Kamis, 21 Januari 2010

Memahami Korupsi dari Sudut Pandang Faucault


Memahami Korupsi dari Sudut Pandang Faucault
Menurut Faucault, pengetahuan berhubungan erat dengan kekuasaan. Seperti yang dikatakannya.
power produces knowledge, in the sense that what the considered ‘true’, knowledge abaut topic is constructed through discourse. It is discursive knowledge which has the power to make itself true”(Stuart Hall, 1997, ha;.49).
Dalam pengertian tersebut mengandung makna bahwa kekuasaan telah melahirkan pengetahuan atau Sesutu yang dianggap benar oleh banyak orang, pengetahuan dibangun dengan wacana yang pada akhirnya nanti akan menciptakan kekuasaan. Kemuadian Faucault melanjutkan analisisnya mengenai relasi antara pengetahuan dengan kekuasaan:
Knowledge produced by discourse is a kind of power because ‘those who are known in particular way will be subject (ie.subjected) to it.”(Stuart Hall, 1997, hal .295)
Pengetahuan bukan hanya diciptakan melalui relasi kekusaan tetapi juga melahirkan bentuk kekuasaan baru.
Mengenai bagaimana sebuah wacana mampu membuat kekuasaan Stuart Hall menjelaskan dengan menjelaskan mengenai fungsi kekuasaan yang menciptakan relasi tentang dua hal yang berbeda(difference).

  1. kekuasaan sebagai car untuk mengkategorisasikan masyarakat kedalam kategori dikotomis seperti, kaya-miskin, kumuh-mewah, businessman-pengangguran, beradab-takberadad, dan lain sebagainya.


  2. kekuasaan sebagai cara membandingkan kedua hal yang dikotomis seperti pada nomor satu.


  3. kekuasaan sebagai bingkai untuk mengorganisasikan kekuasaan dan menentukan bagaimana kita berpikir serta berbicara.

Agar lebih memahami teori diatas dapat Saya gambarkan dengan korupsi yang sejak dulu dan sekarang maupun masa yang akan datang akan terus ada.
Motivasi orang melakukan korupsi adalah untuk mendapatkan kekuasaan baik itu secara social maupun politik(nah itu kalau tidak ketahuan, tapi kalo ketahuan pasti masuk pejara) jika korupsi yang dilakukan oleh seseorang tersebut berhasil dalam artian tidak ketahuan maka seseorang tersebut telah mendapatkan pundi-pundi harta dengan pundi-pundi harta tersebut orang cenderung untuk membeli barang yang mewah dan dengan barang mewah yang talah dimiliki tersebut orang lain akan beranggapan bahwa orang yang memiliki barang mewah tersebut akan menyisakan sebagian memori di otaknya untuk selalu mengingat bahwa seseorang yang memiliki barang mewah tersebut untuk perlu dihormati, disanjungm diberikan tempat paling depan jika ada suatu pertemuanm, didahulukan makannya jika ada jamuan makan dan lain sebagainya. Begitulah bagaimana masyarakat dipermainkan oleh symbol yang dipakai oleh seseorang, bagi Anda yang ingin mempermainkan masyarakat Anda harus menggunakan symbol yang paling dihargai oleh masyarakat. Masyarakat yang masih mendewakan suatu symbol tertentu sangat rentan sekali dengan penipuan-penipuan oleh orang-orang tertentu yang memiliki kekuasaan.
Seseorang sebelum memiliki kekuasaan sangat menggantungkan hidupnya sewaktu muda. Pada waktu muda seseorang membangun pondasi dengan menempuh pendidikan dengan hidden agenda didalamnya. Berbagai trik dan intrik bisa dilihat dari seseorang yang dewasanya mendewakan kekuasaan pada saat menempuh pendidikan/kuliahnya. Misalnya seseorang pada saat mengerjakan tugas paper sering membuat plagiasi , sering tidak hadir pada saat kuliah karena sering mengerjakan proyek-proyek yang memiliki nilai uang, sering membuat penipuan-penipuan baik itu dengan suatu institusi mahasiswa maupun dengan institusi kampus misalnya mengusahakan diri agar tertutupi pada saat melakukan registrasi dan melakukan berbagai macam pelanggaran-pelanggaran. Walaupun demikian bukan berarti seorang mahasiswa yang senang melakukan hal tersebut ketinggalan mata kuliah dengan yang lain tetapi biasanya secara akademis sulit membedakan antara mahasiswa tersebut dengan kebanyakan. Karena pada saat ujian bisa saja mahasiswa tersebut melakukan tindakan melanggar aturan seperti menyontek dan sebagainya. Ada seseorang Saya lupa siapa mengatakan bahwa seseorang menempuh pendidikan yang baik hanya untuk mendapatkan jabatan dimasa tuanya. Ini adalah sesuatu yang salah kaprah. Seharusnya pendidikan adalah untuk mencari ilmu untuk kemalahatan masyarakat, walaupun toh ahirnya jadi pejabat tetapi pejabat yang mengabdi kepada rakyat bukan pejabat yang gila akan kekuasaan dan harta yang melimpah, seperti yang bisa kita lihat di televise. Banyak pejabat yang terkena sandungan korupsi karena berusaha untuk memanipulasi kekuasaannya yang di converse kedalam nilai-nilai harta yang menyilaukan para pejabat.
Korupsi diusahakan agar tidak diketahui orang lain. Caranya yaitu dengan memanipulasi aturan yang ada. Orang tidak akan berani korupsi sebelum mereka membenahi aturan yang dianggap menyudutkan seseorang pada saat korupsi. Sehingga mungkin saja orang membuat/memodifikasi aturan untuk memuluskan dirinya melakukan suatu tindak pidana korupsi agar orang lain mempercayai tindakan yang sedang dilakukannya.
Jadi untuk masyarakat agar selalu mengawasi setiap keputusan yang diambil oleh para pejabat agar kesempatan melakukan korupsi menjdi kecil.


