Sabtu, 08 September 2018

Dilema Angkutan Umum di Jalur Selatan Jawa Tengah (cerita singkat suasana transportasi bis jurusan Purwokerto - Solo)

Sebuah bus jurusan Purwokerto-Solo dengan plat kendaraan nomor daerah Kebumen melewati pintu perlintasan kereta api di Kecamatan Kutowinangun, Kabupaten Kebumen. Supir yang ugal-ugalan segera menginjak gas mobil secara  tergesa-gesa dengan menyalip beberapa kendaraan yang ada didepannya. Lantas beberapa sepeda motor, pick up, truk, dan kendaraan minibus berhasil disalip. Supir yang memakai anting-anting seperti preman lantas berteriak-teriak  "polsek, polsek, polsek" dengan nada orang marah. Penumpang yang akan turun di Kutowinangun jadi tergerak untuk mempersiapkan diri turun karena takut dengan sopir bis tersebut menjadi-jadi jikalau nanti dibentak-bentak.

Kemudian saya sebagai penumpang yang akan turun di Kutowinangun pada waktu itu secara spontan berkata kepada supir yang kelihatan seperti preman, "Indomaret, Indomaret". Tanpa sadar suara saya tersebut disahut alias ditanggapi oleh bapak supir yang menyetir dengan ugal-ugalan dengan kata "iya ngerti, ngerti, kuping ku isih apik durung budeg" dengan suara tinggi seperti orang yang sedang berteriak di tengah laut. Saya tidak menyangka bahwa reaksi yang diberikan supir kepada saya sangat berlebihan sekali. Seharusnya biasa saja, lah wong tugasnya supir itu mengantar penumpang sampai ke tempat yang dituju dengan memberi rasa nyaman dan aman kepada para penumpang. Kalau tidak ada penumpang siapa yang rugi, alias penumpang kendaraan umum pindah ke angkutan yang lain, baru teriak-teriak "penumpang sepi". Ketika ada penumpang tidak mampu menjaga perasaan dan pikiran penumpang agar nyaman menaiki kendaraannya.

Itulah salah satu permasalahan yang dihadapi sistem angkutan bis di wilayah Jawa Tengah Bagian selatan.  Jurusan bis Purwokerto-Solo, yang melewati Kebumen, Purworejo, Kulon Progo, Jogja, Klaten, dan Solo memiliki permamsalahan dalam hal pelayanan kepada konsumen. salah satu yang seperti saya tulis diatas adalah sikap awak bus maupun supir kepada penumpang tidak dapat menunjukan sebagai pelayan yang baik. Seharusnya sebagai penumpang dilindungi oleh awak bis, bukan malah ditakut-takuti. Atau bahkan ada supir dan anggota kru bis seperti preman. Ngomong tidak jelas ketika menyupir, padahal dengan handphone, atau merokok seenaknya ketika menyupir bis, dan lain sebaginya. Jika permasalahan tersebut tidak bisa diperbaiki maka dalam beberapa tahun mendatang, bis-bis ekonomi jurusan Purwokerto-Solo hanya akan tinggal nama saja. 

Masalahnya sudah sangat komplek, tidak hanya contoh diatas saja, sepengamatan saya sejak kecil sampai sekarang, bis ekonomi jurusan Purwokerto-Solo mengalami penurunan penumpang yang sangat signifikan ketika ada kereta api Pramex jurusan Kutoarjo-Solo. Sejak kehadiran kereta api tersebut masyarakat lebih nyaman menggunakan kereta api karena pelayanannya jauh lebih baik, apalagi ketika setelah terjadi reformasi besar-besaran di tubuh BUMN sepur tersebut. Pelayanan yang diberikan oleh kereta api (KAI) nampaknya tidak akan mampu ditandingi dengan pelayanan bis-bis ekonomi. Semakin bertambah tahun bukannya tidak ikut berubah malah semakin parah. Berikut beberapa hal yang dapat dilihat secara jelas, dan mungkin dapat di perbaiki untuk meningkatkan kualitas. Mudahan masalah yang ada hanya ulah dari ulah segelintir oknum saja.

A. Waktu Tempuh Tidak dapat Diprediksi

Ketepatan merupakan salah satu indikator untuk melihat kualitas pelayanan. Menggunakan bis ekonomi Jogja - Kutowinangun (Kebumen) memiliki jarak tempuh antara 3 sampai 3,5 jam. Ini lebih lambat ketimbang bis patas yang biasanya untuk jarak Jogja - Kutowinangun sekitar 2 jam. Penumpang akan membayar berapapun untuk waktu tempuh, semakin cepat waktu tempuh suatu transportasi maka nilainya akan semakin baik. Bis ekonomi Purwokerto - Solo jarang ada yang mau untuk ber investasi di bidang waktu tempuh. Mereka masih menggunakan cara-cara lama untuk mencari penumpang. Waktu tempu menjadi lama karena mereka hanya mementingkan keuntungan dalam jangka pendek. Misalnya agar bis penuh, sopir sering mengetem sangat lama. Atau untuk mengimbangi bis didepan dan di belakang agar dapat penumpang yang maksimal, sopir kadang melambatkan kendaraan atau mengencangkan kendaraan dengan tidak terkira. Kalau sistemnya seperti itu seperti tidak ada kejelasan soal waktu tempuh.

