Hari pertama (Persiapan Perbekalan)
Ini merupakan perjalanan yang tidak di duga sebelumnya, pasalnya teman memberi tahu naik Gunung dua hari sebelum hari keberangkatan atau tepatnya hari Jumat. Tiba-tiba saja ketika saya sedang berjalan di salah satu ruang di kantor teman memanggil dan berkata bahwa Hari minggu akan ada acara naik gunung. Setelah mendapat ajakan dari teman, saya menyetujui dan segera mencari cara untuk mendapat perlengkapan. Waktu itu masih jam kantor sekitar pukul dua siang, saya masih mengerjakan beberapa pekerjaan yang harus saya selesaikan. Ketika jam pulang kantor, teman mengajak untuk mencari perlengkatan mendaki dan harus pergi ke kota. Sekitar jam setengah 5 sore, dengan menggunakan sepeda motor, saya menuju ke kota. Hujan waktu itu turun dengan intensitas rendah. Saya harus memakai mantel agar terhindar dari air hujan.
Saya menuju toko Eiger untuk mencari sleeping bag, ternyata, sleeping bag sudah habis terjual. Selanjutnya Saya menuju ke toko kedua. Toko kedua ini tidak terlalu terkenal namanya, Saya tidak ingat namanya. Ternyata, di toko yang kedua ini saya mendapat sleeping bag. Harganya tidak terlalu mahal sekitar Rp 160.000,-. Ada yang lebih mahal tapi saya berpikir bahwa, kenapa beli yang mahal toh saya makainya tidak terus menerus, paling hanya beberapa kali saja. Ya akhirnya Saya setuju dan langsung membayar dengan uang tunai.
Setelah itu, Saya berpikir untuk mencari kaos kaki. Kaos kaki punya saya kurang terlalu tebal jadi khawatir nanti gampang tertembus suhu udara pegunungan yang terkenal dingin. Saya membayar uang dengan satu lembar lima puluh ribu rupiah, setelah itu mba kasir mengembalikan dengan tiga lembar uang sepuluh ribu rupiah. Teman saya menawarkan senter, tapi saya ragu apakah membeli senter atau tidak. Rencana saya nanti meminjam senter milik teman yang tidak dipakai, saya tinggal membeli baterai. Toh, Kalau saya jadi membeli senter, dikhawatirkan setelah pulang dari mendaki, saya tidak memakai senter lagi. Setelah melihat-lihat ke arah sudut toko, saya tertarik untuk membeli matras. Matras ini biasa digunakan untuk tidur ketika tidur. Bisa dibayangkan tidur diatas ketinggian yang dingin tanpa alas. Harganya tidak terlalu mahal cukup hanya membayar sekitar Rp 20.000,- , karena saya lupa berapa harga pasti matras. Setelah kira-kira sudah cukup memadai untuk naik, Saya kepikiran hal lain yang lebih penting yaitu makanan dan vitamin. Makanan dan vitamin penting untuk dibawa karena ketika kita naik keatas gunung jauh dari warung atau pusat kesehatan. Cara terbaik untuk menjaga vitalitas tubuh adalah dengan cara menjaga dengan mengonsumsi multivitamin.
Pertama saya membeli madu, siapa tahu madu ini berguna untuk menambah tenaga. Biasanya Saya mengonsumsi madu Sumbawa, tapi pada saat itu, madu Sumbawa sudah habis. Saya mencari ke toko Niaga yang berada di Jalan Selaparang. Selain itu penting juga untuk membeli perlengkapan obat-obatan. Untuk obat saya membeli obat gosok masuk angin. Selanjutnya Saya membeli Tolak Angin untuk mengusir capek-capek.
Hari Kedua (Persiapan Fisik)
Hari kedua merupakan hari persiapan terakhir untuk mempersiapkan mental, fisik, dan perbekalan. Pada hari ini, Saya sengaja tidak melakukan aktivitas yang kiranya akan mengganggu fisik. Pada hari itu saya hanya bermain badminton. Tapi Saya lupa, ketika bermain badminton lawan saya termasuk yang baik di kantor. Alhasil, dengkul saya terasa lemas. Setelah selesai saya sempat kepikiran, apa bisa saya besok berangkat dengan kondisi tubuh yang fit. Setelah bermain badminton biasanya saya melakukan istirahat untuk menenangkan fisik selama dua hari. Selain itu istirahat dimaksudkan untuk menghilangkan keringat yang banyak bercucuran ketika bermain badminton di lapangan. Lapangannya gak jauh, dari kamar sekitar 50 meter saja. Saya sangat bersyukur sekali terdapat fasilitas olahraga di mess. Tidak semua orang mendapat fasilitas tersebut. Ya setidaknya, fasilitas ini telah Saya gunakan untuk melatih fisik agar selalu fit ketika bekerja.
