Rabu, 11 Juni 2008

Penerimaan Masyarakat Terhadap Konversi Minyak Tanah ke Gas LPG di Indonesia

Pendahuluan
Program konversi yang saat ini sedang digalakan oleh pemerintah disadari atau tidak telah menyebabkan banyak sekali pro dan kontra dalam masyarakat. Hal ini dianggap wajar karena berarti dalam masyarakat terdapat kebebasan berpendapat yang tiap orang bebas mengekspresikan dengan baik tetapi harus dilandasi dengan tanggung jawab. Banyak dari masyarakat yang menginginkan agar kehidupan mereka berjalan dengan lancar. Tapi dengan semangat yang dimiliki oleh pemerintah pro dan kontra pada ahirnya akan menjadi ajang yang dimenangkan oleh pemerintah. Tetapi pemerintah sudah banyak belajar dari pengalaman, bagaimana cara menghadapi aksi-aksi yang menolak dari program pemerintah. Diantaranya yaitu dengan mengalihkan isu yang ada dan membuat wacana lain yang lebih mengena pada masyarakat. Contohnya yaitu pada saat sedang ramai-ramainya ada isu mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak pemerintah mengalihkan dengan isu pembubaran FPI atau berbagai isu yang lainnya.
Program konversi yang tengah dilakukan oleh pemerintah telah menimbulkan banyak gejolak dalam masyarakat. Masyarakat sebenarnya masih bingung dengan apa itu konversi. Sehingga butuh keterangan yang banyak khususnya mengenai kekurangan maupun kelebihan dari program konversi kompor minyak tanah menjadi kompor yang berbahan bakar gas. Bukan menyalahkah sih...tetapi kekurangan dan kelebihan dalam suatu program kadang-kadang dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga seolah-olah rakyat tidak ada pilihan yang lain.
Apalagi tingkat pendidikan dari masyarakat Indonesia yang masih rendah ikut berpengaruh dalam kesuksesan dari program pemerintah. Kendala yang dihadapi bisanya yaitu dalam penyampaian pesan yang ditujukan untuk masyarakat kelas bawah. Otomatis penyampaian pesannya pun tidak mudah. Perlu usaha keras agar pesan yang disampaikan, dengan gamblang dimengerti oleh masyarakat. Usaha yang dilakukan tentunya tidak boleh disamakan dengan semua kalangan, dimana diperlukan banyak cara atau dengan berbagai macam penyampaian kepada masyarakat agar segera dimengerti oleh masyarakat yang menjadi subjek dari program konversi tersebut. Saya contohkan misalnya media penyampaiannya dilakukan dengan diversivikasi berbagai media yang mungkin bisa dilakukan.
Sosialisasi yang bagus pun belum tentu bisa membuka mata dari masyarakta kecil yang menjadi sasaran dari program konversi ini untuk mengikuti apa yang disarankan oleh pemerintah. Diluar itu masih banyak faktor lain yang memberi andil dari kesediaan masyarakat tersebut untuk menerima program konversi minyak tanah ke gas.
Peranan individu sendiri merupakan faktor kunci yang bisa dijadikan sebagai patokan dalam keberhasilan program ini. Karena segala sesuatu keputusan apakah masyarakat akan menggunakan kompor gas konversi adalah dari masing-masing individu yang ada dalam masyarakat. Diterimanya kompor gas konversi ini yaitu berdasarkan sebuah pengetahuan dari individu tersebut, berdasarkan pengalaman yang didapat oleh masing-masing individu, dan hal itu merupakan salah satu hal yang penting. Pergaulan mereka dimasyarakat dapat memberikan wawasan yang luas. Tetapi kadangkala pengalaman masyarakat merupakan pengalaman yang kurang berkesan. Walaupun kompor gas memiliki banyak keunggulan tetapi kurang berarti apa-apa jika seseorang mendengar keburukan mengenai kompor gas. Walaupun keburukannya sedikit tetapi lebih berkesan ketimbang kebaikannya tersebut. Misalnya jika ada suatu ledakan kompor gas yang disiarkan di televisi, hasrat untuk menerima kompor gas sebagai sumber energi akan menjadi berkurang. Jadi untuk Pertamina agar memberi imbalan kepada para pers agar jika ada suatu ledakan kompor tidak diekpos.....ya Pertamina tekor dong...hehehhehe....