Dengan berbagai macam alasan itulah mengapa bis ekonomi menjadi alternatif yang ke dua atau dengan kata lain bis ekonomi hanya sebagai sampingan saja jika tidak terdapat angkutan yang utama. Masyarakat senang menggunakan kendaraan yang memiliki waktu tempuh singkat seperti kereta api atau kendaraan pribadi. Imej bis ekonomi karena seringnya waktu yang terbuang ketika naik kendaraan ini belum akan hilang untuk dalam waktu yang singkat. Perusahaan bis masih butuh berjuang karena masalah ketidak tepatan waktu biasanya akan merembet ke perubahan pola konsumsi  masyarakat dalam menggunakan angkutan ini. Orang akan cenderung tidak puas ketika menggunakan bis yang suka ngaret. Sekali saja menggunakan bis dan pada waktu itu juga bis yang digunakan ngaret otomatis penumpang pikir-pikir ketika akan menggunakan bis yang sama di kemudian hari. 

B. Armada yang tidak layak pakai

Bis ekonomi dengan trayek Purwokerto - Solo kalau diperhatikan tidak ada armada yang baru. Dari saya kecil sampai besar seperti sekarang ini, bis yang digunakan merupakan bis dengan usia yang sudah tua. Kalau saya bilang, armadanya sudah tua, ompong, dan peot. Jika disuruh menggambarkan dengan usia seseorang tentang kondidi bis ekonomi di wilayah ini adalah seperti kita melihat orang dengan umur 65 tahun keatas. Seharusnya, bis semacam tersebut sudah dengan tenang istirahat menikmati masa pensiun. Malah kalau disini masih dipakai digeber, digenjot, dan di uprak-uprak. Karena lupa kalau armada yang sudah di pakai sudah tua, body bis biasanya berisiknya minta ampun kalau pas lagi jalan. Kombinasi yang tepat karena armada yang tua-tua ini berjalan diatas jalan yang sebagian berlubang, dan sempit. Rasa-rasanya kok saya kasihan sekali dengan penumpang lain karena keselamatan dan kenyamanan mereka menjadi ancaman.

Dari segi keamanan kalau yang namanya bis sudah tua pasti keselamatannya tidak terjamin. Padahal dalam transportasi, keamanan dan kenyamanan menjadi hal pokok untuk menarik masyarakat agar mau menggunakan moda angkutan tersebut. Seperti itu  kok mau mencari untung banyak lewat penumpang, yang ada malah konflik terus karena apa yang diharapkan masyarakat tidak sesuai dengan kondisi ideal. Sudah bayar mahal akan tetapi malah membahayakan penumpang.

Fasilitas yang didapatkan penumpang belum terasa maksimal, masih banyak yang harus diperbaiki. Besi bis biasanya sudah tua dan terlihat berkarat dan ini tidak bagus untuk dilihat mata. Getaran yang ditimbulkan baik oleh mesin dan jalan akan terasa berisik di telinga karena antara komponen satu dengan komponen lainnya sudah tidak bisa mencengkeram dengan kencang dan akibatnya jika terkena goyangan sedikit akan menjadi bunyi. Dari sekian banyak komponen yang dimiliki bis, sepertinya getaran kaca menyumbang suara keras bunyi ketika bis melaju, dan bahkan mengalahkan suara mesin.

Mungkin ada yang sangat membahayakan yaitu ketika berada didalam bis dan mencium bau sisa pembakaran. Hal ini dikarenakan bagian bawah bis memiliki lubang kecil yang langsung mengarah ke ruang yang ada dibawah. Kalau ini terjadi, Saya harus siap-siap pakai masker agar tidak makan asap. Kalau tidak begitu, Saya berarti telah banyak makan racun. Siapa sih yang mau makan racun secara gratis.


C. Kebanyakan Ngetem

Ngetem pada satu sisi baik untuk mendapatkan penumpang sebanyak-banyaknya akan tetapi sangat merugikan penumpang. Lokasi strategi yang biasa digunakan supir untuk mengetem adalah di terminal-terminal bayangan. Lalu lintas biasanya menjadi terganggu karena aktivitas supir yang ngetem di sembarang tempat. Supir malah tidak berani ngetem di terminal resmi. Di Purworejo misalnya, supir biasa ngetem di Bosco, tempat itu bukan terminal untuk berhenti bus sehingga mengganggu penumpang. Sementara itu diterminal yang sudah disediakan oleh pemerintah malah sepi bis yang ngetem. Supir lebih suka ngetem di tempat yang ramai lalulintas nya. Di Kutoarjo misalnya, supir lebih senang ngetem di stasiun, kalau supir sudah ngetem di sana, penumpang bisa buang air kecil sembari makan angkringan yang berada di dekat perempatan terminal. Ini artinya waktu tidak dapat diprediksi dengan baik. Untuk orang yang senang dengan ketepatan waktu, model bis yang sering ngetem biasanya merugikan penumpang.