Kaki saya terasa agak lemes dibagian dengkul. Tidak tahu kenapa ini terjadi, padahal tidak biasanya Saya merasakan lemes-lemes di dengkul. Pikirku, apa ini karena Saya selalu memikirkan Ah gak usah saya pikirkan, yang penting maju saja, niat mendaki sudah ada, tinggal saya pasrahkan kepada Tuhan saja.
Hari ketiga (Menuju Lokasi Pendakian)
Hari ketiga penuh dengan hal tidak diduga. Kepala Balai yang tadinya bertanya-tanya tentang Rinjani, akhirnya ikut mengantar kami ke kaki gunung. Dia penasaran ingin ikut menemani sampai Sembalun. Ya Syukurlah ada yang mengantar, karena kalau tidak ada yang mengantar Saya harus naik angkutan dari Mataram menuju Lombok Timur, bisa dibayangkan jauhnya karena biasanya angkutan sering berhenti menaikan dan menurunkan penumpang. Pada Pagi hari sekitar jam 7 saya berangkat menggunakan mobil kepala balai. Mobilnya lumayan bisa buat istirahat, karena setelah masuk, kuping kita tidak terlalu berisik dengan suara mesin mobil, selain itu mobil ini lebih stabil tidak goyang-goyang, ya maklum lah namanya juga mobil pejabat.
Mobil berjalan lewat jalur selatan. Jalur ini merupakan jalur yang biasa digunakan oleh kebanyakan orang untuk menuju Sembalun. Ketika itu jalan raya menuju lokasi dalam keadaan lancar lancar saja. Pak sopir sudah memprediksi bahwa jarak tempuh sekitar 3 jam. Itu dengan asumsi bahwa mobil dalam keadaan bergerak tanpa berhenti. Saya duduk di bangku belakang, awalnya cuma satu orang. Sesampainya di Lombok Timur, mobil menjemput dua orang dari Pringgasela. Akhirnya yang berada di bangku belakang sekarang menjadi tiga orang. Karena mobil setelah sampai di Pringgasela membawa teman naik sebanyak lima orang. Sedangkan tiga orang yang lain menggunakan kendaraan umum. Setelah mobil berjalan, kami melewati beberapa lokasi untuk dilewati. Saya melihat berbagai macam pemandangan yang sedap di Pandang. Ada pasar tempat Orang lombok melakukan transaksi perdagangan, dengan komoditi seperti buah-buahan, sayuran, barang kelontong dan lain sebagainya. Setelah itu kami tentu lewat rumah-rumah orang Lombok yang sebagian besar berukuran lebih kecil dari ukuran rumah yang ada di pedesaan di Jawa. Sawah-sawah juga terlihat hijau, karena ketika itu petani baru saja memulai tanam padi. Biasanya sih selain padi, orang Lombok Timur menanam tembakau. Ya tembakau merupakan tanaman yang memiliki harga bersaing dengan komoditas beras. Katanya sih hanya dari tembakau orang Lombok Timur dapat menjalankan rukun Islam yang ke 5 yaitu haji.
Ketika sudah mulai masuk ke tanjakan, mobil berjalan agak lebih pelan. Selain itu mobil pelan karena jalan mulai mengecil. Saya terus menatap keluar jendela melihat keindahan alam Lombok. Sedikit demi sedikit membawa saya tidak merasa kalau sudah berada di depan pintu masuk Taman Nasional Gunung Rinjani yang berupa gapura. Setelah melewati Gapura sudah tidak ada lagi permukiman penduduk. Hutan kemasyarakatan (HKm) merupakan pemandangan yang pertama kita lihat setelah melewati pintu masuk Taman Nasional Gunung Rinjani. Masyarakat banyak menanam durian di wilayah HKm. Ketika itu pohon durian sedang banyak-banyaknya berbuah. Dari dalam mobil terlihat juga beberapa petani yang membawa durian dari hutan. Rasanya ingin berhenti untuk membeli durian dari petani. Katanya sih rasanya berbeda dengan durian daerah lain. Kalau mau turun sih tidak mungkin, karena akan mengalahkan kepentingan orang lain yang berada didalam mobil. Ah itu hanya keinginan pribadi saya, ya dalam hati saya berkata "ya besok suatu saat nanti saya pasti akan makan durian dari daerah ini".
