dibanding dengan sekarang.Didalam pesawat, kami berada pada baris tempat duduk yang sama. Saya memilih untuk duduk didekat jendela agar bisa melihat-lihat pemandangan dan biar tidak bosan didalam pesawat, tahu sendiri waktu dua jam didalam pesawat rasanya seperti dua tahun jika kita didarat. Pingin cepet-cepet nyampai soalnya. Setelah pesawat terbang, kami mengobrol dengan topik kesana kemari. Beberapa saat kemudian saya memperhatikan teman-teman saya lebih memilih tidur mungkin karena saking capeknya, mungkin waktu itu dalam bulan puasa, energinya sudah mulai berkurang.


Saya pun mungkin tanpa sadar telah tidur diatas pesawat, karena tiba-tiba saja  pesawat sudah berada di selatan Pulau Flores. Dan setelah itu, pilot mengarahkan pesawat kearah selatan menuju Pulau Timor. Pesawat sudah mulai diturunkan dari ketinggian, dan kami dapat lebih jelas melihat yang ada di bawah kami, misalnya kapal, atau gedung-gedung di Pulau Timor. Tampaknya kami harus menunggu agak lama untuk landing, mungkin pada waktu itu Bandara Eltari Kupang sedang sibuk-sibuknya. Pesawat yang kami tumpangi sesekali terbang diatas pulau sebelum kembali lagi keatas laut, karena posisinya berputar. Kota Kupang sudah terlihat dari atas pesawat, akan tetapi kami di PHP terus sampai beberapa kali putaran, saya kira sudah mau turun eh tahu-tahu mutar dan mutar lagi. Selama terbang rendah, tiba-tiba teman yang berada disamping saya bertanya kepada saya karena melihat saya dalam keadaan gelisah dengan memegang-megang telinga. Itulah pertama kali saya sangat tidak nyaman, rasanya pingin cepat sampai agar perasaan menjadi plong. Ketika saat itu saya  kepikiran lebih memilih tiduran di rumah gubuk yang jelek yang penting dapat membuat hati nyaman. Atap bocor, dipan yang jelek tidak apa-apa yang penting hidup nyaman, dari pada naik pesawat akan tetapi tersiksa karena ternyata kuping saya terasa sangat sakit.

Waktu yang dibutuhkan untuk berputar-putar oleh pesawat sekitar seperempat jam akan tetapi rasanya seperti dua tahun karena kuping saya terasa sangat sakit. Kemudian teman saya yang tahu kondisi saya seperti itu menyarankan agar mengunyah ludah dan menggerakan mulut. Dan ternyata gerakan mulut tersebut membantu walaupun tidak sepenuhnya hilang rasa sakit.

Rasa syukur yang paling ikhlas adalah ketika pesawat sudah benar-benar landing. Rasanya sangat plong, sangat senang sekali karena seperti hidup kembali setelah berperang dari rasa takut.
Sampai bandara kami langsung mencari taksi agar sampai di lokasi tepat waktu, karena panitia sudah mewanti-wanti kalau datangnya telat akan ditinggal menuju Soe. Beberapa tukang taksi menawarkan kepada kami angkutan ke lokasi yang kami tuju. Waktu itu kami memilih taksi akan tetapi kondisinya terlihat kurang baik karena mungkin faktor usia kendaraan. Harga yang ditawarkan sopir taksi sekitar 70 an ribu Rupiah pada waktu itu. Kami tidak berpikir panjang dan langsung memasukan barang bawaan kami kedalam taksi. Tidak butuh waktu lama bapak taksi mengantar kami ke tempat yang dituju. Sesampainya di lokasi yang menjadi tempat tujuan, ternyata rombongan kami datang paling telat. Sementara itu, peserta yang berasal dari tempat lain sudah baris di lapangan upacara, dan ini memalukan saudara.

Kami setelah itu di atur untuk menata tas di tempat tertentu kemudiaan baru kami masuk kedalam barisan. Beberapa kali kami disuruh berhitung untuk memastikan jumlah kami yang sebenarnya. setelah jumlahnya pas, kami diarahkan untuk memasuki bus dengan ukuran nanggung yaitu 2/3. Setelah berjalan beberapa saat, supir mengarahkan bus kearah wilayah Timor Leste, ya kami lewat jalan lintas Timor, jika lurus terus akan sampai negara tetangga, Timor Leste. Itu rasanya seperti berpetualang ke tempat baru, karena baru kali ini saya menikmati pemandangan yang luar biasa dan belum pernah saya lihat sebelumnya.



Ketika kami masih berada di Kota Kupang, saya melihat suasana ramainya kota dengan aktivitas warganya. Beberapa pasar masih buka dengan aktivitasnya menawarkan dagangan kepada pembeli. Saya juga perhatikan perhatikan anak-anak sekolah yang terlihat bersemangat menuntut ilmu. Ketika saya lewat, mereka sedang berkumpul didepan sekolah untuk menunggu kendaraan. Rupanya waktu itu merupakan jam pulang sekolah. Sekolah-sekolah masih nampak kurang sedap dipandang. Mungkin ini yang disebut banyak orang dengan fasilitas pendidikan dibagian timur Indonesia tertinggal. Padahal yang saya lihat berlokasi di tepi kota provinsi tepat nya di jalan lintas negara yang menghubungkan hingga Timor Leste. Gedung-gedung sekolah kurang layak jika menggunakan standar Indonesia bagian barat apalagi Jakarta. Banyak bangunan sekolah terlihat usang dan butuh segera untuk direnovasi. Halaman sekolah terlihat berdebu, tahu sendiri jika jam istirahat tiba, pasti debunya berterbangan karena anak-anak bermain-main disana. Dan hal ini dapat mengganggu kesehatan warga sekolah.