D. Menaikan Penumpang Sebanyak-banyaknya

Hampir sebagian besar bis ekonomi jurusan Purwokerto-Solo tidak memperhatikan kemampuan kendaraan dengan daya tampung. Ketika jam sibuk, bis ekonomi biasanya kebanjiran penumpang. Pada saat penumpang membludak, semua dimasukan tanpa melihat kapasitas bis dan fasilitas yang disediakan. Saya sering mengalami bis sesak penuh akan tetapi supir masih menaikan penumpang. Padahal ada beberapa bis yang tidak ada pegangan tangan. Otomatis penumpang yang berdiri seolah-lah digoyang-goyang tanpa harus berpegangan tangan. Hal ini membahayakan keselamatan para penumpang. Beberapa kali saya juga melihat dan merasakan ketika bis diisi penuh dengan penumpang maka jalannya kelihatan tidak stabil alias kelebihan muatan. Keselamatan sepertinya menjadi faktor ke sekian setelah uang.

E. Persaingan Tidak Sehat Sesama Bus

Penumpang bagi bis itu ibaratnya adalah emas alias sumber penghidupan. Akan tetapi bagi bis ekonomi seperti hal tersebut tidak menjadi prioritas keselamatan. Beberapa kejadian persaingan antar supir bis telah menimbulkan konflik. Dan pada akhirnya konflik tersebut merugikan penumpang pengguna jasa bis. Contohnya pada tahun 2016 saat terjadi kejar-kejaran antara bus Prayogo dengan Bis Antar Jaya malah menimbulkan kecelakaan dan menyebabkan satu orang meninggal dunia.

F. Tarif tidak akuntabel
 Saya sering naik bis ekonomi karena memang saya adalah mahasiswa yang sedang belajar di Kota Pelajar yang setiap minggu pulang ke Kebumen. Ketika naik bis ekonomi kadang kondektur tidak transparan soal tarif yang dikenakan. Misalnya saja walaupun sama-sama berangkat dari Jogja menuju Kebumen akan tetapi tarip yang dikenakan kadang Rp 25.000, dan kadang Rp. 30.000. Seharusnya kalau bis ekonomi dengan jurusan dan jarak tempuh yang sama seharusnya taripnya diseragamkan.

G. Solusi

Bis ekonomi merupakan angkutan murah yang sangat membantu warga dari kalangan ekonomi kecil untuk melakukan perjalanan. Harganya memang tidak mahal jika di banding dengan bis patas, sehingga jika menggunakan bis ekonomi tidak akan membikin kantong lepek. Jika dibutuhkan untuk transportasi antar kota selalu ada apalagi ketika siang hari. Bis ekonomi juga tidak hanya membantu penumpang bahkan bagi pedagang asongan keliling yang biasa berjualan diatas bis, dan seniman yang biasa ngamen diatas bis dapat terbantu dengan adanya bis ekonomi. Singkat kata bis ekonomi sangat membantu masyarakat di jalur transportasi.
Akan tetapi pelayanan yang diberikan kepada penumpang tidak sebanding dengan biaya yang dibayarkan penumpang. Mungkin ketika diprotes soal pelayanan, Mereka (penyedia jasa bis) akan membela keadaan yang demikian karena biaya tiket yang dibayar penumpang kecil. Ya mereka punya banyak alasan untuk mengelak soal pelayanan. Sebagai konsumen dan masyarakat yang menggunakan jasa bis, mengharapkan baiknya perusahaan bis untuk selalu memperbaiki pelayanan kepada para konsumen. Ingatlah bahwa konsumen dan penyedia jasa bis itu harus saling menguntungkan.
Mungkin yang perlu diperhatikan adalah peningkatan pelayanan dari penyedia jasa angkutan maupun para pihak yang terlibat dalam bidang transportasi darat kepada konsumen atau dalam hal ini adalah masyarakat agar keselamatan dan ketepatan waktu mejadi kuncinya.

Suasana didalam bis ekonomi jurusan Purwokerto - Solo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Porn, Racism, Sadism

Makan Bersama di Lombok Namanya Begibung

     Halo, teman-teman! Kali ini saya mau berbagi pengalaman saya yang pernah mendapat undangan makan dari teman dalam rangka maulid nabi. A...

Populer, Sist/Broo