Sabtu, 18 April 2015

Pagi di Dermaga

Ketika subuh menjelang diatas dermaga di pelabuhan di Gili Trawangan, Udara begitu dingin menusuk hingga tulang. Jaket tebal yang saya pakai tidak mampu untuk melindungi tubuh  dari serangan dingin nya udara pantai di pagi hari. Akan tetapi di ufuk sebelah timur  terlihat bintang kejora yang masih  terang menampakkan cahaya belum lagi mega-mega yang dipantulkan awan berwarna keemasan seolah Tuhan sedang melukis untuk menghibur para pengunjung pantai agar tidak merasakan dingin nya di tepi pantai. Hanya dengan memandang munculnya  sang surya di pagi detik berganti menit, menit berganti jam sungguh  tidak terasa menunggu pagi hari di atas dermaga. Setelah tidak lama berselang ,  terdengar suara burung-burung yang sedang bernyanyi indah dibalik semak atau pohon-pohon hijau lebat yang masih terjaga dengan baik. Dari sana juga terlihat bunga-bunga dari taman-taman hotel di sekitar yang masih di tempel embun maupun daun hijau dari pohon yang masih terlihat jelas dari sekitar pantai.


Pemandangan pagi hari di tepi dermaga di Gili Trawangan


Kemudian saya menyusuri pantai yang berpasir putih bersih. Saya berusaha untuk menjangkau air laut yang ketika itu masih terasa dingin. Saya coba berjalan di tepi pantai agar kaki saya merasakan seperti ikan yang mampu merasakan dinginnya air laut di pagi hari. Kemudian Saya berdiri sebentar sembari memandang kearah ke laut, seraya sambil berpikir bahwa jika di ibaratkan dengan laut Saya hanya sebuah titik yang tak  terlihat ,seperti jika kita melihat  pasir, kita tidak dapat membedakan satu butir pasir dengan butir pasir lainnya, yang terlihat jelas hanya ketika pasir tersebut mampu memantulkan cahaya sang surya, dan mata manusia difokuskan  pada pasir yang memantulkan cahaya tersebut.

Ombak mulai ber-gulung tapi masih dalam intensitas yang rendah. Ketika saya naik keatas tempat bersandar kapal terlihat pula ikan-ikan kecil yang berenang mencari makan. Rombongan ikan terlihat sangat kompak, ia mampu bergerak ke segala arah dan bentuknya sangat elastis, seolah ada yang menjadi pemimpin dari ikan. Gerakan rombongan ikan seolah sedang menari-nari menghibur hati, di padu dengan orkestra suara deburan air laut yang menjadi suasana jadi lebih hidup.

Setelah sekian lama sama berada di tepi pantai, Saya memutuskan untuk kembali ke penginapan menyusul teman saya yang masih tertidur pulas. Pagi itu teman Saya tidak bisa meluangkan waktu berjalan pagi, karena pada malam harinya pulang larut malam menikmati live musik di kafe, sementara Saya tidak ikut karena rasa kantuk dan akhirnya tidur cepat-cepat.

Pagi hari jarang sekali kita bertemu dengan bule. Jika ada itu hanya sedikit saja. Yang terlihat adalah orang lokal yang kata bule " eksotis". Kulit nya terlihat hitam lebam, ada kacamata diselipkan di bagian kerah depan. Kebanyakan dari mereka mengenakan kaos tanpa lengan, dengan kombinasi celana pendek yang sangat pas terlihat. Apalagi di padu lagi dengan sandal jepit, sungguh komposisi pas sebuah pemandangan di tepi pantai di pagi hari. Ada dari beberapa mereka yang mengenakan topi sambil memasang headset di telinga, mungkin untuk mendengar lagu regae. Karena dari pengalaman Saya biasanya  anak pantai menyukai musik dengan irama yang bikin orang joget tapi dengan irama irama musik yang berubah. Sebagian dari mereka sedang menyapu jalan yang, mengumpulkan kotoran kuda, mengumpulkan pecahan botol bekas pesta semalam yang biasanya dilakukan oleh turis dari luar yang tanpa sengaja menjatuhkan botol bir ke benda keras, membersihkan meja, memasak khususnya yang ada di restoran dan ada pula bapak-bapak yang sedang memompa ban sepeda.