Lanjut lagi ke anak sekolah yang sedang menunggu angkutan umum tadi, rupa-rupanya anak-anak sekolah ini memilih-milih angkutan mana yang akan dinaiki. Padahal didepan sekolah sudah berjejer angkutan yang siap berangkat, akan tetapi kelihatannya anak-anak tadi menunggu untuk angkutan yang terlihat baik. Beberapa angkutan umum disana terlihat di dandani. Mungkin tujuannya untuk menarik penumpang agar mau naik. Desain baik interior atau bagian dalam dan eksterior atau bagian luar kendaraan tidak luput dari objek yang di dandani. Bagian luar mobil di cat dengan warna-warni yang menarik dan gambar yang mencolok, kadang ditambahi tulisan-tulisan yang menggigit. Ya, mirip dengan tulisan-tulisan dibelakang bak truk di Jawa. Kemudian bagian dalam kendaraan didandani seperti sebuah disko. Yang jelas yaitu ada speaker yang suaranya sekelas mesin jet tempur. Betapa bisingnya jika orang yang tidak biasa naik kendaraan tersebut tiba-tiba dengan terpaksa harus naik. Menurut saya bisingnya tidak masalah untuk orang lokal, malah mungkin menghibur. Toh adanya speaker yang di setting keras pada setiap kendaraan umum disana bukannya menandakan jika menyetel musik keras-keras merupakan suatu habitus, atau kebiasaan yang diamini kebenarannya oleh orang-orang disana. Rupanya setiap daerah memiliki caranya masing-masing untuk menghibur diri. Warga sini meluapkannya dengan musik-musik yang mereka stel di dalam kendaraan umum. Sebagian besar orang-orang di NTT memiliki cita rasa musik yang tinggi. Saya belum tahu sebabnya kenapa, praduga saya mungkin berkaitan dengan budaya masyarakat disana yang sebagian besar penganut Agama Nasrani. Mereka dituntut di gereja-gereja untuk dapat menyanyikan lagu karena merupakan bagian dari kegiatan ibadah. Menurut saya hal ini yang menyemangati masyarakat disana cinta dengan musik. Semoga saja generasi muda disini bukan hanya cinta musik saja akan tetapi juga menghargai pendidikan. Semoga semangat musik yang di putar keras-keras didalam angkutan umum disana ikut menyemangati anak-anak muda disini untuk giat belajar, sehingga menjadi modal dimasa yang akan datang dalam membangun didaerah yang menurut saya gersang ini.


Betapa tidak, lahan dikanan kiri jalan didominasi oleh bebatuan. Saya sempat membayangkan betapa sulitnya warga disini mendapatkan air. Tapi semoga saja ada sumber air yang mudah didapat. Seperti moto yang terkenal yaitu 'sumber air su dekat". Ketika berada di luar daerah sini atau ketika berada di Jawa, saya kurang meresapi kata-kata legend tadi. Tapi setelah berkunjung langsung ke Pulau Timor, saya merasakan secara langsung betapa sulitnya masyarakat mendapatkan air. Padahal air adalah sumber kehidupan yang menghidupkan bumi. Jalan-jalan terlihat kering dan berdebu, tidak gampang menemukan areal persawahan, jika pun menemukan itu merupakan pemandangan yang langka. Hanya beberapa lokasi saja yang masih bisa ditemui persawahan. Beberapa bagian jalan ternyata sedang ada proyek drainase. Beberapa pekerja seperti terlihat berkemah pada wilayah tertentu ditengah hutan yang jauh dari permukiman. Tumpukan semen terlihat disamping tenda, dan biasanya disampingnya ada kolam buatan yang terbuat dari terpal. Entah sudah berapa lama para pekerja yang mengerjakan proyek tersebut tinggal disana, yang jelas mereka bekerja jauh dari permukimanan, dan kemungkinan mereka juga tinggal disana.


Bis 2/3 yang di kendarai masih terus melaju dengan kecepatan yang lumayan tinggi, padahal sebagian besar jalannya naik  turun dan tikungan. Tapi tidak masalah kita percaya saja kepada pak supir, karena mereka yang sudah tahu medan. Jalan mulai terlihat ekstrim ketika memasuki Kabupaten Timor Tengah Selatan. Jalanannya kadang naik, kadang turun, dan di tambah dengan kelokan yang tidak putus. Suasana mulai terasa dingin. Karena arah bis menuju daerah dataran tinggi. Dingin tapi kering, dan kami harus bersiap-siap agar kulit tidak pecah-pecah. Saya pernah baca artikel, bahwa penggunaan krim kulit yang tepat dapat mengurangi kulit pecah-pecah jika kita memasuki daerah baru yang cuacanya berbeda dengan daerah tinggal sebelumnya.

Dalam perjalannya saya begitu menikmati, sesekali pandangan  saya arahkan keluar kaca jendela bis. Saya tertarik karena jarang-jarang saya bisa melihat pemandangan ditempat yang baru. Jiwa petualang saya muncul dimana kenikmatan seorang petualang dapat dilihat ketika dapat menikmatai jenggal tanah dimana dipijak. Biasanya saya hanya melewati daerah dimana biasa saya tinggal, akan tetapi kali ini keluar kandang dan berada jauh dari habitat asli. Kinilah saatnya dapat kesempatan berada di luar tempat biasa tinggal. Seluruh panca indera saya tempatkan pada lokasi tersebut. Seolah kita menyatu dengan latar sosial dan budaya setempat. Berusaha memahami kearifan lokal dari sudut pandang mereka. Tanpa dipertentangkan dengan budaya yang kita bawa. Menurut saya inilah yang disebut dengan toleransi. Walaupaun rasanya untuk seratus persen berempati kepada daerah yang baru dikunjungi itu sulit. Karena kita masih membawa latar belakang dari mana kita berada. Kita masih membawa ego kita dari mana berasal. Seolah apa yang ada pada diri kita ini adalah yang terbaik di dunia, orang diluar kita hanya memiliki sebagian kebaikan yang kita miliki. Inilah pikiran yang kadang saya alami ketika berada di tempat baru. Konflik batin antara mau menyesuaikan dengan lingkungan setempat dengan pertentangan dengan nilai-nilai latar belakang dari mana kita berasal kadang membuat  pusing sendiri. Akan tetapi menurut saya jalan terbaik adalah kita harus melepas ego sejenak untuk menjadi bagian lain. Menurut saya hal ini tidak ada salahnya karena akan mendekatkan diri kita pada lingkungan setempat. Pengabaian terhadap nilai-nilai lokal dimana kita berada justru akan mendekatkan pada konflik dengan masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan penduduk lokal akan merasa tidak dihargai dengan budaya mereka. Penduduk lokal merasa terancam dengan orang luar yang akan menghancurkan status kuo mereka. Warga lokal perlu dihargai soal eksistensi mereka, walaupun jumlah mereka kecil, tidak ada salahnya untuk mengangkat hati mereka karena mereka juga bagian dari kita, akan tetapi karena tidak tinggal bersama akan menghasilkan keyakinan yang berbeda.

