Kamis, 21 Januari 2010

DENTING CINTA#6

3
Fenomena Malam Tahun Baru
Motorku segera melesat pergi, kukendarai dengan kecepatan sedang. Dalam
keadaan hujan biasanya jalanan menjadi licin sehingga aku harus super berhati-hati.
Insya Allah waktu setengah jam cukup untuk sampai di tempat Ustadz Baiquni.
Kalau perjalananku lancar, sebelum jam delapan aku sudah tiba disana. Aku harus
berusaha tepat waktu. Aku juga tak ingin ketinggalan materi. Pertemuan kami hanya
satu kali dalam satu minggu, sehingga aku merasa sangat sayang kalau harus
melewatkan ilmu yang begitu penting meskipun itu hanya beberapa bait kalimat
yang keluar dari bibir Ustadz Baiquni. Tidak semua orang bisa seberuntung aku,
karena Ustadz Baiquni hanya menerima tujuh orang muta􀂶alim34, yang semuanya
hafidz Qur’an, kecuali aku. Aku sendiri tak tahu kenapa Ustadz Baiquni justru
memilihku untuk menjadi salah seorang murid pribadinya, sementara ke-enam
muridnya yang lain adalah orang-orang yang sudah hafidz Qur’an, alias telah
menghafal seluruh isi Al Qur’an. Itulah hal yang sangat mengherankan, dan masih
saja menjadi sebuah keanehan yang terus melekat dibenakku. Tapi justru itulah yang
membuatku merasa menjadi orang yang sangat beruntung, karena aku seperti orang
yang diterima mendaftar kerja sementara ada satu syarat utama yang tidak aku
penuhi. Sepertinya perkataan salah seorang temanku ada benarnya juga, “orang
pintar kalah sama orang beruntung”.
Motorku terus melaju dengan kecepatan pelan, tidak secepat dikala kondisi
cuaca normal. Aku melewati jalan ringroad utara, kemudian sampai perempatan
dekat terminal Condong Catur, lalu belok kiri melewati jalan Gejayan. Jalan Gejayan
adalah pusatnya toko HP di kota Jogja, jam segini toko-toko itu masih tampak rame,
bahkan lebih rame dari biasanya. Sementara rintik gerimis menghilang satu demi
satu, jalanan sudah mulai terang, tak lagi di guyur hujan. Setiap ruas jalan kembali
menjadi ramai. Bahkan lebih ramai dari sebelumnya.
Tibalah aku melewati Jalan Solo.
Didepan Mall Saphir Square, tidak jauh dari tempat tujuanku, aku melihat
banyak orang sedang duduk-duduk santai, ada yang sedang berjalan bergerombol,
ada pula sepasang kekasih yang berjalan dengan bergandengan tangan, tampak
begitu mesra. Banyak dari mereka yang membawa terompet, seperti anak kecil.
Sementara banyak pula para pedagang keliling yang menjajakan terompet, topi, dan
aneka permainan yang lain.
Malam ini memang malam tahun baru.
Aku sendiri sudah menduga sebelumnya. Di malam tahun baru pasti akan
sangat banyak orang keluar dari peraduannya, bagaikan kelekatu35 yang keluar dikala
musim penghujan dan berkumpul mengelilingi setiap cahaya yang ada di dekatnya.
Seakan semua manusia tumpah ruah di sepanjang jalan. Semua orang berkumpul di
pusat-pusat keramaian, dan menanti sebuah waktu yang menandakan pergantian
tahun.
Aku sendiri yakin di tempat lain masih banyak yang lebih ramai. Sebut saja
di Malioboro, alun-alun kidul, alun-alun lor, Perempatan Tugu, Ambarukmo Plaza
dan pusat-pusat keramaian yang lain. Banyak orang, khususnya muda-mudi, yang
menjadikan malam seperti ini sebagai momentum yang sangat indah sekaligus
menggairahkan.
Tak jarang aku melihat tepat didepanku pasangan muda-mudi yang berada
dalam satu kendaraan. Si perempuan membonceng motor sambil memeluk perut
laki-laki yang menyupir didepannya, tampak sebuah pelukan yang sangat mesra
seolah laki-laki itu adalah suaminya sendiri. Sebagian lagi ada yang berjalan kaki
sambil berpegangan tangan.
Aku sendiri telah melihat fenomena semacam itu tidak hanya satu atau dua
kali, tapi sudah terlalu sering. Sudah delapan tahun ini aku tinggal di kota ini. Sedikit
banyak aku mengetahui budaya muda-mudi di kota ini. Aku jadi teringat dengan
beberapa waktu yang lalu ketika aku diminta oleh dosen untuk mendampingi
