Minggu, 30 Oktober 2016

Sate Ambal Kebumen, Sate Legenda di Jalur Selatan-Selatan Jawa

Ketika lebaran pada Tahun 2015, Saya menyempatkan untuk mengunjungi Kecamatan Ambal di Kabupaten Kebumen. Pada waktu itu, Saya mengajak adik Saya untuk menemani jalan-jalan. Pada awalnya, Saya hanya ingin pergi ke Kota Kebumen saja, akan tetapi ketika pulang dari Kebumen Saya melewati jalur selatan-selatan karena jalan utama menuju Kutowinangun macet karena arus lebaran. Alhasil Kami berdua menggunakan motor membelok kearah selatan melewati daerah Bulus Pesantren

Kami menuju jalur selatan-selatan Jawa yang lebarnya tidak lebih dari lima meter. Beberapa kali, kami harus mengerem menghindari kendaraan dari arah berlawanan yang berusaha untuk menyalip kendaraan didepan nya. Jalan yang kami lewati juga terdapat lubang di beberapa titik. Belum lagi Kendaraan dari pemudik yang kebetulan lewat jalur selatan-selatan untuk menghindari macet di jalur utama menjadi alasan untuk selalu berhati-hati. Singkat kata Kendaraan kami lebih lambat setengah jam dari waktu normal.

Kebumen merupakan daerah dimana sebagian besar penduduknya menggantungkan ekonomi dengan bekerja di luar kota. Sebagian besar mereka mencari nafkah di daerah Jabodetabek.  Lebaran merupakan momen yang tepat untuk bagi para perantauan yang pulang untuk berjalan-jalan ke lokasi wisata di Kebumen, makanya jalan-jalan di Kebumen begitu ramai.

Tanpa sengaja Saya ada keinginan untuk mengunjungi pantai selatan. Pantai ini menjadi kenangan yang begitu berarti karena pantai inilah merupakan pantai yang pertama kali Saya lihat dalam sejarah hidup Saya. Ketika kecil orang tua sering mengajak ke sini. Ketika itu saat masa-masa lebaran. Maklum lah, orang desa kalau mau liburan yaitu ketika ada hari raya. Ada banyak sekali perbedaan pariwisata di Ambal pada jaman dahulu dengan jaman sekarang. Yang paling mencolok adalah transportasi yang digunakan pengunjung sekarang menggunakan kendaraan pribadi dibanding dengan jaman dahulu yang banyak menggunakan kendaraan umum yang dalam bahasa lokal yaitu "colt". Sehingga pengunjung pada jaman dahulu ketika Saya kecil atau sekitar Tahun 2000 an kebawah harus berjalan jauh dari terminal dadakan disekitar jalan raya menuju pantai yang kira-kita jaraknya kurang lebih dua kilo. Jika dilihat dari pantainya, sekarang ini di sekitar pantai ditanam pohon cemara. Pohon ini di tanam oleh teman-teman dari Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai program penguatan masyarakat terhadap bencana khususnya tsunami. Pohon cemara ini sekarang digunakan sebagai peneduh bagi wisatawan yang mengunjungi pantai, karena memang ketika kita berada di bawah pohon cemara terasa sejuk.

Namun setelah sekian lama tidak mengunjungi Ambal ada hal yang tidak berubah, salah satunya adalah kulinernya yaitu sate ambal. Sate ambal merupakan makanan khas dari Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Sate ini berbeda dengan sate yang lainnya terutama sate Madura dan Tegal.

Sebagaimana pada umumnya, sate ini menggunakan  ayam sebagai bahan utama, akan tetapi bumbu yang digunakan tergolong unik, yakni menggunakan bumbu dari tempe. Tempe diolah dengan menggunakan bumbu rempah pada umumnya. Air kaldu dari rebusan ayam digunakan sebagai pengencer pada bumbu sate ambal. Sehingga rasanya menjadi lebih gurih dan nikmat.

Setelah Saya memasukan sate ke dalam mulut, rasanya tidak berubah masih seperti yang dahulu. Ketika menyantap sate ambal rasanya kembali lagi ke masa silam dimana orang tua saya mengajak saya ke pantai dan didapantai membeli sate untuk dinikmati bersama-sama. Inilah sate legenda bagi saya, karena setelah sekian lama tidak menikmati sate, akhirnya dapat mencicipi lagi sate ini, dan rasanya pun tidak berubah.


Sate ambal, salah satu masakan tradisional Indonesia

Bumbu sate ambal

Kupat  dari sate ambal

Daging sate ambal

Jumat, 09 September 2016

Pengusahaan Gaharu (sekilas)

Gaharu adalah salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki ciri khas karena mengeluarkan aroma yang harum. Di pasaran, gaharu memiliki nilai jual yang tinggi karena banyak dicari orang terutama karena dijadikan sebagai parfum, aromaterapi, kosmetik, dan obat-obatan.

Pohon ini sekarang mudah jumpai di kebun-kebun warga. Di Pulau Lombok, masyarakat sudah lama mengenal pohon ini terutama dari jenis Gyrinops. Pohon gaharu mudah untuk dibudidayakan warga, karena pohon ini sebagai tanaman sela atau dalam kata lain gaharu bukan sebagai tanaman pokok. Dengan begitu hasil yang didapat akan lebih banyak karena selain menanam tanaman pokok petani juga akan mendapat keuntungan dari menanam tanaman gaharu.