Setelah saya sampai pada lokasi yang dituju kemudian semua rombongan bergegas untuk mengambil barang bawaan yang sebagian besar ditaruh diatap bis. Selang tidak lama kemudian dari panitia membagikan kunci kamar untuk segera ditempati. Waktu itu malam, dan lokasi penginapan berada di tengah hutan, jauh dari perumahan penduduk. Terdengan suara hewan dan serangga yang ikut meramaikan suasana. Bisa dibayangkan jika tidak ada hewan dan serangga tersebut suasana begitu hening. Mungkin ini salahsatu cara Tuhan menghibur mahluknya yang lelah dari perjalanan untuk segera dapat beristirahat dengan nyaman agar menyatu dengan alam. Waktu itu dingin menggigit hingga ketulang. Jaket yang saya bawa ternyata belum mampu menghangatkan badan. Ini hal yang tidak saya sangka-sangka sebelumnya. Suasana yang dingin seperti saat itu pernah saya alami yaitu ketika mendaki  Gunung Merapi yang berada diperbatasan Provinsi DIY dan Jawa Tengah. Namun, nasi sudah menjadi bubur dan menurut saya tidak ada yang disesali karena kurangnya persiapan dan informasi yang saya dengar tentang daerah ini, yaudah kita jalan sesuai air, mengalir tanpa beban, justru beban sesungguhnya adalah pikiran kita sendiri yang banyak mengeluh. Lantas strategi yang saya lakukan adalah dengan menambah baju di badan saya. Akan tetapi hal ini tidak berhasil menghangatkan badan. Akibatnya, tidur saya tidak bisa nyenyak. Malam itu saya jadi sering bangun karena rasa dingin yang luar biasa. Dan yang saya takutkan adalah kondisi badan drop karena kondisi seperti ini. Tapi Alhamdulillah, badan saya masih diberi kesehatan untuk mejalani hari-hari di asrama.

Kegiatan di Soe dilakukan didalam ruangan. Dalam satu minggu masuk enam hari, dan waktunya ful dari pagi hingga sore hari. Suntuk memang suntuk jika mengunakan standar diri pribadi ini, karena memang saya orangnya ingin yang bebas tidak terikat banyak aturan. Jika pada hari libur tiba, kami menyempatkan mengunjungi lokasi yang ada disekitar lokasi kami berada. Kami mengunjungi arboretrum alias hutan buatan untuk menikmati alam. Atau sesekali kami mengunjungi melihat pemandangan didaerah padang rumput yang terkenal dengan sunsetnya. Selama disini saya berusaha berinteraksi dengan penduduk sekitar misalnya dengan membeli kebutuhan harian di warung-warung yang berada disekitar lokasi diklat. Adapula dari kami yang menikmati didalam kamar dengan bermain game yang kala itu Counter Strike lagi populer-populernya. Beberapa kali ikut main CS dengan teman-teman yang lain dengan menggunakan wifi, dan kami memainkan game itu di kamar masing-masing, dan hal sederhana ini mampu mengurangi rasa suntuk didalam asrama.

Pasar di Kota Kupang

Anak-anak sekolah sepulang sekolah

Hutan didekat lokasi diklat

Ke padang rumput menikmati pemandangan
 
Bersosialisasi dengan orang lokal

Acara Diklat

Menikmati sunset


Jumat, 10 April 2020

Capung-Capung yang Malang

Ini adalah jenis capung yang sudah mulai langka keberadaannya di alam. Ketika kecil, saya sering menjumpai robongan capung yang terbang pada suatu tanah lapang. Kadang, saya dan teman sepermainan sangat senang mengejar sampai mau terjatuh karena tidak memperhatikan sekeliling. Jumlahnya begitu banyak pada waktu itu sehingga menjadi penghias di tanah lapang.  Akan tetapi sekarang ini, sangat jarang dijumpai. Dimanakah capung yang berwana-warni yang dulu terbang bebas bak angin yang berhembus tanpa halangan. Apakah pergi kesuatu tempat dan tidak ada seorang pun dapat memberitahu dimana lokasi itu. 