mahasiswa S1 pada mata kuliah Metode Penelitian Sosial (MPS). Waktu itu aku
sempat menjadi pendamping untuk melakukan riset di café-café di sekitar Jogja, dari
mulai café untuk kalangan menengah keatas, sampai kalangan menengah kebawah.
Sebut saja Hugho’s cafe, Boshe, Caesar, Liquid, Papilon, Teras, Obor, Tropis dan
Bunker.
Semua tempat itu menjajakan banyak kesenangan duniawi, dari mulai
minuman beralkohol yang bisa membuat fikiran melayang, hingga musik-musik
model R & B, Musik DJ, dan reggae. Tempat-tempat itu dijadikan banyak mudamudi
khususnya mahasiswa untuk mencari-cari teman kencan. Dikalangan anakanak
gaul tempat semacam itu dinamakan dugem, clubbing, atau tempat ajep-ajep.
Dinamakan ajep-ajep mungkin karena musik khas yang seringkali diputar berbunyi
“ajep ajep ajep ajep!”. Mereka juga seolah memiliki ritual sendiri. Biasanya cafécafé
tersebut buka pada pukul sepuluh malam. Semakin malam, café-café tersebut
semakin ramai.
Orang-orang yang datang biasanya langsung memilih tempat duduk, lalu
memesan minuman sambil menikmati musik khas. Bagi yang uangnya pas-pasan,
mereka cukup memesan minuman shakeran, dengan harga berkisar 60 ribu untuk
pitcher kecil dan 100 ribu untuk pitcher besar. Untuk kelas agak menengah mereka
bisa memesan liquor seperti vodka ataupun wisky dengan harga sekitar 400 ribu.
Meskipun bisa dibilang sangat jarang, tapi ada pula yang memesan wine atau
sampanye yang bisa merogoh dompet hingga senilai jutaan rupiah. Kira-kira pukul
tiga pagi café-café sudah mulai sepi. Bagi mereka yang mendapat pasangan kencan,
sebagian dari mereka melakukan “ritual” selanjutnya, yakni berkencan di tempat
yang ditentukan. Biasanya tempat yang paling popular adalah di jalan kaliurang atas,
dekat gunung Merapi. Mereka tinggal memilih salah satu diantara beragam villa
yang menyediakan fasilitas kamar tidur untuk siapa saja, tidak peduli apakah
tamunya adalah pasangan suami istri, anak kecil, remaja atau orang tua, tidak peduli
pula apakah orang Indonesia ataukah orang bule. Yang terpenting mereka rela
membayar sebuah kamar tidur untuk satu malam. Harganyapun disesuaikan dengan
waktu dan jenis villa.
Dimalam tahun baru ini, aku kira jalan Kaliurang atas akan menjadi sangat
ramai, bahkan ada yang tidak kebagian villa. Mungkin diantara mereka ada yang lari
ke penginapan-penginapan disekitar pantai Parangtritis. Ditempat itu juga sangat
kondusif untuk melakukan acara kencan. Sehingga, para pasangan muda mudi
tinggal memilih tempat, apakah di Jogja paling utara, ataukah di Jogja paling selatan,
Kaliurang atau Parangtritis. Kedua tempat itu memang sama-sama menjadi obyek
wisata yang paling diminati. Hampir setiap tahun baru, aku seringkali mendengat
berita di radio yang berbunyi sangat tidak mengenakan: Malam tahun baru alat
kontrasepsi habis di toko.
Ditengah hingar-bingar suara klakson mobil dan terompet tahun baru,
fikiranku mengingat sebuah syair Ali Ridha ra:
Manusia mencela zaman
Padahal tak ada cela pada zaman selain pada diri kta
Kita kecam zaman padahal kecaman itu ada pada kita
Sekiranya zaman dapat berkata
Ia akan menggugat kita
Ya, kira-kira seperti itulah hasil dari penelitianku waktu itu. Terasa sangat
memprihatinkan, memang. Tapi tak akan menyelesaikan masalah jika aku hanya bisa
mengecam zaman. Minimal aku sedikit banyak telah mengerti relitas yang ada di
sekelilingku. Realitas yang sebetulnya bukan hal yang baru, tapi selalu terjadi
inovasi dalam setiap gerak perubahannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

No Porn, Racism, Sadism

Makan Bersama di Lombok Namanya Begibung

     Halo, teman-teman! Kali ini saya mau berbagi pengalaman saya yang pernah mendapat undangan makan dari teman dalam rangka maulid nabi. A...

Populer, Sist/Broo