Mobil terus bergerak menuju Sembalun. Setelah memasuki daerah HKm banyak tikungan. Sopir harus ekstra hati-hati agar semua orang didalam selamat sampai Sembalun. Apalagi ketika sudah memasuki wilayah hutan konservasi, tanjakan dan tikungan semakin tajam. Mobil sempat berhenti di daerah tanjakan dan tikungan karena berpapasan dengan sebuah mobil pick up. Mobil sempat kehilangan keseimbangan arah karena harus berhenti pada daerah tikungan dan tanjakan. Mobil sempat selip dan ketika itu tercium bau ban terbakar karena gesekan ban dengan aspal hingga mengeluarkan asap. Alhamdulilah tidak terjadi apa-apa. Dan mobil pun terus bergerak menuju Sembalun Pass. Ketika kami telah sampai di sembalun, kami berhenti sejenak. Selain untuk menikmati pemandangan yang indah, kami juga menunggu teman kami yang naik kendaraan umum. Setelah menunggu beberapa lama kami membeli kopi di warung-warung yang berada di pinggir jalan. Waktu itu kami memilih kopi ABC yang sudah menjadi legenda di Indonesia. Dan benar setelah kopi habis, rombongan yang kami tunggu akhirnya sampai, dan Kami pun langsung menuju Kantor Taman Nasional Resort Sembalun.
Sesampainya di kantor, Kami bergegas ke dalam kantor untuk mencari informasi tentang Gunung Rinjani. Petugas kantor dengan ramah menjelaskan secara detail tentang pendakian. Pegawai tersebut menggunakan alat peraga imitasi gunung api untuk memudahkan kami memahami seluk beluk menuju puncak gunung. Tak selang berapa lama, beberapa teman keluar untuk mencari tempat kencing. Petugas mengarahkan untuk menggunakan kamar kecil yang berada di belakang. Melihat teman-teman yang kencing, akhirnya Saya ketularan juga untuk menggunakan WC untuk kencing. Tempatnya masih sama seperti yang digunakan teman-teman untuk kencing. Tidak saya sangka sebelumnya bahwa, WC yang dipakai dalam keadaan tidak ada air untuk membilas. Saya melihat air yang berada di penampungan besar, tetapi bingung bagaimana cara mengambilnya untuk dibawa kedalam WC. Akhirnya ember yang tidak terpakai saya gunakan untuk mengangkut air untuk membilas WC supaya nyaman dipakai orang lain. Tidak terasa sekitar satu jam berada di Kantor Taman Nasional Gunung Rinjani Resort Sembalun, Kami memutuskan untuk menuju tempat kami start memulai mendaki. Di iringi oleh cuaca mendung, kami berjalan menggunakan kendaraan sekitar sepuluh menit. Tempatnya sulit dikenali, selain karena tidak ada papan petunjuk, jalan untuk masuk sama seperti gang-gang pada umumnya. Menuurut salah seorang rombongan yang sudah terbiasa mendaki ke Rinjani, jalan tersebut merupakan jalur terdekat untuk menuju puncak. Kalau dari kantor resort menuju kearah Senaru.
Hujan yang kami takutkan sebelumnya terjadi secara tiba-tiba. Selepas keluar dari mobil hujan begitu deras. Kami berteduh disebuah warung milik warga Sembalun. Pada waktu itu sekitar pukul dua belas siang. Bapak Bos yang menemani kami ikut berteduh, padahal kalau mau Beliau bisa saja langsung pergi menggunakan mobil untuk pergi ke Mataram. Kesempatan itu kami gunakan untuk mengobrol, sampai sekitar satu jam ternyata hujan belum reda, dan malah semakin deras. Karena takut hari akan semakin gelap, Pak Bos memutuskan untuk pergi terlebih dahulu ke Mataram, walaupun hujan deras terus jatuh dari langit.