Reference: kuliah sosiologi budaya ugm

Muhammad Ikhsan Kurnia

Bagi saya, sebuah proposal tidak harus ditulis secara formal berdasarkan kaidah umum. Tak mengurangi sedikitpun rasa hormat kepada siapapun yang membaca tulisan ini, tulisan ini tidak lebih dari sebuah keresahan dan impian yang ingin berusaha direalisasikan. Dengan harapan, tulisan ini bisa mengajak siapa saja yang merasa terpanggil dan ingin memberikan kontribusi kepada masyarakat luas.

Saya ingin mengawali tulisan ini dengan sebuah cerita tentang diri saya sendiri. Kemudian saya susul dengan beberapa gagasan dan perencanaan masa depan yang menjadi substansi pokok dari tulisan ini.

Nama saya adalah Mohammad Ikhsan Kurnia. Saya lahir di kota bahari, Tegal, Jawa Tengah pada 29 Maret 1986, dari sebuah keluarga yang sederhana, tapi cukup memperhatikan pendidikan. Setelah menamatkan SMA di kota kelahiran saya, saya merantau ke kota pendidikan, Yogyakarta, pada tahun 2004. Saya mengambil jurusan Ilmu Sosiatri di Fisipol UGM. Hingga ketika saya menulis tulisan ini (Januari 2010) saya belum menamatkan Pendidikan Tinggi saya tersebut karena alasan tertentu.

Sejak kecil, saya sudah tertarik dengan aktivitas sosial. Sejak kelas 2 SD saya sudah aktif di sebuah organisasi bercorak keagamaan dan mengenal dunia aktivis dalam usia yang cukup dini. Hingga dua tahun yang lalu saya memutuskan untuk sementara meninggalkan aktivitas organisasi kemahasiswaan untuk fokus pada aktivitas yang bersifat keilmuan. Dari pengalaman itu saya kemudian menemukan jati diri saya yang berbasis pada ketertarikan dan pandangan hidup saya. Saya ingin menjadi seorang educator yang bisa bermanfaat untuk masyarakat luas. Kawan-kawan saya banyak yang memilih jalan politik praktis, birokrasi, swasta, akademisi formal dan sebagainya. Namun, saya ingin mengabdikan hidup saya di dunia pendidikan yang bersentuhan secara langsung dengan masyarakat secara konkrit.