Teknologi dari kompor gas merupakan teknologi yang lebih canggih bila dibandingkan dengan kompor minyak tanah. Tetapi kecanggihannaya tersebut belum tentu dipahami dengan mudah oleh masyarakta. Dan ini sangat membahaykakan sekali jika dilihat dari resiko yang ditimbulkannya, karena pengetahuannya yang terbatas tersebut. Misalnya kesalahan yang mungkin bisa dibuat dan menimbulkan dampak trauma yang berkepanjangan bagi masyarakat yang dengan pengalamannya sendiri atau melihat dilain tempat terjadi suatu kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa.
Agar konversi ini berjalan dengan baik memang merupakan tugas yang berat bagi pemerintah. Terlebih lagi sekarang pemerintah sedang melakukan penghematan pemakaian minyak bumi. Dalam melakukan program konversi ini  harus dilakukan tidak dengan tergesa-geesa agar program konversi dapat berjalan dengan baik. Karena jika dilakukan dengan tergesa-gesa akan ada elemen yang belum siap, dan inilah yang sebetulnya menjadi potensi menjadi sebuah masalah yang besar. Mulai dari pengadaan tabung yang tidak benar sampai pada hasil produksi tabung yang terkesan sembarangan, atau regulator dan selang yang asal-asalan.
Sosialisasi yang dilakukan baik oleh perusahaan minyak maupun oleh pemerintah merupakan salah satu kunci yang akan mengantarkan berhasilnya program ini. Dan Pemerintah maupun pihak Pertamina harus menganggarkan banyak dana untuk program ini. Karena media yang digunakan adalah televisi , majalah, koran, baliho, spanduk, kalender atau media yang banyak diakses orang banyak yang membutuhkan dana yang besar untuk beriklan.
Namun dalam melakukan sosialisasi tidak hanya menggunakan media komunikasi seperti yang telah disebutkan diatas. Tetapi dilakukan dengan konprehensip dengan mengerahkan tenaga-tenaga manusia untuk mendatangi langsung kerumah-rumah. Semacam tenaga penyuluh yang melibatkan banyak pihak untuk memberi penyuluhan bahkan langsung melakukan praktek. Selama ini rakyat lebih percaya jika praktek secara langsung dan dengan demikian akan lebih tahu mengenai kompor gas ketimbang hanya lewat iklan-iklan yang gak tahu maksudnya.
Ada berbagai faktor yang menurut Saya mempengaruhi dalam penerimaan masyarakat terhadap program konversi ini.






Faktor pribadi
Factor yang paling dominan dalam penentuan sikap masyarakat terhadap program konversi minyak tanah adalah faktor individu. Faktor ini menyangkut motivasi dari masyarakat dalam menyikapai program konversi ini. Informasi yang didapat tidak langsung diaplikasikan tetapi oleh masyarakat hal itu hanya dijadikan pertimbangan saja. Selanjutya masyarakat mencari pengalaman sendiri terhadap penggunaan kompor gas. Mereka juga melakukan kontak dengan warga-warga yang lainnya dan pengetahuan mereka bertambah lebih banyak. Dengan siapa mereka bergaul akan menentukan pula keputusan seseorang agar mau menerima program konversi ini. Misalnya seorang tukang becak yang sering dinaiki oleh seseorang yang sudah memiliki kompor gas. Tentunya akan lebih mudah untuk menyerap informasi yang menyeluruh mengenai kompor gas jika orang yang naik becak tadi mampu meyakinkan tukang kalau menggunakan kompor gas merupakan suatu keharusan dan banyak manfaat yang bisa diperolehnya.
Tingkat pendidikan juga turut menentukan penerimaan mereka terhadap kompor gas ini. Orang Indonesia yang sebagian besar pendidikannya masih rendah menyebabkan pemerintah mengalami kesulitan dalam program konversi tersebut. Diperlukan kecerdasan dari pemerintah atau pihak terkait untuk meyakinkan masyarakat untuk mau menggunakan kompor gas tersebut.
Sebagian besar penerima program konversi ini yaitu masyarakat yang sebelumnya menggunakan menggunakan kompor minyak tanah untulk memasak. Tetapi dengan adanya program ini mau tidak mau masyarakat harus menggunakan kompor yang berbahan bakar gas. Ada suatu penyesuaian terlebih dulu agar terbisa menggunakan kompor gas tersebut. Masyarakat paling tidak membutuhkan waktu yang cukup agar penyesuaian bisa berjalan dengan lancar.