Setelah melihat-lihat hujan tidak berhenti, hati terasa gundah sembari berdoa dalam hati agar hujan segera berhenti dan jalan-jalan agar tidak lama tergenang air. Kenyataannya, hujan malah bertambah, suasana bertambah gelap hingga beberapa kali petir berdentung kencang. Tekad kami sudah bulat, tidak ada yang dapat mencegah raga kami untuk segera sampai Puncak Rinjani. Hujan bukan halangan besar, justru sebagai penguji mental agar ketika sampai puncak, mental teruji seperti pisau yang semakin tajam jika diasah.
Waktu terus berjalan, hingga sore hari sekitar pukul lima sore, hujan gerimis masih turun dari langit ke bumi. Ketimbang harus berdiam diri, alangkah baiknya jika kami berjalan sedikit-demi sedikit menembus rintikan air hujan. Jas hujan telah kami persiapkan, ketika itu saya mendapat jas hujan yang berbahan plastik tipis. Jas tersebut merupakan pemberian dari turis mancanegara yang ketika kami menunggu hujan reda, turis tersebut baru turun dari puncak.
Kaki menginjak tanah yang masih tergenang air, di sebagian sisi air yang turun mengalir ke daerah yang lebih rendah. Hidung kami mencium kotoran sapi yang di ternak warga sekitar. Ada juga kotoran sapi yang mengambang mengikuti aliran air. Tidak tahu kenapa ketika awal-awal jalan, nafas terasa berat dan dada terasa panas. Rasa pesimis muncul ketika kami berjalan dan bertemu dengan lembah sungai. Air sungai sedikit mengering, namun tanah masih terasa lengket. Setelah itu menanjak dengan ketinggian yang lumayan berat untuk dilalui, maka Kami bersiap untuk istirahat sebelum masuk hutan. Ketika kami sudah keluar dari lembah sungai, kami duduk-duduk disela bebatuan yang berukuran sedang. Sembari kami menunggu teman yang pelan jalannya, mata kami melihat kearah tempat dimana kami berteduh ketika hujan tadi siang. Ternyata Kami sudah berada pada ketinggian sekitar 200 meter dari tempat tadi. Ya semua terlihat jelas, mulai dari rumah penduduk, kebun, sawah, dan kantor perusahaan Agro Sampoerna yang terlihat luas. Tidak terasa kaki sudah mulai menginjakan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Istirahat tadi sebagai persiapan sebelum kami memasuki hutan pertama. Ketika istirahat puncak Gunung Rinjani terlihat jelas dengan awan di sekelilingnya. Rupanya hujan sudah mulai reda, dan kini tinggal tanah menjadi lembab dan licin. Setelah kami merasa sudah siap, perjalanan pun dimulai lagi.
Kali ini saya minta untuk berada di barisan depan, dengan alasan agar tidak ketinggalan rombongan. Dan anggota rombongan menyetujui. Saya tidak ingin tertinggal, sebab dari lima orang kawan yang ikut, hanya saya yang tidak memiliki pengalaman naik Rinjani. Perjalanan memasuki wilayah hutan sekitar setengah jam, kanan kiri terlihat pohon yang lebat. Suasana terlihat gelap, selain karena sudah sore yaitu sekitar jam lima sore, dan mendung menghalangi sinar matahari masuk ke bumi, selain itu pepohonan yang lebat mungkin juga akan menjadi penghalang jika tidak ada mendung dan hujan. Waktu keluar dari hutan suasana sudah mulai gelap. Sejauh mata memandang sudah tidak adalah kehidupan manusia, Pemandangan sabana dan pohonan mendominasi penglihatan ketika itu.
Kami pada hari ini berusaha untuk menginap di pos 3. Untuk itu kami tidak memikirkan untuk menginap baik itu di pos satu atau pos dua, sehingga jalan kami agak tergesa-gesa. Saya membutuhkan tenaga besar untuk mencapai.