Petani umumnya merasa kesulitan mengelola pohon gaharu yaitu ketika memasuki masa produksi gaharu. Yaitu ketika pohon siap di suntik sampai dengan masa penyulingan. Teknologi untuk produksi yang terbatas menjadi alasan mengapa masih banyak petani yang memercayakan proses inokualasi sampai penyulingan kepada pihak lain terutama para pemilik modal. Jika petani sudah mampu dan mengetahui cara-cara produksi mulai dari penyuntikan sampai dengan penyulingan maka akan semakin mendatangkan keuntungan yang semakin besar. 

Petani gaharu perlu mendapat penguatan terutama agar mereka dapat mendapat keuntungan yang besar dari sistem produksi gaharu. Berbagai macam cara sudah banyak dilakukan oleh pemerintah maupun oleh instansi terkait. Penguatan tersebut yaitu mengenai pelatihan budidaya, penyuntikan jamur, cara carving, hingga proses penyulingan untuk mendapat minyak gaharu. Perlu untuk diketahui bahwa harga gaharu di pasaran pada tahun 2013 di Papua Nugini sebesar $560 per kilo, di Thailan perkilo gaharu mencapai harga $ 2.000, sedangkan untuk harga minyak sendiri mencapai $ 15.000 per kg (Lutfi A, et.al.). Dengan potensi sumberdaya yang sudah ada, kesempatan untuk mendapat keuntungan dari sistem produksi gaharu sudah didepan mata. Sekarang yang terpenting adalah mendapatkan teknologi tepat guna yang mampu mengolah gaharu menjadi barang bernilai tinggi.

Dengan masih tingginya permintaan gaharu terutama dari negara-negara timur tengah dan negara-negara Asia Timur harus di manfaatkan sebaik mungkin agar peluang tersebut tidak terbuang percuma.  Peluang tersebut terutama dapat di manfaatkan dengan memberikan dukungan untuk petani yang berada di perdesaan. Dukungan dapat diberikan dalam bermacam-macam bentuk terutama agar terdapat keadilan diantara petani. Dengan begitu petani akan terus bersemangat dalam menanam pohon tersebut.



Biji dan daun pohn penghasil gaharu


Pohon gaharu dari jenis gyrinops yang masih muda. Pohon ini menjadi pohon sela

Biji gaharu dari jenis gyrinops yang sudah pecah dan siap untuk disemaikan

penampakan daun gaharu dari jenis gyrinop dengan gambar dua sisi

Senin, 08 Agustus 2016

4 Jam Bersepeda Mengunjungi Air Terjun Aik Kelep di Lombok

Jika kamu mencari jalan untuk kesenangan
Tak perlu jauh berjalan, Jalan itu banyak jika kau mencari
Kamu dapat berjalan kemana saja, seperti gelombang menghancurkan karang
Dirimu adalah intan dapat menembus segala

Lupakanlah masa lalu suram yang sering kau kenang
Walaupun kau diam, tua akan datang
Berbuatlah, bertindak, melangkah ke bintang terang
Disana ada cahaya yang terang dan akan membimbingmu jalan pulang
                                              ______yumantoko_______


Syair diatas adalah untuk menggambarkan suasana hati para petualang. Dimana jiwa petualang adalah jiwa pendobrak ketidaknyamanan. Karena apabila manusia sudah dijangkiti virus "nyaman" akan sulit untuk berbuat yang berguna untuk dirinya dan orang lain. Keluar dari zona nyaman dapat dilakukan dengan mengunjungi daerah yang dekat dengan rumah. Bisa dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda. Motor pun bisa dapat menjadi alternatif ketika kita tidak ingin bersusah payah atau capek. Karena setelah mengunjungi tempat tersebut, kamu pasti akan menemukan pandangan baru tentang lingkungan, dan diri kamu sendiri. Untuk mengikuti teori saya yang ngawur  seperti diatas, Saya mengunjungi air terjun Aik Kelep di Lombok Barat, dimana lokasi untuk menuju kesana harus melewati hutan dimana jalan untuk kesana sempit yang kadang naik dan turun, kadang pula harus melewati sungai dengan batu-batu yang besar.

Ketika itu hari libur yang sedang cerah. Kami yang hobi naik sepeda tidak sabar untuk mengayuh menuju Air Terjun Aik Kelep, yaitu air terjun yang belum terkenal di Pulau Lombok. Air terjun ini memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata baru terutama wisata trekking. Karena letaknya yang jauh kedalam hutan, siapa saja yang mengunjungi air terjun pasti akan merasa kalau dirinya sedang berpetualang. Jalan menuju ke air terjun begitu menantang. Lebarnya hanya cukup satu orang berjalan. Pemandangan selama perjalanan begitu mempesona, apalagi bagi orang kota yang jarang mengunjungi hutan. Kontur jalannya berupa jalan tanah, kadang kita menemui jalan batu ketika menyeberang sungai kecil.

Untuk menuju ke air terjun ini, saya harus melewati hutan yang lebat dan berliku-liku. Jalanannya sempit dan berbatu, dan ada titik yang licin, sehingga saya harus hati-hati agar tidak terpeleset atau tersandung. Saya memilih untuk menggunakan sepeda, karena saya ingin merasakan sensasi berpetualang di alam liar. Selain itu, saya juga ingin menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak mengeluarkan polusi dari kendaraan bermotor.