Tidak semua individu menunjukan hal yang positif terhadap konversi ini. Mereka sulit sekali mengubah kebiasaan lama yang biasa menggunakan kompor minyak tanah tiba-tiba harus disuruh menggunakan kompor berbahan bakar gas. Ada sebagian masyarakat yang justru mengembalikan lagi kompor yang sudah dibagikan kepada pihak penyalur (berita sctv,2008) . Sebagian besar masih trauma mengenai tingkat keamanan dari kompor ini yang di banyak media telah menyebabkan kematian akibat ledakan tabung gas.
Pengetahuan yang masih terbatas mengenai kondisi real dari kompor gas juga memberikan suatu kontribusi yang besar terhadap program konversi ini. Pengetahuan masyarakat masyarakat soeolah dirubah hanya untuk program konversi. Yang sebelumnya menggunaan kompor minyak tanah untuk keperluan memasak sehari-harinya dan mereka sudah terbiasa untuk hal-hal kecil misalnya mereka bisa memperbaiki kompor minyak jika terjadi kerusakan. Perilaku yang tidak biasa akan terjadi jika program konversi minyak tanah ini telah berlangsung. Mereka akan bingung untuk menggunakannya bahkan untuk memperbaikinya jika terjadi kerusakan akan sulit untuk dilakukan karena kompor gas merupakan hal yang baru.
Penggunaan kompor yang berbahan gas ini tidak aman bagi keselamatan penggunanya. Apalagi dengan pengetahuan masyarakat yang masih minim mengenai keselamatan dalam penggunaan tabung gas. Dan tampaknya hal ini sudah disadari oleh sebagian besar warga yang menjadi sasaran dari program konversi dan ini menyebabkan penerimaan dari masyarakat tadi berkurang.
Banyak dari masyarakat yang sudah menerima kompor gas konversi, tetapi banyak pula yang disimpan saja. Kekhawatiran mereka mengenai bahaya merupakan alasan utama mengapa tidak mau menggunakan kompor gas. Bila hal ini terjadi akan menghambat dari program konversi. Dan hal tersebut mengaburkan keyakinan masyarakat terhadap pemerintah.
Ada hal lain yang juga menjadi perhatian dari pihak penerima. Masyarakat yang sebelumnya terbiasa menggunakan kompor minyak tanah yang dibeli dengan harga ribuan rupiah untuk setiap kali beli tetapi kebiasaan tersebut dirubah begitu saja oleh institusi yang berwenang. Hal ini menyangkut masalah jumlah alokasi dana yang digunakan untuk membeli tabung tiga kilogram dengan harga Rp13.000, dari sebelumnya masyarakat yang bisa membeli hanya sekitar Rp3.000, maka masyarakat harus mengalokasikan dana yang besar agar bisa membeli tabung kompor gas. Untuk membeli dengan harga tabung yang sebesar itu akan membuat masyarakat miskin mengalami banyak kesulitan. Penghasilan kaum miskin polanya yaitu jika mereka mendapatkan uang langsung dibelikan untuk keperluan makan. Dengan adanya program konversi tersebut akan mengancam dari para kaum miskin tersebut untuk memenuhi kebutuhan makan mereka. Masyarakat kecil umumnya yaitu tidak gemar untuk menabung. Bukan mereka tidak mau tetapi uang yang didapatkan langsung untuk dibelikan kebutuhan yang lain. Kecuali jika pendapatan sebagian besar masyarakat Indonesia besar maka hal itu fine-fine aja broo.
Penggunaan kompor gas identik dengan orang yang berada dalam status ekonomi yang mapan. Mereka mampu menggunakannya karena uang yang dimiki mampu untuk menunjang kelancarannya. Misalnya jika terjadi kerusakan pada regulator maka akan segera mampu membeli regulator yang baru untuk diganti dengan cepat. Namun jika yang terjadi sebaliknya yaitu masyarakat kelas menengah kebawah, jika terjadi kerusakan pada suku cadangnya, masyarakat kelas menengah kebawah tersebut akan mengalami kesulitan dalam memperbaiki kompor gas tersebut agar bisa digunakan lagi sebagaimana biasanya, karena tidak memiliki dana cadangan untuk pengadaan regulator yang rusak. Mungkin kalau pertamina memberikan garansi seumur hidup untuk regulator yang rusak mungkin akan lain ceritanya, masyarakat jelas akan terbantu.