Sejak usia sekolah saya lebih banyak belajar pengetahuan umum diluar bangku sekolah formal. Kata orang bijak, hidup kita akan merasa lebih bermakna jika kita mengetahui 4 hal: agama, filsafat, ilmu pengatahuan dan sastra. Karena itulah selama ini saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar empat hal tersebut, meskipun tidak di tempat formal. Mungkin saya tergolong pembelajar otodidak. Namun, ditengah proses perjalanan pembelajaran, saya merasa dibatasi oleh 1 hal, yakni bahasa. Pada akhirnya saya mengkaji beberapa bahasa asing dan masih berproses hingga saat ini. Jika diurutkan dari intensitas belajarnya, bahasa yang saya kaji adalah Inggris, Arab, Perancis, Belanda, Jerman dan Spanyol. Adapun bahasa asing yang lain masih dalam rencana masa depan. Saya fikir, dengan penguasaan banyak bahasa, maka pengetahuan yang bisa saya dapatkan juga semakin luas.

Lalu, saya pun mendirikan sebuah komunitas bahasa-bahasa dunia. Saya namai komunitas tersebut WORLD LINGUISTIC EDUCATION (WOLION). Saya menggunakan istilah EDUCATION karena kata tersebut memiliki makna dan spektrum yang lebih luas daripada kata COURSE atau SCHOOL. Diharapakan ada nilai-nilai moral tertentu yang bisa ditransformasikan dari pendidikan (education) tersebut, tidak sekadar wadar untuk transfer ilmu pengatahuan an sich. Awalnya saya hanya menjadikan komunitas ini sebagai wadah yang sifatnya terbatas, yakni hanya untuk kalangan mahasiswa yang memang membutuhkan penguasaan bahasa asing khususnya bahasa Inggris. Namun, didorong oleh semangat dan tanggungjawab sosial, saya bermaksud untuk melakukan aktivitas pembangunan masyarakat melalui pengetahuan bahasa asing. Saya merasa kuliah saya di jurusan Ilmu Sosiatri Fisipol UGM pun tidak sia-sia. Karena saya bisa menerapkan ilmu tentang pembangunan masyarakat (community development) dan pengorganisasian masyarakat (community organization) yang saya dapatkan di bangku kuliah untuk aktivitas sosial secara nyata. Saya pun kemudian menetapkan WOLION sebagai alat pemberdayaan masyarakat tersebut. Mengingat model pembangunan masyarakat saat ini membutuhkan strategi baru yang tidak parsial, temporal dan instan. Selama ini, model pembangunan yang sering dipakai lebih berpusat pada aspek ekonomi, sementara disisi yang lain tidak bersifat sustainable. Memang, aspek ekonomi juga sangat penting (sebagai hardware). Namun, yang juga tidak kalah penting, saat ini dibutuhkan model pembangunan masyarakat yang bisa mengubah pola fikir masyarakat (sebagai software). Menjadikan mereka memiliki fikiran yang terbuka, bisa beradaptasi dengan perubahan sosial yang begitu cepat, dan memiliki kualitas hidup untuk membangun diri mereka secara mandiri. Kesimpulannya, salah satu hal yang bisa membuka “pintu keterbukaan” tersebut adalah BAHASA, selain sifatnya yang juga lebih soft (mudah diterima siapa saja tanpa curiga). Dengan kata lain: Biarkanlah anak-anak di Desa-desa itu berani bermimpi untuk berkeliling dunia. Namun, tidak pula kita inginkan mereka mengalami gagap globalisasi sehingga tanpa kontrol dan menjadikan diri mereka berfikir dan berperilaku liberal. Disinilah peran edukasi bermain, yakni dengan membangun fondasi kultural yang seimbang antara “yang global” dan “yang lokal”. Begitulah singkatnya.