Lihat juga foto ketika mendaki. Klik disini
Ini merupakan perjalanan yang tidak di duga sebelumnya, pasalnya teman memberi tahu naik Gunung dua hari sebelum hari keberangkatan atau tepatnya hari Jumat. Tiba-tiba saja ketika saya sedang berjalan di salah satu ruang di kantor teman memanggil dan berkata bahwa Hari minggu akan ada acara naik gunung. Setelah mendapat ajakan dari teman, saya menyetujui dan segera mencari cara untuk mendapat perlengkapan. Waktu itu masih jam kantor sekitar pukul dua siang, saya masih mengerjakan beberapa pekerjaan yang harus saya selesaikan. Ketika jam pulang kantor, teman mengajak untuk mencari perlengkatan mendaki dan harus pergi ke kota. Sekitar jam setengah 5 sore, dengan menggunakan sepeda motor, saya menuju ke kota. Hujan waktu itu turun dengan intensitas rendah. Saya harus memakai mantel agar terhindar dari air hujan.
Saya menuju toko Eiger untuk mencari sleeping bag, ternyata, sleeping bag sudah habis terjual. Selanjutnya Saya menuju ke toko kedua. Toko kedua ini tidak terlalu terkenal namanya, Saya tidak ingat namanya. Ternyata, di toko yang kedua ini saya mendapat sleeping bag. Harganya tidak terlalu mahal sekitar Rp 160.000,-. Ada yang lebih mahal tapi saya berpikir bahwa, kenapa beli yang mahal toh saya makainya tidak terus menerus, paling hanya beberapa kali saja. Ya akhirnya Saya setuju dan langsung membayar dengan uang tunai.
Setelah itu, Saya berpikir untuk mencari kaos kaki. Kaos kaki punya saya kurang terlalu tebal jadi khawatir nanti gampang tertembus suhu udara pegunungan yang terkenal dingin. Saya membayar uang dengan satu lembar lima puluh ribu rupiah, setelah itu mba kasir mengembalikan dengan tiga lembar uang sepuluh ribu rupiah. Teman saya menawarkan senter, tapi saya ragu apakah membeli senter atau tidak. Rencana saya nanti meminjam senter milik teman yang tidak dipakai, saya tinggal membeli baterai. Toh, Kalau saya jadi membeli senter, dikhawatirkan setelah pulang dari mendaki, saya tidak memakai senter lagi. Setelah melihat-lihat ke arah sudut toko, saya tertarik untuk membeli matras. Matras ini biasa digunakan untuk tidur ketika tidur. Bisa dibayangkan tidur diatas ketinggian yang dingin tanpa alas. Harganya tidak terlalu mahal cukup hanya membayar sekitar Rp 20.000,- , karena saya lupa berapa harga pasti matras. Setelah kira-kira sudah cukup memadai untuk naik, Saya kepikiran hal lain yang lebih penting yaitu makanan dan vitamin. Makanan dan vitamin penting untuk dibawa karena ketika kita naik keatas gunung jauh dari warung atau pusat kesehatan. Cara terbaik untuk menjaga vitalitas tubuh adalah dengan cara menjaga dengan mengonsumsi multivitamin.
Pertama saya membeli madu, siapa tahu madu ini berguna untuk menambah tenaga. Biasanya Saya mengonsumsi madu Sumbawa, tapi pada saat itu, madu Sumbawa sudah habis. Saya mencari ke toko Niaga yang berada di Jalan Selaparang. Selain itu penting juga untuk membeli perlengkapan obat-obatan. Untuk obat saya membeli obat gosok masuk angin. Selanjutnya Saya membeli Tolak Angin untuk mengusir capek-capek.
Hari Kedua (Persiapan Fisik)
Hari kedua merupakan hari persiapan terakhir untuk mempersiapkan mental, fisik, dan perbekalan. Pada hari ini, Saya sengaja tidak melakukan aktivitas yang kiranya akan mengganggu fisik. Pada hari itu saya hanya bermain badminton. Tapi Saya lupa, ketika bermain badminton lawan saya termasuk yang baik di kantor. Alhasil, dengkul saya terasa lemas. Setelah selesai saya sempat kepikiran, apa bisa saya besok berangkat dengan kondisi tubuh yang fit. Setelah bermain badminton biasanya saya melakukan istirahat untuk menenangkan fisik selama dua hari. Selain itu istirahat dimaksudkan untuk menghilangkan keringat yang banyak bercucuran ketika bermain badminton di lapangan. Lapangannya gak jauh, dari kamar sekitar 50 meter saja. Saya sangat bersyukur sekali terdapat fasilitas olahraga di mess. Tidak semua orang mendapat fasilitas tersebut. Ya setidaknya, fasilitas ini telah Saya gunakan untuk melatih fisik agar selalu fit ketika bekerja.