Komponen yang mahal dari kompor gas tersebut merupakan suatu ancaman tersendiri dari pengunanya. Apalagi sekarang ini suku cadangnya pun masih langka. Pertimbangan biaya tambahan yang tak terduga seperti kerusakan selang sampai kerusakan regulator siap mengancam kapan saja. Hal inilah yang memicu biaya dari penggunaan kompor gas tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kompor minyak tanah. Dengan harga suku cadang yang relative mahal akan sangat menyulitkan keuangan masyarakat. Apalagi harga kebutuhan hidup yang semakin mahal tanpa diimbangi dengan pendapatan yang bertambah akan sangat sulit untuk menjamin keperluan pokok masyarakat tetap terpenuhi.
Program konversi yang dicanangkan oleh pemerintah yaitu untuk menyelamatkan APBN dari beban subsidi untuk bahan bakar minyak. Pengalihan dari yang semula menggunakan kompor minyak tanah digantikan menggunkan kompor yang berbahan bakar gas karena cadangan gas Indonesia masih bisa digunakan dalam waktu yang lebih lama daripada cadangan minyak bumi. Tetapi , logika penghematan ini agak sulit dipahami dikalangan awam. Sebab bagi penduduk miskin, yang mereka tahu membeli setengah liter minyak tanah (bersubsidi) justru bisa menghemat pengeluaran. Sementara itu –mengutip Wali Kota Depok Nurmahmudi Ismail—tak mungkin membeli setengah tabung gas elpiji meski ukurannya sudah dikecilkan menjadi 3 kg. Ringkasnya, orang miskin amat sensitif terhadap harga sebab penghasilan mereka seringkali tak menentu.( Zuhadiat 28 Agustus 2007)


Faktor produk teknologi
Produk yang diciptakan oleh pemerintah dalam program konversi ini yaitu berupa tabung, kompor, selang dan regulator. Sejak dari awal pengadaannya sudah terjadi berbagai masalah. Diantaranya jadwal yang tidak tepat waktu sampai pada masalah tender tabung yang tidak beres. Semua itu sudah menjadi bumbu yang sudah biasa jika ada di Indonesia. Bahkan karena tidak sanggup membuat sendiri harus di impor dari Negara lain. Teknologi yang ada pada kompor gas berbeda dengan kompor minyak tanah. Kompor gas lebih modern. Sehingga bagi masyarakat awam sulit untuk mengerti.
Teknologi dari kompor minyak tanah yang tidak terlalu rumit, lebih mudah dipahami ketimbang kompor gas. Kompor minyak tanah hanya menggunakan sumbu yang terbuat dari kain yang dibentuk seperti tali dan dimasukan kedalam lubang yang menghubungkan dengan bahan bakarnya. Sehingga kalau mau menyalakan untuk memasak tinggal menyalakan api dari korek.
        Kompor gas jauh lebih rumit. Karena bahan yang digunakan merupakan produk yang standar keselamatannya sudah ditentukan. Misalnya selang yang digunakan untuk menyalurkan bahan bakar dari tabung ke kompor harus benar-benar aman tidak boleh ada kebocoran sedikitpun. Jika terjadi kebbocoran akibatnya yaitu gas metana ( CH4 ) akan keluar dan mengeluarkan bau yang tidak sedap dan bisa saja terjadi ledakan yang besar. Pada ujung tabung yang digunakan harus dipasang klep, agar gas tidak keluar sehingga kesehatan tetap terjaga karena tidak menghirup gas yang bocor tadi.