Perjalanan menuju ke air terjun ini membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dari mess. Di sepanjang jalan, saya bisa melihat pemandangan yang menakjubkan, seperti pepohonan hijau, sungai yang jernih, dan binatang-binatang liar seperti monyet dan burung. Saya juga bisa mendengar suara alam yang merdu, seperti gemericik air, kicauan burung, dan angin yang berhembus. Medan jalan yang ditempuh berupa tanjakan yang kelihatan ringan, namun setelah dijalani ternyata bikin kaki tegang, dan napas ngos ngosan.

Saya harus melewati hutan yang jalannya sempit. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi saya, karena saya harus turun dari sepeda agar bisa lewat. Saya juga harus waspada karena di kiri kanan berupa jurang yang lumayan dalam. Tapi saya tidak menyerah, karena saya tahu bahwa di ujung perjalanan ini ada sesuatu yang luar biasa menanti saya.

Kiri dan kanan selama perjalanan berupa pepohonan yang rimbun. Pohon durian mendominasi tumbuhan buah. Sayang sekali, kemarin bukan musim durian. Mungkin boleh lain kali ketika musim durian, Saya akan mengunjungi lagi daerah ini. Ada juga tanaman HHBK ( Hasil Hutan Bukan Kayu) yaitu bambu, dan pohon aren. Kalau aren menghasilkan penghasilan yang tidak kenal musim. Masyarakat disini memanfaatkan aren dengan mengambil nira untuk dijadikan tuak. Harga satu botol Aqua besar Rp 10.000,- , harga yang begitu lumayan untuk masyarakat desa. Karena dengan harga sebesar itu satu petani dapat mengantongi penghasilan yang luar biasa. Bayangkan jika sekali panen nira yaitu ketika sore hari, satu orang petani dapat mengumpulkan beberapa jeriken. Ya itulah rejeki untuk orang yang mempunyai pohon aren.

Ketika itu, kami ditemani oleh anak-anak dari Desa Giri Madya. Awalnya, kami ketemu dengan anak-anak tersebut ketika saya dan teman saya bertanya mengenai lokasi air terjun. Tiba-tiba saja anak yang kami tanya malah menawarkan untuk mengantar sampai ke air terjun. Lantas setelah itu, kami diantarkan sampai ke air terjun. Selain menunjukan jalan, anak-anak itu juga menuntun sepeda kami. Sungguh sangat beruntung karena kami pkir jalan yang kami lewati berliku-liku, dan jika kami sendiri yang kesana sudah dipastikan akan tersesat.

Saya sangat bersyukur bisa mengunjungi tempat ini dan bertemu dengan anak-anak yang luar biasa. Saya belajar banyak hal dari mereka, seperti kebaikan, keramahan, dan kegembiraan. Saya juga merasa lebih dekat dengan alam dan Tuhan. Saya berharap bisa kembali ke sini suatu hari nanti dan bertemu lagi dengan anak-anak Desa Giri Madya.

Akhirnya, setelah melewati semua rintangan dan tantangan, saya sampai di air terjun Aik Kelep. Saya langsung terpesona dengan keindahan air terjun ini. Airnya jatuh dari ketinggian sekitar 35 meter dengan suara yang menggelegar. Airnya berwarna biru muda dan sangat segar. Di sekeliling air terjun ada tebing-tebing yang ditumbuhi oleh lumut hijau dan bunga-bunga liar. Udara di sini sangat sejuk dan bersih.

Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk memegang air terjun ini. Saya merasakan sensasi dinginnya air yang menyentuh kulit saya. Saya juga merasakan pijatan-pijatan halus dari air yang jatuh dari atas. Saya merasa sangat rileks dan tenang di sini. Saya lupa dengan segala masalah dan kepenatan yang ada di luar sana.

Ini adalah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan. Air terjun yang kami tuju sangat indah dan sejuk. Kami bisa mandi dan bermain air di sana. Anak-anak yang menemani kami juga sangat ramah dan ceria. Mereka bercerita tentang kehidupan mereka di desa dan tentang air terjun yang menjadi tempat favorit mereka. Kami juga berbagi makanan dan minuman dengan mereka. Kami merasa seperti saudara.

Saya juga mengambil beberapa foto untuk mengabadikan momen ini. Saya ingin membagikan pengalaman saya ini kepada teman-teman dan keluarga saya. Saya ingin mereka juga bisa merasakan apa yang saya rasakan di sini. Saya ingin mereka juga bisa menghargai keindahan alam yang Tuhan ciptakan untuk kita.

Saya merasa sangat bersyukur dan bahagia bisa mengunjungi air terjun Aik Kelep ini. Saya merasa bahwa ini adalah salah satu pengalaman terbaik dalam hidup saya. Saya belajar banyak hal dari petualangan ini, seperti menghormati alam, mengatasi rasa takut, dan menikmati setiap detik yang ada. Saya juga merasa bahwa saya menjadi lebih kuat, lebih berani, dan lebih bijaksana setelah menghadapi semua tantangan yang ada.

Saya berharap bahwa saya bisa kembali ke sini suatu hari nanti. Saya juga berharap bahwa air terjun ini tetap terjaga keasliannya dan tidak rusak oleh ulah manusia. Saya berharap bahwa semua orang bisa mengunjungi tempat ini dan merasakan keajaiban yang ada di sini.
Terima kasih sudah membaca blog post saya ini. Semoga bermanfaat dan menginspirasi kalian semua. Sampai jumpa di petualangan selanjutnya!