Saya sudah bertekad untuk menjadikan WOLION ini sebagai alat untuk beramal dan mengabdi kepada masyarakat. Saya memiliki gagasan untuk membangun sebuah desa internasional di masa yang akan datang sebagai desa percontohan. Kemungkinan besar saya akan memilih salah satu desa di Kabupaten Sleman, karena beberapa alasan. Salah satu alasannya adalah karena daerah tersebut masih relatif terjangkau dari pusat intelektual di Kota Jogja, dan nuansa desanya masih sangat kental. Jika Allah menghendaki, maka manfaatnya bisa tersebar pula ke daerah-daerah lain disekitarnya. Saya kira, gagasan dan perencanaan tersebut tidaklah terlalu utopis, realistis, meskipun juga tidak mudah untuk mewujudkannya. Untuk itulah, saya tidak mungkin bisa menjalankan gagasan itu sendiri tanpa ada orang lain yang mendukung dan berperan serta merealisasikannya. Adapun penjelasan teknis dan detail tentang gagasan dan perencanaan program ini, bagi yang ingin mengetahui lebih jauh bisa hubungi saya. Saya akan sangat senang menerima sharing dengan siapapun.

Bagi siapapun yang membaca tulisan ini, dengan tulus saya sangat mengharapkan partisipasinya. Kalaupun anda tidak begitu tertarik dengan gagasan ini, saya mengharapkan kesediaannya untuk menceritakan hal ini kepada teman atau siapapun selagi anda sempat. Kalaupun tidak sempat atau lupa, mungkin bisa mendo’akan untuk kesuksesan gagasan ini. Andaipun juga tidak sempat, saya tetap sangat berterima kasih karena telah meluangkan waktu membaca tulisan ini.


Berikut ini saya sertakan CV saya:

Nama : Mohammad Ikhsan Kurnia (ikhsan)
TTL : Tegal, 29 Maret 1986
Pendidikan : SD-SMA di Tegal, Jawa Tengah
Perguruan Tinggi di Yogyakarta
Pekerjaan : Owner dan Educator di WOLION
Tutor Bahasa Inggris di sebuah Lembaga Bimbingan Belajar di Jogja
Freelance Translator
Freelance Thesis Consultant (spesifikasi ilmu sosial-politik)
Writer (sementara ini fiksi)
Email : ikhsan_kurnia@plasa.com
wolion_indonesia@yahoo.co.id
CP : 08985042245