Kaki saya terasa agak lemes dibagian dengkul. Tidak tahu kenapa ini terjadi, padahal tidak biasanya Saya merasakan lemes-lemes di dengkul. Pikirku, apa ini karena Saya selalu memikirkan Ah gak usah saya pikirkan, yang penting maju saja, niat mendaki sudah ada, tinggal saya pasrahkan kepada Tuhan saja.
Hari ketiga (Menuju Lokasi Pendakian)
Hari ketiga penuh dengan hal tidak diduga. Kepala Balai yang tadinya bertanya-tanya tentang Rinjani, akhirnya ikut mengantar kami ke kaki gunung. Dia penasaran ingin ikut menemani sampai Sembalun. Ya Syukurlah ada yang mengantar, karena kalau tidak ada yang mengantar Saya harus naik angkutan dari Mataram menuju Lombok Timur, bisa dibayangkan jauhnya karena biasanya angkutan sering berhenti menaikan dan menurunkan penumpang. Pada Pagi hari sekitar jam 7 saya berangkat menggunakan mobil kepala balai. Mobilnya lumayan bisa buat istirahat, karena setelah masuk, kuping kita tidak terlalu berisik dengan suara mesin mobil, selain itu mobil ini lebih stabil tidak goyang-goyang, ya maklum lah namanya juga mobil pejabat.
Mobil berjalan lewat jalur selatan. Jalur ini merupakan jalur yang biasa digunakan oleh kebanyakan orang untuk menuju Sembalun. Ketika itu jalan raya menuju lokasi dalam keadaan lancar lancar saja. Pak sopir sudah memprediksi bahwa jarak tempuh sekitar 3 jam. Itu dengan asumsi bahwa mobil dalam keadaan bergerak tanpa berhenti. Saya duduk di bangku belakang, awalnya cuma satu orang. Sesampainya di Lombok Timur, mobil menjemput dua orang dari Pringgasela. Akhirnya yang berada di bangku belakang sekarang menjadi tiga orang. Karena mobil setelah sampai di Pringgasela membawa teman naik sebanyak lima orang. Sedangkan tiga orang yang lain menggunakan kendaraan umum. Setelah mobil berjalan, kami melewati beberapa lokasi untuk dilewati. Saya melihat berbagai macam pemandangan yang sedap di Pandang. Ada pasar tempat Orang lombok melakukan transaksi perdagangan, dengan komoditi seperti buah-buahan, sayuran, barang kelontong dan lain sebagainya. Setelah itu kami tentu lewat rumah-rumah orang Lombok yang sebagian besar berukuran lebih kecil dari ukuran rumah yang ada di pedesaan di Jawa. Sawah-sawah juga terlihat hijau, karena ketika itu petani baru saja memulai tanam padi. Biasanya sih selain padi, orang Lombok Timur menanam tembakau. Ya tembakau merupakan tanaman yang memiliki harga bersaing dengan komoditas beras. Katanya sih hanya dari tembakau orang Lombok Timur dapat menjalankan rukun Islam yang ke 5 yaitu haji.
Ketika sudah mulai masuk ke tanjakan, mobil berjalan agak lebih pelan. Selain itu mobil pelan karena jalan mulai mengecil. Saya terus menatap keluar jendela melihat keindahan alam Lombok. Sedikit demi sedikit membawa saya tidak merasa kalau sudah berada di depan pintu masuk Taman Nasional Gunung Rinjani yang berupa gapura. Setelah melewati Gapura sudah tidak ada lagi permukiman penduduk. Hutan kemasyarakatan (HKm) merupakan pemandangan yang pertama kita lihat setelah melewati pintu masuk Taman Nasional Gunung Rinjani. Masyarakat banyak menanam durian di wilayah HKm. Ketika itu pohon durian sedang banyak-banyaknya berbuah. Dari dalam mobil terlihat juga beberapa petani yang membawa durian dari hutan. Rasanya ingin berhenti untuk membeli durian dari petani. Katanya sih rasanya berbeda dengan durian daerah lain. Kalau mau turun sih tidak mungkin, karena akan mengalahkan kepentingan orang lain yang berada didalam mobil. Ah itu hanya keinginan pribadi saya, ya dalam hati saya berkata "ya besok suatu saat nanti saya pasti akan makan durian dari daerah ini".