Menurut David Dickson (1979) teknologi itu tidak netral oleh kerena konteks sosial ekonomi, politik dari proses produksi dan reprosuksinya. Maka teknologi senantiasa memainkan peran politik dalam, masyarakat. Masyarakat sebenarnya tidak memiliki banyak pilihan dari penggunaan kompor gas ini, masyarakat hanya terkesan menerima saja, karena tidak diberikan suatu alternatif teknologi yang lain. Penguasalah yang memainkan peran penting dalam program konversi tersebut. Pertamina maupun Pemerintah diuntungkan dari program konversi. Proyek yang mencapai triliunan rupiah tersebut telah menjadi lahan basah dari pihak yang berkepentingan dalam mendapatkan uang yang lebih banyak. Proses tender juga bisa mencerminkan dari program ini yang dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk mencari keuntungan. Semacam suatau politik dalam mendatangkan barang. Perusahaan yang ditunjuk merupakan perusahaan yang merupakan perusaan yang bisa diajak kerjasama oleh pemerintah. Sehingga keuntungannya hanya masuk kantong orang-orang tertentu saja. Seperti yang dikutip dari hariansib.com
Tabung gas ukuran 3 kg yang diimpor oleh Global Pacific Energy (GPE) dari China dicurigai dipesan oleh pemenan gtender program konversi tabung.“Ada kemungkinan salah satu pemenang tender yang memesannya dengan cara barang dikirim langsung ke pabrik (pemenang tender tersebut) lalu dikirim ke Pertamina seolah-oleh itu produksinya sendiri,” kata Ketua Umum Asosiasi Industri Tabung Baja (Asitab) Tjiptadi ketika dihubungidetikFinance,Jumat(2/11). Jika kecurigaan ini benar, menurut Tjiptadi, sulit melacak siapa pemenang tender yang mengimpor tabung tersebut. Meski demikian, Tjiptadi mengusulkan salah satu cara melacaknya adalah melihat inisial yang tertera pada pegangan tabungg tersebut.“Pada hang guard tertulis tahun pembuatan, berat, yang bisaanya ada logo Pertamina-nya. Disitulah tertulis inisial nama perusahaan pemenang tender,” ujarnya. Untuk memastikan hal itu Tjiptadi akan langsung mengecek fisik tabung gas impor China itu Sabtu.Berdasarkan data dari Bea Cukai tabung elpiji berukuran 3 kg yang di impor dari China itu dibeli dengan harga yang cukup rendah US$ 4,93 atau Rp 44,800 dengan kurs 9.100 per dolar AS.Harga tersebut jauh lebih murah dibanding dengan harga yang harus dipesan Pertamina kepada industrilokalRp91ribu.PT Global Pacific Eenergy mengimpor 2 kontainer tabung gas 3 kg dengan total nilai barang (CIF) US$ 36.205,92 atau Rp 329,4 juta.
Dari gambaran diatas meng indikasikan bahwa program konversi yang dilakukan oleh pemerintah banyak masalah yang menyelimutinya. Hal ini harus segera dibenahi agar tidak menimbulakan masalah yang lebih besar dikemudian hari.

Tidak dikata lagi bahwa teknologi dari kompor gas memainkan peran yang strategis dari penguasa. Peran tersebut yaitu dari regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah dalam menangani penyediaan kompor dan perlengkapannya. Banyak dari perusahaan yang terlibat dalam proyek ini dipertanyakan mengenai niat yang tulus untuk membantu masyarakat. Bagaimana pun juga apapun motivasi dibalaik-perusahaan perusaahan dalam melakukan program tersebut harus benar-benar memperhatikan kepentingan dari masyarakat yang luas. Misalnya pengerjaan tabung yang terkesan asal-asalan karena mengejar kuantitas dan keuntungan, dengan tidak memperhatikan kualitas dan menjadikan program tersebut hanya proyek untuk mencari uang. Maka yang terjadi yaitu rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa menjadi korban dari sistem yang tidak beres diatas., misal barang yang dibagikan tidak sempurna. Sehingga walaupun produk yang di hasilkan jelek tetapi mungkin bagi masyarakat menengah bawah sudah dianggap baik. Dan kelas menegah kebawah ini akan merasa nyaman karena seolah mereka sedang diperhatikan oleh pemerintah. Menurut Marx inilah yang disebut dengan kesadaran palsu.
Setelah program ini berjalan pertanyaannya yaitu apakah kompor gas tersebut bisa untuk digunakan semua kalangan masyarakat. Bagaimana dengan orang yang biasa memesak dengan tidak hanya menggunakan satu sumbu. Dan apakah para pedagang bisa menggunakan kompor gas tersebut untuk meneruskan usahanya misalnya pedagang bakso, serabi, kue cucur atau pedagang yang lainnya.