DENTING CINTA#6

3
Fenomena Malam Tahun Baru
Motorku segera melesat pergi, kukendarai dengan kecepatan sedang. Dalam
keadaan hujan biasanya jalanan menjadi licin sehingga aku harus super berhati-hati.
Insya Allah waktu setengah jam cukup untuk sampai di tempat Ustadz Baiquni.
Kalau perjalananku lancar, sebelum jam delapan aku sudah tiba disana. Aku harus
berusaha tepat waktu. Aku juga tak ingin ketinggalan materi. Pertemuan kami hanya
satu kali dalam satu minggu, sehingga aku merasa sangat sayang kalau harus
melewatkan ilmu yang begitu penting meskipun itu hanya beberapa bait kalimat
yang keluar dari bibir Ustadz Baiquni. Tidak semua orang bisa seberuntung aku,
karena Ustadz Baiquni hanya menerima tujuh orang muta􀂶alim34, yang semuanya
hafidz Qur’an, kecuali aku. Aku sendiri tak tahu kenapa Ustadz Baiquni justru
memilihku untuk menjadi salah seorang murid pribadinya, sementara ke-enam
muridnya yang lain adalah orang-orang yang sudah hafidz Qur’an, alias telah
menghafal seluruh isi Al Qur’an. Itulah hal yang sangat mengherankan, dan masih
saja menjadi sebuah keanehan yang terus melekat dibenakku. Tapi justru itulah yang
membuatku merasa menjadi orang yang sangat beruntung, karena aku seperti orang
yang diterima mendaftar kerja sementara ada satu syarat utama yang tidak aku
penuhi. Sepertinya perkataan salah seorang temanku ada benarnya juga, “orang
pintar kalah sama orang beruntung”.
Motorku terus melaju dengan kecepatan pelan, tidak secepat dikala kondisi
cuaca normal. Aku melewati jalan ringroad utara, kemudian sampai perempatan
dekat terminal Condong Catur, lalu belok kiri melewati jalan Gejayan. Jalan Gejayan
adalah pusatnya toko HP di kota Jogja, jam segini toko-toko itu masih tampak rame,
bahkan lebih rame dari biasanya. Sementara rintik gerimis menghilang satu demi
satu, jalanan sudah mulai terang, tak lagi di guyur hujan. Setiap ruas jalan kembali
menjadi ramai. Bahkan lebih ramai dari sebelumnya.
Tibalah aku melewati Jalan Solo.
Didepan Mall Saphir Square, tidak jauh dari tempat tujuanku, aku melihat
banyak orang sedang duduk-duduk santai, ada yang sedang berjalan bergerombol,
ada pula sepasang kekasih yang berjalan dengan bergandengan tangan, tampak
begitu mesra. Banyak dari mereka yang membawa terompet, seperti anak kecil.
Sementara banyak pula para pedagang keliling yang menjajakan terompet, topi, dan
aneka permainan yang lain.
Malam ini memang malam tahun baru.
Aku sendiri sudah menduga sebelumnya. Di malam tahun baru pasti akan
sangat banyak orang keluar dari peraduannya, bagaikan kelekatu35 yang keluar dikala
musim penghujan dan berkumpul mengelilingi setiap cahaya yang ada di dekatnya.
Seakan semua manusia tumpah ruah di sepanjang jalan. Semua orang berkumpul di
pusat-pusat keramaian, dan menanti sebuah waktu yang menandakan pergantian
tahun.
Aku sendiri yakin di tempat lain masih banyak yang lebih ramai. Sebut saja
di Malioboro, alun-alun kidul, alun-alun lor, Perempatan Tugu, Ambarukmo Plaza
dan pusat-pusat keramaian yang lain. Banyak orang, khususnya muda-mudi, yang
menjadikan malam seperti ini sebagai momentum yang sangat indah sekaligus
menggairahkan.
Tak jarang aku melihat tepat didepanku pasangan muda-mudi yang berada
dalam satu kendaraan. Si perempuan membonceng motor sambil memeluk perut
laki-laki yang menyupir didepannya, tampak sebuah pelukan yang sangat mesra
seolah laki-laki itu adalah suaminya sendiri. Sebagian lagi ada yang berjalan kaki
sambil berpegangan tangan.
Aku sendiri telah melihat fenomena semacam itu tidak hanya satu atau dua
kali, tapi sudah terlalu sering. Sudah delapan tahun ini aku tinggal di kota ini. Sedikit
banyak aku mengetahui budaya muda-mudi di kota ini. Aku jadi teringat dengan
beberapa waktu yang lalu ketika aku diminta oleh dosen untuk mendampingi
mahasiswa S1 pada mata kuliah Metode Penelitian Sosial (MPS). Waktu itu aku
sempat menjadi pendamping untuk melakukan riset di café-café di sekitar Jogja, dari
mulai café untuk kalangan menengah keatas, sampai kalangan menengah kebawah.
Sebut saja Hugho’s cafe, Boshe, Caesar, Liquid, Papilon, Teras, Obor, Tropis dan
Bunker.
Semua tempat itu menjajakan banyak kesenangan duniawi, dari mulai
minuman beralkohol yang bisa membuat fikiran melayang, hingga musik-musik
model R & B, Musik DJ, dan reggae. Tempat-tempat itu dijadikan banyak mudamudi
khususnya mahasiswa untuk mencari-cari teman kencan. Dikalangan anakanak
gaul tempat semacam itu dinamakan dugem, clubbing, atau tempat ajep-ajep.
Dinamakan ajep-ajep mungkin karena musik khas yang seringkali diputar berbunyi
“ajep ajep ajep ajep!”. Mereka juga seolah memiliki ritual sendiri. Biasanya cafécafé
tersebut buka pada pukul sepuluh malam. Semakin malam, café-café tersebut
semakin ramai.
Orang-orang yang datang biasanya langsung memilih tempat duduk, lalu
memesan minuman sambil menikmati musik khas. Bagi yang uangnya pas-pasan,
mereka cukup memesan minuman shakeran, dengan harga berkisar 60 ribu untuk
pitcher kecil dan 100 ribu untuk pitcher besar. Untuk kelas agak menengah mereka
bisa memesan liquor seperti vodka ataupun wisky dengan harga sekitar 400 ribu.
Meskipun bisa dibilang sangat jarang, tapi ada pula yang memesan wine atau
sampanye yang bisa merogoh dompet hingga senilai jutaan rupiah. Kira-kira pukul
tiga pagi café-café sudah mulai sepi. Bagi mereka yang mendapat pasangan kencan,
sebagian dari mereka melakukan “ritual” selanjutnya, yakni berkencan di tempat
yang ditentukan. Biasanya tempat yang paling popular adalah di jalan kaliurang atas,
dekat gunung Merapi. Mereka tinggal memilih salah satu diantara beragam villa
yang menyediakan fasilitas kamar tidur untuk siapa saja, tidak peduli apakah
tamunya adalah pasangan suami istri, anak kecil, remaja atau orang tua, tidak peduli
pula apakah orang Indonesia ataukah orang bule. Yang terpenting mereka rela
membayar sebuah kamar tidur untuk satu malam. Harganyapun disesuaikan dengan
waktu dan jenis villa.
Dimalam tahun baru ini, aku kira jalan Kaliurang atas akan menjadi sangat
ramai, bahkan ada yang tidak kebagian villa. Mungkin diantara mereka ada yang lari
ke penginapan-penginapan disekitar pantai Parangtritis. Ditempat itu juga sangat
kondusif untuk melakukan acara kencan. Sehingga, para pasangan muda mudi
tinggal memilih tempat, apakah di Jogja paling utara, ataukah di Jogja paling selatan,
Kaliurang atau Parangtritis. Kedua tempat itu memang sama-sama menjadi obyek
wisata yang paling diminati. Hampir setiap tahun baru, aku seringkali mendengat
berita di radio yang berbunyi sangat tidak mengenakan: Malam tahun baru alat
kontrasepsi habis di toko.
Ditengah hingar-bingar suara klakson mobil dan terompet tahun baru,
fikiranku mengingat sebuah syair Ali Ridha ra:
Manusia mencela zaman
Padahal tak ada cela pada zaman selain pada diri kta
Kita kecam zaman padahal kecaman itu ada pada kita
Sekiranya zaman dapat berkata
Ia akan menggugat kita
Ya, kira-kira seperti itulah hasil dari penelitianku waktu itu. Terasa sangat
memprihatinkan, memang. Tapi tak akan menyelesaikan masalah jika aku hanya bisa
mengecam zaman. Minimal aku sedikit banyak telah mengerti relitas yang ada di
sekelilingku. Realitas yang sebetulnya bukan hal yang baru, tapi selalu terjadi
inovasi dalam setiap gerak perubahannya.