Ternyata capung-capung itu  tergeser oleh jaman. Jaman yang banyak orang disebut dengan jaman modern yang tujuannya tidak berarah. Maafkanlah wahai Alam, para manusia sudah tidak begitu tertarik dengan kamu. Bukannya tidak perduli, cuma para manusia melihat dari jauh keindahan modernitas tanpa memperdulikan kamu. Para manusia melihat harapan modernitas bak cahaya penolong. Para manusia ingin terlepas dari kemiskinan, ketertinggalan, dengan logika modernitas. Manusia ingin mengejar harta  dunia dimana berbagai manusia dari belahan bumi yang lain juga turut berlomba mencarinya. Jika tidak cepat berlari, maka kami sebagai manusia khawatir tidak akan dapat bagian dari dunia ini. Segala cara sudah kami usahakan untuk mencari harta dunia ini. Lihatlah berapa juta hektar lahan yang kami keruk untuk diambil emas, batubara, besi, minyak, dan berbagai kekayaan bumi lainnya. Lihatlah, kami sebagai manusia membabat, dan membakar hutan. Lihatlah kami manusia mendatangi lautan yang luas nan dalam untuk mengeruk ikan-ikan disana untuk dibuat makanan yang kami anggap lezat. Kadang kami keblablasan mengambil semau nafsu kami, tanpa melihat kedepan. Kami tidak tahu harus sampai kapan seperti ini, yang jelas kami akan selalu berlomba untuk mengeruk harta di bumi. Rasa empati kami terkubur oleh nafsu kami yang kadang tidak kami pahami. Sesaat hati kami merasa tersayat ketika melihat berita banjir, kebakaran hutan, longsor, pencemaran laut, pencemaran sungai dan bencana lain yang mengorbankan saudara kami yang tidak berdosa. Namun apalah kejadian semacam itu tidak benar-benar mengingatkan kami pada kuasa alam yang lebih besar. Kami sering dilupakan oleh waktu yang lama kelamaan peristiwa seperti itu hilang dari ingatan kami. Dan kami pun mulai beraktivitas kembali seperti semula seperti tidak ada kejadian yang memeringatkan kami sebelumnya. Kami terus-menerus merusak alam untuk kami keruk hartanya tanpa melihat mahluk hidup lain di bumi.

Mungkin kami adalah manusia yang memang tempatnya lalai dari melihat fakta. Jiwa kami adalah jiwa yang haus (kekuasaan, harta, pengakuan). Kami ingin mendapatkan harta yang lebih, melebihi apa yang sudah kami dapatkan pada waktu ini. Kami semakin haus yang tidak berujung. Tanpa sadar, kami telah mengorbankan memori kami sendiri yaitu tentang capung dimasa muda kami. Kami sadar, kami belum rela melepas memori masa kecil kami. Ternyata masa kecil kami begitu indah, hingga kami ingin kembali ke masa dulu melihat dan mengejar capung yang banyak di tanah lapang. 


Selasa, 07 April 2020

Mendaki Gunung dan Sedikit Tentang Persiapannya


Ketika akan mendaki gunung, persiapan yang matang menentukan sukses tidaknya pendakian. Yang paling utama dari persiapan itu adalah mempersiapkan untuk keselamatan diri dan lingkungan. Hal ini dikarenakan gunung merupakan lokasi asing yang jauh dari keramain, sehingga jika terjadi hal yang tidak diinginkan paling tidak sudah memiliki bekal untuk penyelamatan. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah tabung oksigen. Apakah yang akan terjadi jika pendaki gunung tidak menggunakan alat bantu oksigen? ya nanti gampang capek atau kelelahan. Alat bantu oksigen memiliki peran penting ketika mendaki. Ia membantu pendaki untuk mencukupi kebutuhan oksigen yang jumlahnya menipis ketika di daerah tinggi. Misalnya ketika mendaki Puncak Gunung Rinjani yang ketinggiannya mencapai 3.700 an meter. Didaerah puncak gunung atau semakin tinggi suatu lokasi, kandungan oksigennya semakin menipis, untuk itu sangat berbahaya jika pendaki nekat alias memaksakan naik puncak tanpa perlengkapan oksigen yang memadai. Hal yang sangat mudah dirasakan ketika pendaki mencapai ketinggian seperti itu yaitu badan cepat capek. Kadang malah pendaki merasa pusing. Pada ketinggian tersebut jangan memamerkan kemampuan fisik kita pada orang lain kalau kita kuat. Kenyataannya pada ketinggian tersebut anggota badan terutama paru-paru, jantung, dan otak membutuhkan oksigen dalam jumlah yang cukup. Untuk mencukupinya cukup menggunakan oksigen botolan yang dapat di beli di apotek terdekat.

Kemampuan beradaptasi pada lingkungan baru juga diperlukan ketika melakukan pendakian. Kenapa pendaki harus beradaptasi? ya agar kita merasa padu dengan alam. Jika tidak memiliki kemampuan beradaptasi pada tempat baru mending tidak usah mendaki, daripada nanti malah menyusahkan orang-orang dan alam disekitar. Perlu diingat bahwa ketika mendaki kita berada di luar lingkungan sehari-hari dimana biasa kita hidup. Ketika mendaki kita berada di alam yang mana semua mahluk berhak untuk menikmati. perlu diingat bahwa kita berada di alam bukan untuk diri kita pribadi akan tetapi masih banyak mahluk Tuhan yang berada disekitar kita. Anggaplah kita sedang hidup bersama mereka, karena mereka juga kalau bisa berbicara akan mengungkapkan hal yang sama. Maka menjaga alam adalah cara adaptasi yang dianjurkan bagi para pendaki. Bawalah kembali ke bawah sampah kedalam tas, jangan membakar sembarangan, jangan merusak pohon, dan hiduplah secara harmoni dengan alam sekitar.

Jangan berpikiran untuk segera sampai di puncak. Kalau setiap pendaki pemikirannya seperti itu maka berarti mereka adalah pendaki yang tidak bisa menikmati alam. Nikmatilah setiap proses yang ada, misalnya ketika mendaki gunung yang tinggi, langkah-demi langkah maupun hembusan udara yang kita hirup harus dapat dirasakan. Menyatu dengan alam dengan merasakan dengan setiap panca indera kita, bahwa kita sedang berada di suatu lokasi yang mana setiap detik suasananya layak untuk dinikmati. Mendaki gunung tinggi sekalipun tidak akan terasa capek. Mengapa ketika jalan mendaki kalau jalan kaki rasanya berat?ya karena gaya gravitasi memungkinkan orang untuk nyaman berjalan di bumi yang datar dari pada harus mendaki atau menuruni lembah. Ketika menurui lembah, maka gaya gravitasi akan mendorong pendaki untuk berjalan lebih cepat. Jika tidak hati-hati, pendaki akan mudah terpeleset. Begitu juga sebaliknya, ketika jalan naik, seolah tubuh kita di tahan tidak boleh menjauh dari bumi. Jadi ingatlah teori apel jatuh akan ke bumi. Batu yang dilempar keatas akhirnya tidak kuat dan kemudian kembali lagi kebumi. Selain itu yang membuat berat yaitu pola pikir pendaki itu sendiri. Makanya seorang pendaki harus optimis dan berpikiran positif, bahwa setiap langkah yang dijalankan akan membawa ke puncak, walaupun membutuhkan waktu yang lama. Itulah kenapa mendaki gunung merupakan salahsatu latihan mental yang dianjurkan untuk setiap orang yang kurang memiliki mentalitas perjuangan hidup yang gigih. Dengan mendaki gunung akan melatih seseorang  untuk menjadi seorang yang pemberani,  pantang menyerah, dan siap menghadapi berbagai tantangan didepan mata.