Bagi keluarga yang memiliki jumlah anggota besar akan sulit untuk beradaptasi dari konversi ini. Kompor gas yang dibagikan hanya menggunakan satu buah sumbu saja sedangkan kebanyakan masyarakat dipedesaan yang memiliki jumlah anggota keluarga besar sebelum ada program konversi dalam memasak menggunakn lebih dari satu sumbu. Hal ini dikarenakan jumlah anggota keluarga yang besar dan harus menyiapkan masakan dalam waktu cepat. Sedangkan kompor program konversi yang sekarang ini sedang dibuat hanya menggunakan satu buah sumbu saja. Sehingga nantinya para keluarga yang memiliki anggota besar tersebut akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan memasaknya. Dan bisa jadi anggota yang lain harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan makanan. Kebisaaan yang telah lama dirubah dengan begitu cepatnya. Jika tidak dapat menyesuaikan diri tentunya akan repot. Untuk penyesuaian diri juga diperlukan tambahan modal untuk membeli kompor yang lain.
Sedangkan bagi pedagang yang biasa menggantungkan usahanya dengan kompor minyak tanah, kehadiran produk baru berupa kompor gas akan menyulitkan para pedagang yang sudah biasa menggunakan kompor minyak tanah. Kompor yang sudah dberikan harus dimodifikasi lagi supaya sesuai dengan keperluan usahanya.
Para pedagang inilah yang harus lebih mendapat prioritas dari perubahan pola menggunakan kompor minyak tanah yang akan beralih ke kompor gas. Kompor yang dibagikan tidak harus disamakan antara semua orang. Ada golongan masyarakat tertentu yang seharusnya mendapat bagian yang sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing rumah tangga yang memang berbeda.
Jika berbicara mengenai teknologi berarti berbicara mengenai resiko yang diambil. Semakin rumit suatu teknologi maka resiko-resiko yang akan timbul juga akan semakin besar. Kemungkinan-kemungkinan tersebut yaitu meledaknya tabung kompor LPG. Sudah banyak sekali korban yang meninggal dunia maupun luka-luka. Seolah menjadi hantu yang menakutkan bagi masyarakat. Karena masyarakat juga akan khawatir mengenai dampak yang akan timbul jika mereka menggunakan kompor tersebut. Semua pun tidak ada yang bisa memastikan kalau kompor yang dibagikan benar-benar aman untuk digunakan. Tetapi kita bisa melihat dari sistem standar keamanan yang lemah yang selama ini  telah terjadi di Indonesia. Berbagai kejadian kecelakaan di Indonesia terjadi karena tingkat keamanan yang rendah. Contohnya yaitu kasus lumpur Sidoardjo. Atau hal yang kecil seperti mobil yang jatuh dari atap gedung bertingkat karena kualitas gedung yang tidak memadai.
Teknologi juga berkaitan dengan biaya yang dibutuhkan untuk membuat kompor tersebut. Harga satu tabung yang mencapai Rp200.000 mungkin tidak masalah, tetapi komponen yang lain seperti selang dan juga regulator yang harus di tanggung sendiri oleh pengunanya. Padahal kualitas dari selang maupun regulator belum tentu bagus. Sehingga ada kemungkinan untuk rusak dalam waktu dekat. Dan hal ini akan membutuhkan biaya ekstra untuk perawatan.
Untuk menggunakan kompor gas sebetulnya lebih mudah jika dibandingkan dengan kompor berbahan bakar minyak tanah. Dengan kompor berbahan bakar gas hanya tinggal memutar tombol, tidak perlu menggunakan korek api untuk memicu nyala api. Sedangkan pada kompor minyak tanah kita masih butuh korek untuk menyalakannya. Sehingga sebetulnya kompor gas penggunaannya lebih mudah. Tetapi untuk perawatannya berbeda sama sekali. Jika kita menggunakan kompor minyak tanah masalah yang sering muncul yaitu masalah penggantian sumbu. Tetapi itu mudah karena di dekat rumah bisa didapatkan di warung-warung terdekat. Sedangkan jika menggunakan kompor gas perawatannya rumit. Perlu suatu teknik tersendiri agar bisa memasangkan komponen-komponennya. Misalnya cara memasang selang maupun regulator. Sedangkan suku cadangnya tidak semua pedagang disekitar rumah menyediakanya.
Factor komunikasi
Faktor komunikasi merupakan ujung tombak dari program konversi ini. komunikasi yang baik yaitu penyampaian informasi yang benar dan masyarakat pihak sasaran menerima secara penuh tanpa ada hambatan. Baik atau tidak nya komunikasi yang telah dilakukan akan mempengaruhi masyarakat dalam menerima program ini.