Kamis, 14 Januari 2010

Internet Mengacaukan Kehidupan Sosial




<br /> internet mengacaukan kehidupan sosial<br />

Teknologi sekali lagi telah mengacaukan kehidupan social yang telah tertata lama. Nilai-nilai baru dari sebuah teknologi khususnya internet bukanlah sesuatu yang netral. Ia telah masuk dalam kehidupan social dan kini kita harus berhati-hati jika tidak ingin hancur karenanya. Orang tidak lagi focus dengan pekerjaanya yang telah lama mejadi bagiannya. Orang akan berpikir mengenai Facebook atau situs yang laiannya tatkala mereka sudah didepan internet. Hal ini akan berbahaya karena pada saat seseorang hanya menghabiskan waktu untuk Facebookan maka ada suatu pekerjan yang dulu sudah ada bisa ditinggalkan.
Membedakan mana yang kebutuhan dan mana yang bukan merupakan suatu hal yang sulit dilakukan oleh orang yang hidup pada jaman modern. Pada jaman ini orang lebih menghargai bagian luarnya dari pada mengagumi kegunaan maupun bentuk isinya. Internet bukanlah suatu hal yang gratis untuk digunakan. Ia berbeda dengan udara yang berada di alam bebas dimana setiap orang bisa mendapatkan secara bebas dengan menggunakan kemampuan alami menggunakan alat pernafasan. Terkadang orang dengan internet hanya menghabiskan banyak waktu hanya untuk hal yang tidak berguna sama sekali. Berkomentar atas urusan orang lain di internet atau hanya untuk menghina atau bahkan melecehkan seseorang dalam dunia maya.

Makan Bersama di Lombok Namanya Begibung

     Halo, teman-teman! Kali ini saya mau berbagi pengalaman saya yang pernah mendapat undangan makan dari teman dalam rangka maulid nabi. A...

Populer, Sist/Broo