Jalur yang dilewati dalam jelajah dengan sepeda cukup menantang. Kami harus berjalan mengantri. Karena sebelah kiri kami adalah jurang yang dalam

Kami harus menyeberangi lembah dengan jalan berbatu besar. Kami dibantu anak-anak menunjukan jalan.

Pemilik blog lagi nggaya

Pemandangan dengan latar belakang air terjun

Anak-anak ini adalah yang mengantar kami ke air terjun. Tanpa petunjuk dari anak-anak, mustahil kami dapat sampai ke air terun

Pumpung lagi di air terjun, tidak ada salahnya melakukan foto

Anak-anak ini sangat membantu sekali dalam perjalanan menuju air terjun

Kami melewati sungai yang alirannya tidak terlalu deras

Kami pun harus istirahat sejenak untuk melepas lelah, dan selanjutnya setelah tenaga sudah terkumpul, kami berjalan lagi menuju air terjun

Anak-anak dengan semangat membantu kami membawa sepeda. Kadang kami menemui jalan terjal namun kita semua bekerja sama untuk melewatinya.


Air terjun yang menjadi tujuan kami. Kami tidak lupa untuk mengabadikan momen tersebut. Anak-anak yang ikut bersama kami naik ke dinding karang, lantas karena membahayakan jiwa, saya menyuruh anak-anak untuk segera turun.

Jumat, 24 Juni 2016

Family Gathering Litbang Kehutanan Mataram

Untuk menciptakan keakraban diantara pegawai, tepatnya sekitar awal tahun 2016 ini, kantor kami mengadakan family gathering. Walaupun tidak ada tema khusus untuk acara ini, kegiatan yang berlangsung dari pagi sampai siang berjalan sukses.

Acara dilaksanakan di dua tempat yaitu di kantor dan di lesehanan Langko. Pertama tama acara diawali pembukaan dari kepala balai kemudian teman-teman diarahkan ke lesehan Langko untuk menyantap makan siang. 

Acara berlangsung dalam suasana yang heboh. Hal ini dikarenakan para partisipan yang hadir membawa anak yang masih kecil-kecil. Misalnya ketika kepala balai sedang memberi ceramah kepada para pegawai, tiba-tiba saja ada anak kecil yang berlari-lari di depannya. Sehingga orang yang mendengarkan kurang fokus dan malahan lebih tertarik untuk melihat tingkah lucu anak kecil yang berteriak-teriak. Belum lagi anak-anak yang berlari kesana kemari, bahkan sampai ada yang naik keatas meja. Ya itulah namanya orang yang sedang melakukan family gathering, kalau tidak ada kejadian seperti itu tidak akan asik.

Ketika semua sudah berkumpul di lesehan, penyanyi lokal ikut meramaikan acara dengan bernyanyi dan bergoyang diiringi musik orjen tunggal. Tidak lupa beberapa pegawai yang memiliki bakat seni di bidang olah fokal juga tidak ketinggalan untuk menyumbangkan suara, termasuk saya. Saya yang pada waktu itu juga turut menyanyikan sebuah lagu berjudul "malam ini" karya Ahmad Dhani, walaupun suara kurang pas dengan musik orjen, tetapi saya begitu menikmati, gak tahu yang mendengarkan mungkin pingin-pingin cepet selesai. Ini dikarenakan suara saya rendah, sedangkan musik orjen tunggal di set lebih tinggi. Gak masalah kalau cuma masalah nada sumbang, fals dan sebagainya yang penting ada yang mengisi acara agar acara ramai dan berjalan sukses.

Kopi, teh, es kelapa, dan air putih menjadi minuman yang menyegarkan suasana di tengah terik matahari yang pada waktu itu bersinar cerah. Di setiap sudut yang teduh menjadi tempat yang asik untuk ngobrol dan sembari untuk mencicipi beberapa hidangan yang disajikan dan melihat beberapa anak-anak berenang di kolam yang tidak terlalu luas. Sementara itu beberapa orang tua ikut mengawasi anak-anak yang sedang mandi. 

Hidangan buah rambutan menjadi cemilan yang tidak kalah menariknya dari cemilan yang lain sebelum makan siang dimulai. Selain itu untuk memberi kesan mantap ketika acara, panitia juga menyuguhkan makan besar. Semua bebas mengambil sesuka hati, boleh mengambil sampai perut besar, tapi kalau tidak bergerak karena kekenyangan, panitia tidak bertanggung jawab.

Menu utama adalah pelecing, yaitu makanan khas dari Pulau Lombok yang tidak boleh ketinggalan di setiap acara yang diadakan di Pulau ini. Ada juga ayam goreng yang di goreng begitu renyah hingga menyamai KFC atau CFC. Tidak lupa untuk memberi kesan pedes yaitu sambal ekstra khas Lombok yang kepedasannya mampu mengalahkan pedasnya sambal ABC. 

Dan akhirnya setelah Dzuhur acara selesai, dan semua peserta meninggalkan tempat dengan penuh rasa kenyang (*_*).






Penyanyi terkenal dari Pemalang "Alex Novandra" ketika berduet dengan penyanyi jebolan Langko Idol

Suasana akrab diantara pegawai Litbang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan







Selasa, 21 Juni 2016

Sungai dan air terjun

Kebiasaan Saya kalau sudah bosan di mes dan lama tidak keluar kantor biasanya ada keinginan untuk melakukan perjalanan ke luar. Kebiasaan ini saya rasa merupakan hal yang positif, dimana kita dapat melihat pemandangan ke alam bebas sekaligus melakukan interaksi dengan masyarakat sekitar. Selain itu, untuk menghabiskan energi dengan menggerakan badan di tempat-tempat yang menarik agar tubuh tidak terasa kaku.