Dalam komunikasi membutuhkan suatu media yang bisa membawa pesan secara benar. Dan masyarakat bisa mengaksesnya dengan mudah. Yang sudah dilakukan oleh pemerintah yaitu melakukan sosialisasi lewat media televisi dan juga media cetak.
Jika kita lihat dilayar televisi sekitar awal tahun 2007 sampai dengan ahir tahun 2007 kita sering diduguhi oleh iklan mengenai pengunaan kompor gas. Dalam cuplikan iklan tersebut kita bisa melihat sebuah keluarga yang mengganti kompor minyaknya dengan kompor gas. Latar belakang keluarga tersebut yaitu dari latar belakang keluarga menengah kebawah. Dari itu kita bisa melihat bahwa sasaran yang dituju yaitu keluarga ekonomi menegnah kebawah. Dan suasana yang di tunjukan pada iklan tersebut yaitu suasana perkotaan yang penuh sesak. Salah satu peran yang ditampilkan yaitu mengenai keuntungan menggunakan kompor gas dari sisi kebersihannya. Jika menggunakan kompor minyak tanah muka akan gosong terkena corang-careng. Dan jika kita menggunakan kompor gas muka akan semakin bagus, dan tambah disayang oleh suami. Dan juga ada versi iklan yang lain yang juga sama memperlihatkan sebuah keluarga mengengah kebawah yang materinya membahas mengenai keamanan dalan menggunakan kompor gas. Dalam iklan terebut diceritakan bahwa kompor gas akan aman jika penggunaannya sesuai dengan aturan yang ada.Itulah sekilas dari tayangan iklan yang dimuat oleh sebagian besar televisi.
Mengenai materi iklan yang menceritakan tentang keluarga yang menggunakan kompor maka akan menjadi bersih, hanya diihat dari sisi kebersihannya saja padahal bisa ditambah tidak hanya dari satu sisi saja tetapi bisa ditambah mengenai keunggulan yang lain misalnya bisa menghemat penggunaan BBM dan akan menyelamatkan keungan Negara. sehigga kelangsungan Negara bisa bertahan lama. Mengenai iklan yang menceritakan tentang keamanan dari pada kompor gas ada baiknya yaitu turut memberikan tips-tips apa yang harus dilakukan jika menghadapi masalah-masalah dalam pemakaian. Misalnya apa yang harus dilakukan jika ada suara ngosos, bagaimana agar kompor menjadi awet dalam pemakaian, dan yang lainnya.
Dilihat dari efektifitas apakah iklan tersebut sudah bisa diterima oleh sebagian besar masyarakat. Apakah iklan tersebut sudah menarik. Mengingat bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang memiliki banyak perbedaan dari setiap masyarakatnya. Sehingga kesukaannya juga berbeda-beda. Mungkin cuplikan iklan diatas hanya cocok untuk masyarakat perkotaan saja. Karena masyarakat perkotaan memiliki kebisaaan yang sama dengan apa yang diceritakan dalam iklan. Sehingga mereka merasa bahwa itu adalah gambaran dari kehidupan yang nyata dari mereka. Sedang masyarakat yang berada diluar wilayah perkotaan memiliki kultur tersendiri dan jika melihat iklan seperti cuplikan diatas akan sulit untuk memahaminya karena kultur naupun suasananya berbeda. Dan ini yang harus ditangkap oleh pihak yang terkait seperti pemerintah maupun Pertamina.
Dan apakah sudah bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Mengenai siapa yang dituju juga menjadi factor kunci dari program sosialisasi. Karena tidak semua stasiun televisi siarannya bisa diterima menjangkau seluruh daerah di Indonesia. Mengingat daerah Indonesia yang berupa kepulauan membutuhkan suatu strategi yang matang. Sosialisasi tidak hanya dilakukan oleh televisi saja tetapi harus melibatkan media yang lain, seperti radio dan media cetak.
Sosialisasi yang harus di tempuh
Berbagai upaya harus di tempuh oleh pemerintah agar kompor dan tabungnya yang sudah dibagikan tidak di kembalikan lagi karena takut meledak atau karena kualitas produknya yang tidak bagus.