Saya pun tidak tahu dari mana mereka berasal. Dalam hati kecil sambil berpikir "Apakah dari lombok atau pekerja dari Bali yang sudah banyak makan garam di pariwisata". Prasangka saya mungkin mereka hanya orang lokal saja dari pulau seberang, Pulau Lombok. Saya pernah menemui beberapa orang yang bekerja disana berasal dari Bali, walaupun tidak banyak. Akan tetapi jaringan dengan pelaku wisata begitu luas. Oh iya, Saya pernah juga berbicara dengan salah seorang diantara mereka yang katanya kebanyakan turis yang datang ke Gili merupakan turis yang sebelumnya berlibur di Bali. Bali dengan Gili memiliki hubungan yang saling menguntungkan. Ketika turis mancanegara yang berkunjung ke Bali sudah jenuh dan ingin pengalaman baru, para guide yang berada di Bali biasanya merekomendasikan untuk berkunjung ke Gili. Tentu saja mereka langsung menghubungi jaringan mereka yang berada di Gili, dengan begitu penginapan-penginapan yang berada di Gili mendapat tamu.

Bersamaan ketika saya menuju ke penginapan, saya melewati tempat yang biasa digunakan pedagang menjual makan malam. Tempat ini menjadi fovorit pengunjung. Ketika malam tiba, berbagai ras manusia mulai dari Eropa, Afrika, Arab, Amerika, Hingga Asia Timur tumpah ruah ketika malam . Mereka menyantap makan malam di sini terutama karena harganya sesuai dengan kantong backpacker. Sistem untuk memesan di sini, pengunjung datang melihat-lihat menu dari sekian banyak penjual yang berjejer sepanjang pasar. Banyak dari pengunjung yang hanya bertanya, alias sedang survey harga. Jika pengunjung sudah cocok dengan harga dan masakan, sang penjual mengambilkan makanan sesuai dengan pesanan tamu. Selanjutnya, tamu mencari tempat yang nyaman dan selanjutnya  menyantap makanan.

Perlu di ketahui bahwa tempat wisata di sini menyajikan pengalaman wisata di malam dan di siang hari. Tempat yang biasa menjadi favorit dinikmati ketika siang seperti pantai, laut. Sedangkan favorit untuk malam hari seperti kafe, bar, dan restauran. Berkunjung ke Gili tidak hanya merasakan pengalaman berwisata menikmati pemandangan alam, akan tetapi kita juga dapat belajar dan mempelajari kebiasaan bule ketika mereka sedang berlibur. Misalnya bule sangat suka dengan kegiatan berjemur di pantai. Atau kebiasaan mereka ketika malam hari saat berada di kafe, dimana minuman beralkohol merupakan sajian wajib ketika mereka menikmati malam hari. Saya pernah mendengar bahwa orang asing terutama bule gemar mengkonsumsi minuman beralkohol karena kondisi cuaca tempat asalnya   dingin, seperti sedang hujan salju dan sebagainya. Akan tetapi ketika Saya berkunjung ke Gili, premis tersebut terbantahkan. Bule gemar mengkonsumsi minuman beralkohol karena kebiasaan saja, sama seperti orang yang merokok. Berdasar pengalaman Saya menyakan kepada orang yang merokok itu karena mereka pada umumnya karena ketagihan. Zat-zat yang terkandung didalam rokok termasuk nikotin  dari pembakaran sebatang rokok mampu memberi efek nyaman dan santai. Sehingga ketika orang merasa lelah atau suntuk Ia akan lari ke sebatang rokok.

Wisata Gili Trawangan memberi penghidupan kepada masyarakat Lombok dan Sekitarnya. Warga lokal terbantu ekonomi nya dengan berjualan atau membuat usaha jasa untuk para tamu yang datang. Keuntungan pelaku wisata di sini besar, bisa di bayangkan, jika kita membeli wafer Tango di Pulau Lombok harganya sekitar delapan ribu rupiah, namun jika sudah masuk Gili harganya dapat mencapai 12 ribu. Pedagang mengambil margin keuntungan besar, wajar, pedagang yang menjajakan dagangan di Gili sebagai tempat esklusif daerah wisata.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Porn, Racism, Sadism

Makan Bersama di Lombok Namanya Begibung

     Halo, teman-teman! Kali ini saya mau berbagi pengalaman saya yang pernah mendapat undangan makan dari teman dalam rangka maulid nabi. A...

Populer, Sist/Broo