Berjalan mendaki bukit dan kemudian turun, merupakan aktivitas yang berat terutama bagi yang tidak pernah melakukan kegiatan ini sebelumnya. Bagi orang yang sudah terbiasa dengan aktivitas diluar ruangan hal itu merupakan tantangan karena orang tersebut biasanya akan mencari kesempatan yang berbeda dan tentunya akan menambah pengalaman terhadap lingkungan di sekitarnya. 

Foto ini saya ambil ketika melakukan perjalanan ke Lombok Utara, daerahnya jauh dari keramaian kota. Akan tetapi daerah ini sedikit jauh dengan jarak sekitar 3 jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Perjuangan yang tidak akan rugi karena ketika sudah sampai kita dapat menghirup sedalam-dalamnya udara disini yang belum tercemar. Kita juga dapat mendengar suara burung. Kadang kita berpapasan dengan kera-kera yang sedang berkumpul. Tidak itu saja, suara aliran air dan air terjun menambah ke asri tempat tersebut.

Ketika kaki mulai masuk kedalam sungai, rasa-rasanya dingin seluruh tubuh walaupun hanya baru kaki yang masuk ke air. Ketika tubuh sudah mulai berenang masuk kedalam air, dinginnya tidak hanya di kulit, tapi perlahan mulai masuk kedalam hati mendinginkan pikiran dan perasaan yang liar.


Sumber daya air yang melimpah seharusnya dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat sekitarnya

pemandangan alam natural
Pemanfaatan sumberdaya air salah satunya adalah dengan menjadikan pariwisata

Alam yang telah menyediakan sumberdaya agar dapat digunakan sesuai fungsunya

Kamis, 12 Mei 2016

Ngepit

Saya bisa naik sepeda pertama kali ketika masih kecil. Saya lupa umur berapa memulai menaiki sepeda. Tapi berdasarkan ingatan sesaat saya ketika menulis blog ini kurang lebih ketika sekolah TK. Orang yang pertama melatih Saya naik sepeda adalah orang tua saya. Pertama kali, sepeda yang Saya pakai yaitu sepeda kecil yang dibeli dari tetangga yang rumahnya tepatnya di utara Masjid Raudatul Jannnah Desa Tanjungsari yang juga kebetulan ayah dari teman main ketika Saya kecil. Tapi sekarang orangnya sudah meninggal dunia. Dulu orang tua Saya sering membeli sepeda dari Beliau, mulai dari sepeda jenis BMX, jengki, dan Federal. 

Saya tergolong tidak kerepotan untuk berlatih sepeda. Hanya sekitar tiga hari sejak hari pertama mengonthel, Saya sudah bisa ngebut memakai sepeda. Sepeda  pertama Saya  berwarna hijau dan belum ada boncengan. Jadi, kalau  mau minta bonceng kakak, Saya berdiri di as roda belakang. Kadang saya lupa waktu ketika bermain sepeda. Berdasar pengalaman saya kecil dulu, rute ter jauh yang pernah saya tempuh ketika berlatih naik sepeda yaitu ke stasiun di kota kecamatan. Dulu, stasiun merupakan tempat favorit saya, karena ketika Saya kecil saya suka dengan kereta api dan Saya bersama kakak serta teman-teman main bersama melihat kereta di stasiun. Sering sekali Saya dicari orang tua karena main ke stasiun tidak pamit. Perlu diketahui bahwa jarak rumah dengan stasiun kereta sekitar 2 kilo, dan jalan untuk menuju kesana ramai kendaraan karena merupakan jalur kabupaten. Tak jarang Saya sering membawa bekal air minum teh yang dibungkus menggunakan plastik maupun botol bekas air mineral. Kalau menurut Saya jalur tersebut berbahaya karena kendaraan bermotor sering memacu dengan kencang. Waktu kecil tidak ada perasaan takut sama sekali untuk naik sepeda ke tempat yang jauh sekalipun. Bahkan Saya pernah ada rencana pergi ke kota kabupaten yang jaraknya sekitar 15 Km dari rumah.

Dari cerita diatas Saya berkeyakinan bahwa ketika masih kecil manusia mampu berpikir ke depan tanpa memikirkan hambatan meskipun hambatan begitu banyak di jalan. Seperti saya ini, Saya memiliki keberanian untuk menjelajah daerah di luar daerah Saya dengan sepeda yang waktu itu masih belajar, meskipun bahaya besar mengancam karena jalur yang saya lewati begitu rawan dengan banyak kendaraan bermotor yang melintas. Jadi kalau punya keinginan besar kita harus belajar kepada diri kita ketika masih kecil yaitu kita yang berani mau melangkah tanpa rasa ragu.

Rabu, 11 Mei 2016

Ngeteh

Hujan masih terus berlangsung selama istirahat siang. Saya rupanya terlambat ke kantor setelah istirahat karena hujan. Sembari duduk didalam kamar, saya juga menonton TV untuk menghalau rasa suntuk. Setelah beberapa lama kemudian, hujan mulai menunjukan akan berhenti walaupun masih ada gerimis. Saya lantas memaksakan diri untuk menembus gerimis. Dengan risiko nanti saya bisa pusing. Jaraknya sih tidak jauh, kalau naik sepeda sekitar satu menit sampai. Saya langsung mengambil sepeda yang masih ter parkir didalam mes. Kemudian saya menuntun sepeda keluar untuk saya pakai ke kantor. 