Jangan lupa untuk menyiapkan logistik yang cukup. Ketika logistik mencukupi akan membuat hati dan pikiran nyaman. Selain itu perlengkapan keselamatan perlu juga diperhatikan. Apakah jaket parka cocok untuk mendaki gunung? ya tergantung. Untuk mendaki membutuhkan perlengkapan, akan tetapi tidak semua perlengkapan dapat dibawa ketika mendaki, kecuali jika bawa porter sendiri. Akan sangat sulit jika semua kebutuhan di rumah kita bawa ke pendakian. Hey Broo, ini mendaki bukan pindahan rumah atau pindahan kos-kosan. JIka kita membawa perlengkapan berlebihan malah akan sangat merepotkan pendaki. Bukannya menikmati pendakitan, malah pendaki itu sendiri susah karena kebanyakan barang bawaan. Nah, bawalah perlengkapan dan peralatan yang sesuai dengan kebutuhan ketika melakukan pendakian. Misalnya berkaitan dengan waktu, ketika mendaki tidak terlalu lama, misalnya mendaki Gunung Merapi atau mendaki Puncak Sikunir, maka tidak memerlukan perlengkapan yang banyak, secukupnya saja. Jaket yang nyaman merupakan pilihan yang harus diutamakan ketika mendaki dalam waktu singkat,  atau juga bawa makanan dan minuman secukupnya. Akan tetapi ketika mendaki dan diperlukan membutuhkan waktu berhari-hari maka perlu memperhitungkan kebutuhan harian hingga berakhirnya pendakian. Perlu di list, kebutuhan untuk hari pertama sampai hari terakhir pendakian. Namun ingat bahwa bawalah yang menjadi kebutuhan saja. 










Sabtu, 21 Desember 2019

And the Memories Bring Back (Mengenang Almarhum Mbah)

Pernah dulu ketika kecil, Saya diajak Mbah pergi kesawah untuk memetik buah timun. Jarak dari rumah mbah ke kebun sekitar satu kilo, untuk menuju kesana, kami dengan berjalan kaki. Walaupun sudah berumur, langkah Mbah masih panjang yang menandakan bahwa Mbah adalah orang cekatan. Cara berjalannya begitu cepat sampai membuat saya yang waktu itu sekitar masih duduk di bangku MI kesulitan mengimbangi langkah Mbah. Selain itu, Mbah merupakan petani bertangan dingin. Mbah dapat mengerjakan pekerjaan disawah sendiri mulai dari mencangkul sampai memanen, dan itu semua dapat menghasilkan panen  lumayan bagus. Cuma karena keterbatasan waktu, Mbah banyak meminta tolong tetangga untuk membantunya di sawah. Hal ini karena tidak mungkin untuk dilakukan seorang diri untuk mengurus sawah.

Menurut Saya, semangatnya pergi kesawah tidak dapat ditandingi oleh siapapun. Ia adalah sosok petani ulet. Beliau begitu menjiwai sebagai seorang petani dimana kalau tidak pergi ke sawah dalam beberapa hari maka akan merasakan kebosanan yang luar biasa. Karena seringnya di sawah hingga membuat Saya jarang ketemu Mbah ketika mengunjungi rumah beliau. Seseorang yang sudah menjiwai dengan pekerjaannya akan berdampak baik pada hasil, misalnya Mbah mampu meningkatkan hasil panen padi dan palawija. Karena dedikasi dan semangatnya, Mbah mengubah nasibnya dari yang dulu adalah petani gurem menjadi petani berhasil di desa. Sekitar satu tahun terakhir ini Mbah tidak mengerjakan pekerjaan di sawah karena usianya. Beberapa faktor yang menjadikan Mbah berhenti yaitu karena sudah dilarang oleh anak cucunya. Beberapa kali Mbah terjatuh di pematang sawah karena merasa pusing. Ia sering bolak-balik Puskesmas karena terluka terjatuh, bahkan pernah terjatuh hingga tidak bisa berjalan. Mungkin hal ini karena umur yang sudah mulai menua yakni mendekati 90 tahun. 

Sepeda ontel menjadi kendaraan favoritnya. Saya teringat dulu ketika kelas tiga MI, diajak Mbah untuk tidur di rumahnya, diiming-imingi jika di rumah Mbah ada saudara yang bisa dijadikan saya teman, padahal sebenarnya tidak ada..hehe. Karena Beliau tahu bahwa kalau tidak di begitukan, Saya tidak akan ikut. Mungkin itu cara Mbah agar cucunya dapat tidur di rumahnya. Dengan menggunakan sepeda ontel saya dibonceng dengan menempuh jarak empat kilo meter. Diperjalanan, Saya merasakan kebahagiaan Mbah. Entah karena berhasil mengajak Saya sebagai cucu pergi ke rumahnya atau entah karena sesuatu hal. Dalam perjalanan ternyata Mbah menghibur dengan caranya sendiri yaitu  bersholawat. Bersholawat mungkin menjadikan hati Beliau menjadi bahagia dan melupakan jika sedang megayuh sepeda dengan berat. Momen lain  mbah naik sepeda yaitu ketika hari sabtu, Mbah sering mampir kerumah dengan menggunakan sepeda. Tujuan utamanya adalah mengikuti pengajian di Masjid di sebelah barat Alun-alun Kutowinangun. Beliau menyempatkan mampir hanya untuk sekedar minum teh, sembari bersilaturahim dengan anak cucu.