Mobil terus bergerak menuju Sembalun. Setelah memasuki daerah HKm banyak tikungan. Sopir harus ekstra hati-hati agar semua orang didalam selamat sampai Sembalun. Apalagi ketika sudah memasuki wilayah hutan konservasi, tanjakan dan tikungan semakin tajam. Mobil sempat berhenti di daerah tanjakan dan tikungan karena berpapasan dengan sebuah mobil pick up. Mobil sempat kehilangan keseimbangan arah karena harus berhenti pada daerah tikungan dan tanjakan. Mobil sempat selip dan ketika itu tercium bau ban terbakar karena gesekan ban dengan aspal hingga mengeluarkan asap. Alhamdulilah tidak terjadi apa-apa. Dan mobil pun terus bergerak menuju Sembalun Pass. Ketika kami telah sampai di sembalun, kami berhenti sejenak. Selain untuk menikmati pemandangan yang indah, kami juga menunggu teman kami yang naik kendaraan umum. Setelah menunggu beberapa lama kami membeli kopi di warung-warung yang berada di pinggir jalan. Waktu itu kami memilih kopi ABC yang sudah menjadi legenda di Indonesia. Dan benar setelah kopi habis, rombongan yang kami tunggu akhirnya sampai, dan Kami pun langsung menuju Kantor Taman Nasional Resort Sembalun.
Sesampainya di kantor, Kami bergegas ke dalam kantor untuk mencari informasi tentang Gunung Rinjani. Petugas kantor dengan ramah menjelaskan secara detail tentang pendakian. Pegawai tersebut menggunakan alat peraga imitasi gunung api untuk memudahkan kami memahami seluk beluk menuju puncak gunung. Tak selang berapa lama, beberapa teman keluar untuk mencari tempat kencing. Petugas mengarahkan untuk menggunakan kamar kecil yang berada di belakang. Melihat teman-teman yang kencing, akhirnya Saya ketularan juga untuk menggunakan WC untuk kencing. Tempatnya masih sama seperti yang digunakan teman-teman untuk kencing. Tidak saya sangka sebelumnya bahwa, WC yang dipakai dalam keadaan tidak ada air untuk membilas. Saya melihat air yang berada di penampungan besar, tetapi bingung bagaimana cara mengambilnya untuk dibawa kedalam WC. Akhirnya ember yang tidak terpakai saya gunakan untuk mengangkut air untuk membilas WC supaya nyaman dipakai orang lain. Tidak terasa sekitar satu jam berada di Kantor Taman Nasional Gunung Rinjani Resort Sembalun, Kami memutuskan untuk menuju tempat kami start memulai mendaki. Di iringi oleh cuaca mendung, kami berjalan menggunakan kendaraan sekitar sepuluh menit. Tempatnya sulit dikenali, selain karena tidak ada papan petunjuk, jalan untuk masuk sama seperti gang-gang pada umumnya. Menuurut salah seorang rombongan yang sudah terbiasa mendaki ke Rinjani, jalan tersebut merupakan jalur terdekat untuk menuju puncak. Kalau dari kantor resort menuju kearah Senaru.
Hujan yang kami takutkan sebelumnya terjadi secara tiba-tiba. Selepas keluar dari mobil hujan begitu deras. Kami berteduh disebuah warung milik warga Sembalun. Pada waktu itu sekitar pukul dua belas siang. Bapak Bos yang menemani kami ikut berteduh, padahal kalau mau Beliau bisa saja langsung pergi menggunakan mobil untuk pergi ke Mataram. Kesempatan itu kami gunakan untuk mengobrol, sampai sekitar satu jam ternyata hujan belum reda, dan malah semakin deras. Karena takut hari akan semakin gelap, Pak Bos memutuskan untuk pergi terlebih dahulu ke Mataram, walaupun hujan deras terus jatuh dari langit.
Setelah melihat-lihat hujan tidak berhenti, hati terasa gundah sembari berdoa dalam hati agar hujan segera berhenti dan jalan-jalan agar tidak lama tergenang air. Kenyataannya, hujan malah bertambah, suasana bertambah gelap hingga beberapa kali petir berdentung kencang. Tekad kami sudah bulat, tidak ada yang dapat mencegah raga kami untuk segera sampai Puncak Rinjani. Hujan bukan halangan besar, justru sebagai penguji mental agar ketika sampai puncak, mental teruji seperti pisau yang semakin tajam jika diasah.