Upaya yang perlu dikukan yaitu dengan melakukan sosialisasi yang tepat sasaran. Caranya yaitu menggunakan media yang bisa diakses oleh sebagian besar masyarakat Indonesia contohnya adalah televisi. Materi yang disajikan tidak hanya untuk satu atau dua golongan saja tetapi untuk semua kalangan. Dengan variasi iklan yang banyak bisa menjadikan masyarakat tidak bosan untuk melihatnya. Dan mungkin satu iklan tidak mengena pada golongan masyarakaat tertentu tetapi dengan iklan yang di sajikan dengan cara yang berbeda mungkin bisa mengena. Contohnya orang yang gemar music dangdut perlu di buatkan iklan yang banyak menampilkan musik dangdut. Banyak kalangan juga mempunyai tokoh-tokoh yang menjadi idola. Dalam materi iklan perlu melibatkan kalngan yang menjadi idola seperti tokoh agama atau tokoh dari partai politik. Atau dibuatkan berdasarkan asal daerah. Misalnya menggunakan bahasa daerah tertentu, tetapi dimuat pada televise lokal.
Perlu juga menggunakan media yang lain seperti media cetak seperti pamlet-pamlet maupun brosur-brosur yang dibagikan kepada mayarakat. Dengan media yang seperti ini untuk mengantisipasi bagi warga yang tidak memiliki akses untuk media televise maupun radio.
Namun yang terpenting dari sosialisasi yaitu sampai pada masyarakat. Sehingga caranya yaitu dengan penerjunan langsung kelapangan oleh petugas-petugas untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat. Rakyat diberi contoh langsung praktek bagaiman cara memasang, menggunakan perawatannya maupun cara-cara agar terhindar dari bahaya yang bisa ditimbulkan oleh kompor gas tersebut

Kelangkaan tabung gas
Kelangkaan tabung gas dipasaran juga mempengaruhi cepat tidaknya program konversi. Ada berbagai macam kasus yang bisa dijadikan gambaran mengenai program yang kurang terencana dengan baik. Seperti kutipan berikut yang diambil dari harian sore Wawasan.

Belum adanya penetapan harga eceran tertinggi (HET) penjualan bahan bakar jenis elpiji ukuran tiga kilogram membuat PT Pertamina kesulitan memantau harga di pasaran. Saat ini PT Pertamina menjual elpiji kepada pangkalan dengan harga per kilogram Rp 4.250 atau Rp 12.700 per tabung, unutk ukuran tiga kilogram. Sedangkan untuk pangkalan diberi toleransi menjual seharga Rp 13 ribu atau maksimal Rp 13.500 per tabung, “ ungkap Heppy Wulansari, humas Pertamina Distribusi Jateng-DIY saat dibubungi Wawasan tadi pagi. Ia pun mengaku, terkait adanya penjualan elpiji hingga kisaran Rp 14.000, pihaknya kini belum bisa mengambil langkah antisipasi. “karena belum ada HET, saat ini yang dapat dilakukan hanya member harga imbauan harga penjualan tertinggi kepada agen.( Wawasan, 4 juni 2008)
Pemerintah maupun pemerintah dengan tergesa-gesa dengan cara apapun agar program konversi dengan cepat. Sehingga masalah yang muncul justru akan memusingkan banyak pihak. Seperti kelangkaan tabung gas yang terjadi di banyak tempat. Selain itu kita juga harus impor tabung dari luar negeri karena produksi dalam negeri tidak mencukupinya. Pengalaman di banyak negara, transisi ke energi yang lebih modern sekurangnya memerlukan waktu hingga puluhan tahun. Misalnya, di Amerika Serikat memerlukan hampir 70 tahun (1850-1920) dan di Korea waktu yang dibutuhkan hanya 30 tahun (1950-80) akibat adanya kemajuan teknologi (Barnes, Flas, dan Floor, 1997). Penduduk Brazil yang menggunakan elpiji sebanyak 16 persen pada 1960 menjadi 78 persen pada 1985, dan hampir seluruhnya pada 2004 (UN Millenium Project, 2005 dalam Zuhadiat).

Daftar Pustaka

wawasan, 4 juni 2008

Makan Bersama di Lombok Namanya Begibung

     Halo, teman-teman! Kali ini saya mau berbagi pengalaman saya yang pernah mendapat undangan makan dari teman dalam rangka maulid nabi. A...

Populer, Sist/Broo