Rupanya benar prasangka saya sebelumnya, kepala saya sedikit pusing karena mungkin tadi saya menembus gerimis dari mes menuju kantor tanpa menggunakan payung. Sesampai didalam kantor, untuk membaca jurnal sepertinya tadi Saya  kurang konsentrasi. Tidak seperti biasanya saya pusing seperti ini, mungkin karena beberapa waktu yang lalu saya melakukan perjalanan panjang ke Kebumen. Saya tidak memaksakan untuk menyelesaikan tugas saya pada ketika itu, Saya berusaha bekerja sesuai dengan kemampuan diri saya. Saya hanya membaca hal yang sesuai dengan pekerjaan yang ringan saja, seperti membaca jurnal yang sudah pernah saya baca, ya hanya untuk mengingat-ngingat saja, tidak begitu berat jika dibanding dengan harus membaca hal yang baru.

Rupanya hati kecil saya memberontak ingin keluar dari zona tidak nyaman ini. Setelah berpikir akhirnya saya memutuskan untuk membuat teh hangat. Teh celup masih ada di meja sebelah, tinggal memanaskan air saja di dispenser. Teh yang tersisa merupakan teh hijau, tahu sendiri kalau teh hijau diminum dalam keadaan perut kosong dapat mengakibatkan lambung perih, kebetulan tidak jauh dari mushola ada kantin dan stok roti masih ada. Saya mengambil roti seharga Rp 2.500,-. Rotinya lumayan saya suka. Rotinya berisi coklat dan pisang. Setelah saya dapat roti itu saya bergegas menuju ruangan untuk meminum teh yang telah saya buat sebelumnya. Dan saat itu teh dalam kondisi yang sedang enak-enaknya ketika masih hangat. Saya tidak mau meninggalkan momen ini, langsung saya minum. Dan setelah itu tubuh mengeluarkan keringat, dan ini pertanda bahwa, tubuh saya bereaksi dan terasa hangat di tengah hujan. 

Sabtu, 23 April 2016

Bukit Korea Lombok



Pada hari Sabtu pagi Kami yang tergabung dalam rombongan gowes di kantor, mengadakan tour ke Bukit Korea. Letaknya dekat dengan Kota Mataram sekitar lima kilo meter kearah utara. Bukit ini tidak terlalu tinggi, untuk Kami saja yang masih pemula mudah untuk mencapai kesini. Ada beberapa tanjakan yang naik tajam namun dengan menyetel rantai pada kecepatan rendah tidaklah menjadi masalah. Tujuan utama kita kesini adalah melihat pemandangan Kota Mataram dari atas bukit.

Bergaya seakan terbang dari ketinggian untuk menuju ke Kota Mataram. 

Kita adalah anggota gowes yang sadar kamera sehingga disetiap moment tidak lupa untuk berfoto

Rabu, 16 Maret 2016

Hari Bhakti Rimbawan

Hari senin Tanggal 14 Maret mendapat kabar dari Kepala Tata Usaha lewat Whats app grup yang intinya pada tanggal 16 Maret semua pegawai diwajibkan untuk mengikuti upacara dalam rangka hari Bhakti Rimbawan di depan kantor DAS. Sebagai orang yang bekerja di birokrasi namun yang berhubungan dengan lapangan, Saya sudah jarang ikut kegiatan upacara. Jadi momen hari Bhakti Rimbawan sebagai waktu yang tepat untuk mengenang kembali masa-masa MI sampai SMA, dimana dipastikan setiap minggu wajib upacara, kecuali jika ada halangan-halangan tertentu seperti hujan besar, libur dan lain sebagainya.

Sekitar jam delapan pagi ini, rimbawan rimbawati yang bertugas di Provinsi Nusa Tenggara Barat telah memulai acara. Tapi rasa-rasanya Hari Bhakti Rimbawan sudah berbeda dari tahun-tahun yang lalu. Pegawai di bidang kehutanan tidak dapat lagi merasakan kemeriahan Hari Bhakti Rimbawan. Biasanya dulu ada acara seperti pertandingan olahraga antar UPT Kementerian Kehutanan, jalan santai, lomba anak, dan lain sebagainya. Akan tetapi setelah penggabungan dua kementerian yakni Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup, kegiatan hari Bhakti Rimbawan sudah tidak ada lagi.


Saya mempersepsikan Hari Bhakti Rimbawan

sebagai ajang silaturahim antar pegawai di bidang kehutanan, sehingga suasana menjadi lebih bersifat kekeluargaan. Dari yang tidak kenal sebelumnya menjadi kenal atau lebih mengakrabkan pegawai yang sudah kenal. Saya pertama masuk dan mengenal teman-teman UPT yang lain karena Hari Bhakti Rimbawan. Dimana ketika mengikuti pertandingan olahraga, secara tidak sengaja Saya dapat menegur dan menyapa dengan pegawai dari instansi yang lain . Dan sekarang, saya rasanya melihat wajah-wajah baru namun tidak mengenal, apa karena saya yang kurang gaul ya.......?????????