Mbah itu orangnya sangat peduli dengan anak cucunya. Setiap kali saya mengunjungi rumahnya, Beliau selalu meminta saya sebelum pulang untuk makan dulu. Cara seperti ini rupanya menjadi salahsatu nilai kearifan yang dimiliki oleh Mbah. Ketika saya menolak karena alasan masih kenyang, Beliau berkata, "sedikit aja gak papa yang penting sudah mencicipi nasinya milik Mbah". Orang desa tidak akan membiarkan tamunya pulang sebelum makan. Belum pernah rasanya saya ketika berkunjung tidak makan, walaupun dengan alasan apapun, misalnya saya sudah berkata "saya sudah makan". Selalu ada cara untuk mengajak tamunya makan. Kadang Mbah meminta salah seorang cucunya yang tinggal bersamanya memasakan sesuatu jika di meja makan lauknya kurang. Atau mencarikan lauk di warung agar makanan yang dihidangkan layak dinikmati. Saya sebenarnya tidak menuntut lauk yang serba wahh, nasi dan tempe saja sudah cukup bagi Saya. Akan tetapi Mbah lain, Beliau tidak ingin seadanya untuk anak cucunya.

Selama hidup, Mbah merupakan sosok yang ramah, dan cinta kepada keluarga. Menurut Saya harus menjadi contoh bagi anak muda. Pengorbanannya untuk membesarkan putra-putrinya menurut saya tergolong berhasil. Dapat dibayangkan ketika dulu membesarkan ibu, bude, paman, dan bibi dalam suasana yang penuh keprihatinan. Mbah bukanlah sosok orang kaya dikampungnya. Ia adalah manusia biasa yang bersahaja. Akan tetapi cita-citanya sangat luhur, bahkan melampaui status nya. Mbah pernah bilang kepada saya "Jangan sampai anak cucu ku seperti saya, harus lebih dari saya". Dari kata tersebut dapat dirasakan bahwa, Mbah adalah sosok pejuang sejati terutama buat keluarganya. Ia rela membanting tulang mencari nafkah agar anak cucucnya menjadi orang-orang yang serba kecukupan, bukan seperti dia. Cukup buat Saya saja, kata Mbah. 

Namun pada waktu pagi tanggal 26 November 2019 semua berubah setelah saudara yang tinggal bersama Mbah mengabarkan lewat telpon kalau Mbah sudah tidak ada. Tanggal itu merupakan langkah terakhir mbah tinggal di dunia. Tidak dapat disangka-sangka, karena tidak ada tanda-tanda yang mengarah Mbah akan dipanggil Allah SWT. Tapi Tuhan memiliki rencana lain yang tidak diketahui siapapun. Manusia hanya bisa pasrah menerimanya. Seketika itu suasana berubah bagaikan awan yang tiba-tiba menutupi langit  cerah. Lantas, Saya mengabarkan kabar tersebut ke saudara-saudara yang belum dijangkau oleh saudara yang lain lewat grup WhatsApp. Sekarang saya tidak dapat lagi mendengar suara mbah yang dulu setiap saya datang selalu menyuruh saya menyantap makanan dimeja, atau menyuruh cucu yang lain membuatkan saya segelas teh yang manis. Selamat jalan Mbah.

Masih banyak kenangan bersama Mbah yang tidak cukup ditulisakan dalam ruang ini. Sekarang Mbah sudah dipangggil yang kuasa. Itulahlah yang terbaik buat Almarhum, karena selama kurang lebih setahun ini mengalami sakit stroke. Sekarang fisiknya sudah tidak ada lagi. Hanya kenangan yang dapat di munculkan kembali lewat mengingat masa lalu. Selamat jalan Mbah semoga Engkau Diterima amal ibadah, dan khusnul khotimah. AAmiin

Mbah dan Danish, 3 Juli 2016


Hanya doa yang bisa dipanjatkan

Para pelayat


Penyolatan jenazah Mbah

Anak cucu berkumpul pada acara doa


Acara doa

Rabu, 21 November 2018

Bermain-main dengan Oksigen

Sekarang adalah tanggal 22 November dimana perayaan hari pohon sedunia diadakan. Sudah saatnya kini kita kembali ke fitrah sebagai mahluk alam yang pasti membutuhkan udara yang cukup untuk bernapas. Dalam satu hari, kita tidak pernah menghitung berapa kita menarik napas dan mengeluarkannya lagi sehingga dari situ kita mendapatkan energi. Hasil makanan yang sudah dicerna kemudian dibakar dengan menggunakan oksigen untuk menghasilkan energi sehingga kita dapat menggerakkan tangan, kaki, badan, kepala, dan organ-organ lain bergerak.

Jika kita tahu dan menghayati, sebenarnya peran oksigen sangat penting bagi kehidupan manusia. Kita tinggal bersyukur saja karena Tuhan sudah menciptakan zat untuk menghasilkan energi. Kemudian konstruksi tradisional kita tahu bahwa yang namanya energi itu hanya dihasilkan dari benda-benda seperti pertalite, solar, dan pertamax itu sangat keliru. Sebetulnya kalau kita renungkan lagi, sumber energi terbesar adalah oksigen itu sendiri.