Waktu terus berjalan, hingga sore hari sekitar pukul lima sore, hujan gerimis masih turun dari langit ke bumi. Ketimbang harus berdiam diri, alangkah baiknya jika kami berjalan sedikit-demi sedikit menembus rintikan air hujan. Jas hujan telah kami persiapkan, ketika itu saya mendapat jas hujan yang berbahan plastik tipis. Jas tersebut merupakan pemberian dari turis mancanegara yang ketika kami menunggu hujan reda, turis tersebut baru turun dari puncak.
Kaki menginjak tanah yang masih tergenang air, di sebagian sisi air yang turun mengalir ke daerah yang lebih rendah. Hidung kami mencium kotoran sapi yang di ternak warga sekitar. Ada juga kotoran sapi yang mengambang mengikuti aliran air. Tidak tahu kenapa ketika awal-awal jalan, nafas terasa berat dan dada terasa panas. Rasa pesimis muncul ketika kami berjalan dan bertemu dengan lembah sungai. Air sungai sedikit mengering, namun tanah masih terasa lengket. Setelah itu menanjak dengan ketinggian yang lumayan berat untuk dilalui, maka Kami bersiap untuk istirahat sebelum masuk hutan. Ketika kami sudah keluar dari lembah sungai, kami duduk-duduk disela bebatuan yang berukuran sedang. Sembari kami menunggu teman yang pelan jalannya, mata kami melihat kearah tempat dimana kami berteduh ketika hujan tadi siang. Ternyata Kami sudah berada pada ketinggian sekitar 200 meter dari tempat tadi. Ya semua terlihat jelas, mulai dari rumah penduduk, kebun, sawah, dan kantor perusahaan Agro Sampoerna yang terlihat luas. Tidak terasa kaki sudah mulai menginjakan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Istirahat tadi sebagai persiapan sebelum kami memasuki hutan pertama. Ketika istirahat puncak Gunung Rinjani terlihat jelas dengan awan di sekelilingnya. Rupanya hujan sudah mulai reda, dan kini tinggal tanah menjadi lembab dan licin. Setelah kami merasa sudah siap, perjalanan pun dimulai lagi.
Kali ini saya minta untuk berada di barisan depan, dengan alasan agar tidak ketinggalan rombongan. Dan anggota rombongan menyetujui. Saya tidak ingin tertinggal, sebab dari lima orang kawan yang ikut, hanya saya yang tidak memiliki pengalaman naik Rinjani. Perjalanan memasuki wilayah hutan sekitar setengah jam, kanan kiri terlihat pohon yang lebat. Suasana terlihat gelap, selain karena sudah sore yaitu sekitar jam lima sore, dan mendung menghalangi sinar matahari masuk ke bumi, selain itu pepohonan yang lebat mungkin juga akan menjadi penghalang jika tidak ada mendung dan hujan. Waktu keluar dari hutan suasana sudah mulai gelap. Sejauh mata memandang sudah tidak adalah kehidupan manusia, Pemandangan sabana dan pohonan mendominasi penglihatan ketika itu.
Kami pada hari ini berusaha untuk menginap di pos 3. Untuk itu kami tidak memikirkan untuk menginap baik itu di pos satu atau pos dua, sehingga jalan kami agak tergesa-gesa. Saya membutuhkan tenaga besar untuk mencapai.
Lihat juga foto ketika mendaki. Klik disini
Satu grup pendakian melakukan foto dengan latar belakang awan. Di Taman Nasional Gunung Rinjani terdapat banyak titik untuk melakukan foto dengan background pemandangan yang luar biasa. |
Padang rumput yang berada di lereng Gunung Rinjani menjadi pilihan utama untuk mengambil gambar. Padang rumput yang luas seperti pemandangan di negara-negara Eropa. |
Untuk naik Gunung Rinjani agar jangan terlalu memaksakan berjalan. Lihat kondisi fisik, jika memang perlu istirahat sebaiknya untuk duduk-duduk sembari menikmati padang rumput yang hijau. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No Porn, Racism, Sadism