Perlombaan badminton pada Hari Bakti Rimbawan


Lomba voli Hari Bakti Rimbawan di BPDAS Dodokan Moyosari
Terasa lapar setelah selesai lomba

Upacara Hari Bakti Rimbawan
Setelah upacara Hari Bakti Rimbawan

Sabtu, 12 Maret 2016

5 Jam Naik Sepeda di Senggigi, Lombok

Saya teringat sebuah acara televisi yang muncul di Trans TV setiap hari Sabtu dan Minggu namanya My Trip My Adventure. Acara tersebut meng ekspose keindahan alam Nusantara terutama yang masih alami. Acara tersebut Saya lihat terbilang sukses, karena memunculkan efek domino di masyarakat. Banyak kaos yang kita temui di jalan bertuliskan acara tersebut sudah menjadi bukti bahwa jumlah penonton begitu banyak. Selain itu acara tersebut menurut Saya menimbulkan hasrat bagi kaum muda untuk melakukan travelling ke berbagai pelosok tanah air, hal ini terlihat dari banyaknya anak muda yang memposting lewat media sosial tentang tempat-tempat yang terbilang masih baru.

 Saya dan kawan-kawan ceritanya tidak kalah dengan acara di TV tersebut. Pada hari libur tepatnya tanggal 6 Maret 2016 melakukan travelling yang tidak biasanya. Mengapa tidak biasa yaitu karena kami-kami ini sebenarnya sudah cukup berumur, ya walaupun belum tua, tetapi fisik sudah berkurang kekuatannya. Yang kedua sebagian dari kami sudah memiliki keluarga, sehingga harus rela mencuri waktu demi memuaskan hasrat pribadi yang belum tersalurkan sejak muda. Tidak ada salahnya untuk refreshing sekaligus ber olahraga di hari libur. Sambil memacu pedal kami bisa melihat pemandangan yang indah, yaitu dengan gowes alias bersepeda.

Rute yang kami lalui merupakan jalur pariwisata. Mengapa demikian, karena biasanya turis-turis baik lokal maupun mancanegara yang sedang berlibur di Lombok melalui jalan tersebut, yaitu akses menuju Gili Trawangan, Senggigi dan Senaru. Pokoknya kami tidak risau dengan kualitas jalan, dijamin mulus seperti sutera mulai dari Pemenang di Kabupaten Lombok Utara hingga Batu Layar di Kabupaten Lombok Utara. Jika diukur dengan sepido meter sekitar 50 kilo. Jarak yang lumayan untuk olah raga sekaligus refresshing seharian. 

Pertama-tama kami memulai dengan meminta bantuan seorang teman kantor untuk mengantar dari office base di daerah Mataram membawa Kami ke Kecamatan Pemenang di Kabupaten Lombok Utara. Untuk itu, Kami melakukan persiapan sejak hari Jumat dengan mengecek kondisi mobil yang akan digunakan untuk mengantar ke tempat start. Untuk ke posisi start kami menggunakan kendaraan jenis pick up agar bisa membawa sepeda. Untuk berangkatnya, Kami melewati jalur Mataram-Pusuk yang konon katanya lebih dekat. Jalan tersebut merupakan jalan terabas untuk cepat sampai ke Lombok Utara. 

Kami berjumlah delapan sepeda, rencana awal sekitar sembilan sepeda, jadi ada satu sepeda dan satu joki yang tidak jadi ikut. Lantaran hal tersebut, kemeriahan berkurang sedikit. Tetapi tidak menjadikan suasana berubah menjadi layu, kami tetap saja menikmati suasana jalan yang kala itu tidak terlalu ramai namun tidak pula sepi. Sesekali, kami berpapasan dengan grup sepeda yang lain yang juga sedang melakukan touring. Jika sudah berpapasan dengan pengendara sepeda lain, saya pikir rasa solidaritas diantara pengendara sepeda meningkat. Maklumlah, sekarang ini sepeda bukan lagi alat transportasi mayoritas seperti beberapa tahun silam. Populasinya sudah terancam oleh alat transportasi bermesin. Sebagai minoritas, sepeda kini merupakan alat transportasi yang ekslusif, karena tidak semua orang punya. Kalau dulu orang punya banyak sepeda namun belum tentu punya motor, namun sekarang orang sudah pasti punya motor namun belum tentu punya sepeda. Ya memang sekarang semua serba terbalik, itulah hidup selalu ada perubahan.

Suara rantai menjadi sering terdengar ketika kami memasuki tanjakan di dekat dermaga kapal. Tanjakan di sini termasuk berat, karena lumayan tinggi. Beberapa dari kami harus menyerah turun dari sepeda karena walaupun kecepatan rantainya di stel paling ringan ternyata masih saja tidak kuat untuk naik. Napas menjadi lebih dalam, karena kami membutuhkan banyak energi untuk mengayuh sepeda menuju tempat yang lebih tinggi. Kami pun harus lebih berhati-hati ketika menanjak, biasanya untuk mengimbangi kekuatan menanjak, kami harus oleng kiri dan kanan agar kecepatan konstan. Apalagi banyak kendaraan bermotor yang naik juga harus selalu menjaga kecepatan agar mesin tidak mati, sehingga sudah dipastikan bahwa kecepatannya juga tinggi, inilah yang membuat kami lebih berhati-hati. Ini tidak menjadikan kami menyerah begitu saja. Kami yakin setelah menanjak pasti ada turunan yang begitu nikmat.

Untuk memulihkan kondisi tubuh sehabis menanjak, Kami biasanya istirahat sejenak di atas bukit. Itulah kegunaan dari kita menanjak tinggi, rupanya setelah capek, kita wajib untuk istirahat sejenak dan apalagi ketika istirahat kita bisa memandangi pemandangan pantai Senggigi yang indah. Sungguh, hal ini akan membuat badan cepat pulih ke kondisi normal. Istirahat diatas bukit juga menjadi alasan bahwa kita harus membuka bekal yang sudah dibawa agar tidak terlihat mubazir. 