Bayangkan jika tiba-tiba orang tidak dapat bernapas, satu menit saja lah, misalnya. Maka badan akan terasa pusing atau lemas. Bayangkan jika kita tidak dapat bernapas selama satu atau dua jam, maka sudah dapat dipastikan sudah tidak bernyawa lagi. Berbeda jika kita tidak makan atau minum. Tidak makan satu menit saja, tubuh kita masih baik saja. Kemudian tidak makan satu jam saja, tubuh kita juga masih baik-baik saja. Tidak makan dua jam, tubuh kita juga masih baik. Bahkan jika kita melakukan puasa sampai sepuluh atau duabelas jam, tubuh kita juga masih bertahan dengan baik. Begitu juga dengan minum, tubuh kita masih segar.

Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya makanan pada umumnya dan air minum yang kita konsumsi belum apa-apa jika dibandingkan dengan oksigen.

Lalu kita sibuk hanya dengan urusan mulut kita. Kita bela-bela untuk makan-makanan tertentu agar perut kita tidak lapar lagi. Atau kita menyibukkan diri dengan meminum dengan berbagai macam rasa dan varian minuman. Manusia sibuk menanam berbagai jenis tumbuhan sayur dan buah untuk memenuhi kebutuhan mulut dan perut.

Sudahkah kita bela-bela agar hidung kita terus bernapas, bahkan kita bela agar mendapat oksigen dengan kualitas wahid.

Sudahkah kita berbuat adil kepada diri kita sendiri bahwa tidak cuma makanan dan minuman yang penting bagi tubuh kita, masih ada oksigen yang sangat super penting buat kita. 

Kita melupakan peran oksigen yang sangat penting. Bagaimanakah caranya agar oksigen menjadi fenomenal seperti artis-artis di dunia hiburan, sehingga orang-orang lebih peduli dan memikirkan keberadaan oksigen.

Jawaban dari oksigen agar menjadi fenomenal yaitu ketika kita sendiri merasakan sakit yang membutuhkan oksigen. Ketika hidung kita dipasang selang yang terhubung dengan gas O2. Ketika kita terbaring tidak berdaya dalam perawatan intensif, itulah saat kita merasakan betapa berharganya yang namanya oksigen.

Apakah kita akan menunggu sampai kita sakit terlebih dahulu untuk menyadarkan kita tentang oksigen yang sangat berharga, bahkan lebih berharga dari intan permata. Jangan! Jangan! terlalu berisiko jika harus seperti itu.

Jika kita berkunjung kesuatu tempat dan disana terdapat wifi gratis untuk internet dengan kecepatan 30 MBPS per orang, sudah dipastikan kita akan betah ditempat tersebut. Bahkan hari-hari berikutnya akan ada rencana lagi untuk mengunjungi tempat tersebut untuk mendapatkan kuota 30 MBPS. 30 MBPS jika untuk menonton youtube.com dengan resolusi HD itu bagaikan kita mengendarai di jalan tol yang lagi kosong menggunakan mobil Ferari atau mobil F1. 

Jika pohon tersebut mampu menghasilkan sinyal wifi maka sinyal wifi tersebut memiliki kecepatan yang tidak terhingga, mungkin 1 GBPS atau lebih dari itu, dan orang-orang akan berbondong untuk menanam pohon untuk menghasilkan sinyal wifi agar internetannya lancar.

Tetapi itu tidak akan terjadi, karena pada kenyataannya pohon tidak dapat menghasilkan sinyal wifi. Dan sudah dapat diprediksi bahwa kita tidak akan perduli dengan pohon, sampai ada penemuan bombastis yang menemukan sinyal wifi kecepatan 1 GBPS berasal dari pohon, baru kita akan menjadi gila untuk menanam dan merawat pohon. 

Semoga kita sadar bahwa yang dihasilkan pohon lebih berharga dari sinyal wifi manapun didunia.

Selamat Hari Pohon se dunia


Jogja, 22 November 2018

Yumantoko



Bunga Edelweis di atas Gunung Rinjani

Suasana di Segara Anak, Gunung Rinjani

Selasa, 18 September 2018

Pasar Tradisional dan Manfaatnya Untuk Rakyat Perdesaan

Pasar adalah tempat dimana orang dengan kepentingan menjual barang dan  membeli barang bertemu. Disini masyarakat dapat berinteraksi bertemu dengan orang-orang yang berasal dari wilayah sosial lain. Pasar memberi akses masyarakat mendapatkan barang dari orang lain dengan aturan-aturan yang sudah disepakati berdasar nilai tertentu.

Di pasar, ekonomi keluarga terutama yang ditopang dari pergadangan dapat tetap berjalan. Pentingnya pasar bagi warga desa memberi efek ekonomi mikro yang dicirikan dengan aktivitas sampingan yang tetap berjalan. Sebagai contoh, pedagang mendapatkan barang dari petani yang menanam berbagai macam sayur, dan buah. Sementara itu juga terdapat industri kecil yang memercayakan pasar untuk memasarkan produksi, seperti industri makanan kecil seperti kue-kue, dan lain sebagainya. Sementara itu pasar pula digunakan perusahaan besar untuk mendapatkan jatah kue pendapatan seperti pabrik mie instant yang dijual di sana, sabun, makanan ringan, aneka jenis plastik, dan lain sebagainya. Belum lagi ada tukang parkir yang memberikan jasa menjaga kendaraan pengunjung sehingga kendaraan aman ketika ditinggal belanja.

Itulah pentingnya pasar sebagai tempat untuk perputaran uang dengan cepat. Di suatu pasar tradisional, dalam waktu satu hari dapat memutarkan uang puluhan hingga ratusan juta rupiah. Angka tersebut untuk tingkat desa sudah begitu luar biasa, dimana dengan angka tersebut ribuan keluarga dapat tetap bertahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bayangkan saja jika suatu saat pasar yang setiap hari memberi rejeki tiba-tiba berhenti beroperasi maka yang terjadi adalah masyarakat yang biasa menggantungkan pendapatan dari sana akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Untuk menghindari terjadinya pasar yang gagal (pasar tidak mampu beroperasi secara normal) merupakan komitmen dari pihak terkait sebagai upaya melindungi rakyat kecil yang biasa memanfaatkan pasar sebagai ruang untuk mengeruk pendapatan. Pikiran sederhananya adalah dengan terus membiarkan pasar agar tetap beroperasi. Caranya yaitu dengan menjaga keadaan fisik maupun non fisik tetap berdiri. Dari aspek fisik seperti bangunan pasar, akses jalan, fasilitas lapak pedagang, toilet, tempat parkir dan lain sebagainya. Untuk aspek non fisik antara lain lembaga pengelola pasar, persatuan pedagang, aturan dalam berdagang, keamanan, kenyamanan, dan lain sebagainya.