Dan kenikmatan terakhir dari kita naik sepeda di Daerah Senggigi adalah ketika turun dari atas bukit. Kita tidak perlu mengayuh sepeda, karena sudah otomatis kita akan meluncur dengan kencang ke bawah. Energi tersimpan untuk di jalan yang datar dan menanjak. Desiran angin ketika menurun menjadi obat penyejuk ketika keringat banyak keluar sewaktu menanjak. Kecepatan sewaktu menurut dapat maksimal, tapi biasanya kami diam saja memikirkan mengerem jikalau ada penghalang didepan sepeda.

Akhirnya hari minggu dapat terisi dengan kegiatan positif, yaitu olah raga sekaligus refresing. Rencananya kami akan menjajal medan yang lebih menantang seperti Senaru, Sembalum, dan  ke daerah Sekotong.





Kru sepeda litbang kehutanan BPTHHBK Mataram





Kru sepeda litbang kehutanan BPTHHBK Mataram

Kru naik sepeda litbang kehutanan bpthhbk mataram

Sepeda yang sedang parkir diatas bukit ketika istirahat



Tanjakan begitu tinggi, sehingga tidak kuat mengayuh sepeda dan harus turun

Para anggota gowes sedang mencoba jalan yang naik. Sepeda di stel gigi terendah

Salah seorang kru yang tidak kuat naik tanjakan, sehingga harus menuntun sepeda

Jumat, 04 Maret 2016

Menuju Puncak Rinjani Itu Tidak Mudah

Hujan telah mengguyur tempat Kami berkemah  sekitar pukul sembilan malam. Rupanya setelah lewat 12 jam dari waktu turun pertama, hujan belum berhenti. Hal ini membuat Kami yang sebagian besar adalah pendaki pemula merasa was-was takut kalau hujan terus berlanjut sampai satu hari, sehingga kami tidak jadi naik ke Puncak Rinjani. Saya lihat ke arah luar lewat jendela tenda, rupanya semua pendaki lebih memilih aktivitas didalam tenda untuk tidur-tidur sembari menghimpun energi. Namun ada beberapa pendaki mancanegara yang melakukan pendakian ke Puncak Rinjani dengan menggunakan mantel untuk melindungi badan dari hujan. Saya merupakan bagian dari sebagian besar pendaki yang memilih untuk tetap tinggal didalam tenda menunggu hujan reda. 

Setelah kami menunggu sekitar dua  jam, hujan mulai mengurangi intensitas. Hal ini memberi kesempatan kami untuk mempersiapkan pendakian ke puncak. Pertama-tama teman kami yang pandai memasak menyiapkan makanan sebagai makan pagi dan makan siang. Pada waktu itu saya memiliki peran untuk mengambil air yang berada di mata air  ke arah kiri dari perkemahan. Rupanya sudah banyak pendaki yang mengantri mengambil air, untungnya antrian nya tidak terlalu panjang. Setelah menunggu sekitar 10 menit, saya mendapat giliran untuk menadah air menggunakan botol bekas air mineral. Pada beberapa sudut mata air di buat seperti memancur dari atas sehingga memudahkan orang yang mau mengambil air. Setelah air memenuhi botol, saya naik menuju perkemahan untuk segera digunakan untuk berbagai macam kebutuhan.

Sekitar pukul dua belas siang, waktu itu kami sudah makan dan hujan sudah tidak jatuh lagi, baru kami yakin bahwa kali ini kami mampu ke puncak. Kami pertama-tama bersama dengan pendaki lain memulai dengan membentuk lingkaran  berdoa bersama agar diberi keselamatan ketika ke puncak. Setelah doa selesai, baru kami mulai melangkahkan kaki dengan perasaan optimis, kalau apapun rintangannya akan kami lewati. Jalan yang dilalui pada tahap awal-awal berjalan terasa berat, karena sudut miring dari medan yang dilalui sekitar 60 derajat. Kami harus selalu berhati-hati agar tidak terpeleset, pasalnya medan yang kami lalui berupa pasir yang mudah longsor.

Saya mendapat saran dari orang yang sudah berkali-kali naik untuk tidak tergesa-gesa, karena justru jika naik ke puncak dengan kondisi tergesa-gesa malah akan memperlemah fisik pendaki. Sarannya adalah untuk selalu menikmati tiap langkah agar tidak cepat capek. Karena di jalan banyak sekali pemandangan yang bisa di lihat yang kalau di tempat biasanya tidak dapat dilihat. Ketika menuju ke puncak dianjurkan untuk membawa bekal makanan, untuk tetap menjaga keseimbangan energi.

Total waktu yang dibutuhkan dalam perjalanan dari tempat perkemahan di Plawangan sampai dengan puncak sekitar empat jam. Selama empat jam tersebut medan yang berat adalah ketika berada di lautan pasir sebelum puncak. Begitu berat karena medan yang kami daki kelerangan nya cukup curam sekitar 60 derajat, dan pasir yang kami injak amblas begitu dalam, sehingga dibutuhkan energi besar untuk melangkah.















Makan Bersama di Lombok Namanya Begibung

     Halo, teman-teman! Kali ini saya mau berbagi pengalaman saya yang pernah mendapat undangan makan dari teman dalam rangka maulid nabi. A...

Populer, Sist/Broo