Ketika berjalan-jalan di Pasar Lawas, Kutowinangun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Saya melihat suasana pasar tradisional yang sedang melakukan aktivitas perdagangan. Ketika pagi hari pasar ramai dikunjungi pedagang dan pembeli. Jalan terlihat sesak karena jalan dan pasar tidak sebanding dengan manusia baik yang berdagang maupun yang membeli. Pedagang terlihat disudut-sudut pasar yang berbentuk lapak-lapak. Ada pedagang yang menggelar dagangannya di sudut jalan, dan bahkan emperan rumah penduduk. Sementara itu parkir kendaraan terlihat tidak mampu menampung seluruh pengunjung, hal ini terlihat dari sepeda motor yang di parkir memenuhi badan jalan. Kendaraan roda empat lebih yang membongkar muatan terlihat kesulitan mencari tempat karena sempitnya jalan di sekitar pasar. Untuk kedepannya menurut Saya perlu dilakukan penataan lagi agar pasar menjadi tempat yang ramah untuk ekonomi masyarakat perdesaan, dan tidak kalah dengan pasar modern.

Sudah saatnya pembangunan pasar tradisional menjadi prioritas dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Pasar harus terus berkembang agar masyarakatnya juga ikut berkembang. Semakin pasar berkembang maka perputaran uang disana juga menjadi lebih cepat dan akan semakin menggerakan ekonomi rakyat. Persebaran ekonomi diharapkan akan semakin merata. Produksi masyarakat dapat di jual di pasar-pasar tradisional yang mana juga menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru. Dengan harapan agar kemiskinan yang ada dapat di matikan dengan keterlibatan masyarakat dalam ekonomi mikro. Ekonomi rakyat inilah yang akan menjadi benteng terhadap gempuran kapitalis yang berusaha masuk ke desa-desa. Jangan biarkan masyarakat desa kalah bersaing dengan ekonomi modern. Untuk menjadi modern ada waktu khusus yang nanti pasti akan sampai dengan sendirinya jika prasyarat untuk maju terpenuhi. Diantaranya adalah masyarakat dapat berdaya dengan ekonomi mereka. Mereka mampu mandiri memiliki ciri yang dapat bersaing dengan dunia luar.

Pasar Baru/Anyar Kutowinangun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah
Suasana pagi hari di Pasar Lawas Kutowinangun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah
Suasana pagi hari di Pasar Lawas Kutowinangun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah
Suasana pagi hari di Pasar Lawas Kutowinangun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah

Selasa, 11 September 2018

Gempa Lombok, Usaha Mengubur Keburukan dengan Membangun Kebaikan

Akhir Bulan Juli 2018, warga Lombok dikejutkan dengan rangkaian gempa  yang berlangsung satu bulan lebih. Daerah yang terparah terkena gempa adalah wilayah Lombok Utara, karena beberapa kali gempa, pusatnya berada di wilayah sana. Ada juga wilayah Lombok selain di Lombok Utara, seperti Lombok Timur. Wilayah ini sebelumnya merupakan wilayah yang tenang-tenang saja, akan tetapi setelah gempa, tiba-tiba warganya menjadi panik, apalagi setelah lebih dari satu bulan masih saja terus terjadi gempa susulan.

Salah satu tempat yang akan dikenang adalah kantor. Selama tujuh tahun ini, saya setiap pagi sekitar jam 07,30 sampai dengan jam empat sore berada di sini. Sungguh tidak dapat dibayangkan sebelumnya karena tempat tersebut tiba-tiba menjadi kenangan. Saya sudah yakin bahwa gedung tersebut akan dihancurleburkan menjadi tidak bersisa. Penghancuran gedung juga seolah simbol mengubur masa lalu yang terukir indah didalam gedung tersebut.

Hanya dalam waktu satu bulan, bangunan tersebut menjadi tidak dapat digunakan karena akan membahayakan jiwa bagi yang ada didalamnya. Bayangkan ketika melangkahkan kaki pertama kali didalam ruangan, kita akan dibayangi akan kejatuhan benda-benda yang masih menggantung yang siap terjatuh kapan saja. Atau kaki kita, ketika lantai yang sebelumnya berupa keramik halus, tiba-tiba saja di situ banyak sisa-sisa runtuhan yang berasal dari potongan-potongan bangunan, seperti kayu, kaca, genting, plafon, dan bahkan potongan paku ada disana.

Semoga nanti dengan berdirinya gedung baru akan mengubur segala kejelekan yang selama ini berada di kantor, dan dengan berdirinya gedung baru akan memunculkan kebaikan-kebaikan yang baru yang akan membuat siapa saja yang bekerja disana menjadi lebih produktif.


Kantor kehutanan terkena dampak gempa Lombok

Kantor kehutanan terkena dampak gempa Lombok

Kantor kehutanan terkena dampak gempa Lombok

Kantor kehutanan terkena dampak gempa Lombok

Kantor kehutanan terkena dampak gempa Lombok

Kantor kehutanan terkena dampak gempa Lombok

Kantor kehutanan terkena dampak gempa Lombok

Kantor kehutanan terkena dampak gempa Lombok

Kantor kehutanan terkena dampak gempa Lombok





Makan Bersama di Lombok Namanya Begibung

     Halo, teman-teman! Kali ini saya mau berbagi pengalaman saya yang pernah mendapat undangan makan dari teman dalam rangka maulid nabi. A...

Populer, Sist/Broo