Tampilkan postingan dengan label Lombok. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lombok. Tampilkan semua postingan

Jumat, 04 Maret 2016

Menuju Puncak Rinjani Itu Tidak Mudah

Hujan telah mengguyur tempat Kami berkemah  sekitar pukul sembilan malam. Rupanya setelah lewat 12 jam dari waktu turun pertama, hujan belum berhenti. Hal ini membuat Kami yang sebagian besar adalah pendaki pemula merasa was-was takut kalau hujan terus berlanjut sampai satu hari, sehingga kami tidak jadi naik ke Puncak Rinjani. Saya lihat ke arah luar lewat jendela tenda, rupanya semua pendaki lebih memilih aktivitas didalam tenda untuk tidur-tidur sembari menghimpun energi. Namun ada beberapa pendaki mancanegara yang melakukan pendakian ke Puncak Rinjani dengan menggunakan mantel untuk melindungi badan dari hujan. Saya merupakan bagian dari sebagian besar pendaki yang memilih untuk tetap tinggal didalam tenda menunggu hujan reda. 

Setelah kami menunggu sekitar dua  jam, hujan mulai mengurangi intensitas. Hal ini memberi kesempatan kami untuk mempersiapkan pendakian ke puncak. Pertama-tama teman kami yang pandai memasak menyiapkan makanan sebagai makan pagi dan makan siang. Pada waktu itu saya memiliki peran untuk mengambil air yang berada di mata air  ke arah kiri dari perkemahan. Rupanya sudah banyak pendaki yang mengantri mengambil air, untungnya antrian nya tidak terlalu panjang. Setelah menunggu sekitar 10 menit, saya mendapat giliran untuk menadah air menggunakan botol bekas air mineral. Pada beberapa sudut mata air di buat seperti memancur dari atas sehingga memudahkan orang yang mau mengambil air. Setelah air memenuhi botol, saya naik menuju perkemahan untuk segera digunakan untuk berbagai macam kebutuhan.

Sekitar pukul dua belas siang, waktu itu kami sudah makan dan hujan sudah tidak jatuh lagi, baru kami yakin bahwa kali ini kami mampu ke puncak. Kami pertama-tama bersama dengan pendaki lain memulai dengan membentuk lingkaran  berdoa bersama agar diberi keselamatan ketika ke puncak. Setelah doa selesai, baru kami mulai melangkahkan kaki dengan perasaan optimis, kalau apapun rintangannya akan kami lewati. Jalan yang dilalui pada tahap awal-awal berjalan terasa berat, karena sudut miring dari medan yang dilalui sekitar 60 derajat. Kami harus selalu berhati-hati agar tidak terpeleset, pasalnya medan yang kami lalui berupa pasir yang mudah longsor.

Saya mendapat saran dari orang yang sudah berkali-kali naik untuk tidak tergesa-gesa, karena justru jika naik ke puncak dengan kondisi tergesa-gesa malah akan memperlemah fisik pendaki. Sarannya adalah untuk selalu menikmati tiap langkah agar tidak cepat capek. Karena di jalan banyak sekali pemandangan yang bisa di lihat yang kalau di tempat biasanya tidak dapat dilihat. Ketika menuju ke puncak dianjurkan untuk membawa bekal makanan, untuk tetap menjaga keseimbangan energi.

Total waktu yang dibutuhkan dalam perjalanan dari tempat perkemahan di Plawangan sampai dengan puncak sekitar empat jam. Selama empat jam tersebut medan yang berat adalah ketika berada di lautan pasir sebelum puncak. Begitu berat karena medan yang kami daki kelerangan nya cukup curam sekitar 60 derajat, dan pasir yang kami injak amblas begitu dalam, sehingga dibutuhkan energi besar untuk melangkah.















Jumat, 05 Februari 2016

Mendaki Gunung Rinjani "Kebersamaan dalam melangkah"

Waktu sudah siang, matahari sudah cukup memberi sinar hangat ke bumi. Aktivitas pendakian sudah berjalan  dengan hilir mudik pendaki dan porter yang berjalan lewat disamping tenda Kami. Embun pagi masih menempel disela-sela tenda, hijau rerumputan terlihat basah karena hujan semalaman, dan burung-burung yang hinggap di pohon cemara. Awan terkadang menutupi pandangan kami ke arah puncak Rinjani, tanah masih becek, sedangkan sungai di samping tenda masih mengeluarkan suara yang keras.

Itulah suasana hari pertama kami melakukan pendakian ke Gunung Rinjani. Keadaannya berbeda dengan yang kami lihat di tempat tinggal kami sehari-hari. Jarak yang jauh dari tempat tinggal menyatukan kami sebagai tim pendaki yang pada waktu itu berjumlah lima orang. Kami berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang baru lulus dari kuliah, ada yang baru saja berhenti bekerja, ada petani, dan ada juga yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Kami tentu saja tidak melihat siapa latar belakang kami, karena kami memiliki tujuan sama, yaitu untuk mendaki Gunung Rinjani. Kami sadar bahwa tidak akan mudah untuk mendaki keatas gunung yang memiliki tinggi puncak nomor enam di Indonesia setelah (1) Puncak Jaya  4.884 meter, (2), Puncak Mandala 4.760 meter, (3), Puncak Trikora 4.750 meter, (4), Ngga Pilimsit 4.717 meter, (5), Gunung Kerinci 3.805 meter, (6) Gunung Rinjani 3.726 meter. Sungguh, kami harus dapat mengatur agar agar tim kami selalu kompak dalam mendaki.

Setiap hela nafas yang kami lakukan harus mampu mengisi paru-paru kami, sehingga kami mampu bekerja menghimpun tenaga dan melakukan kegiatan sewajarnya. Ketinggian tempat yang kami lewati hanya memiliki sedikit oksigen jika dibandingkan dengan tempat yang berada pada ketinggian normal. Kadang kami merasa kekurangan oksigen. Hal ini ditandai dengan kami bernafas lebih cepat dan kami merasa cepat lelah. Kami mendapat saran dari orang yang sudah berpengalaman agar jangan terlalu memaksakan pendakian dengan tenaga yang dimiliki. Bisa jadi tantangan didepan lebih besar dari yang dihadapi sekarang ini. Kami harus pandai mengatur irama pengeluaran energi, agar tidak boros keluar percuma. Caranya cukup sederhana yaitu kami harus istirahat jika merasa capek, dan berjalan lagi jika kondisi sudah normal. Mendaki bukan ajang untuk cepat-cepat sampai ke puncak, tetapi tapak demi tapak yang kami lalui harus memiliki makna. Apalah artinya buru-buru jika nantinya kami akhirnya K.O dengan kondisi tubuh yang tidak O.K karena kelelahan.

Rombongan membawa bekal seadanya, yang terpenting adalah kami membawa bahan makanan  untuk tujuh hari pendakian. Kami -masak makanan tidak muluk-muluk. Kami memiliki rumus berapa besar bahan makanan yang harus kami bawa ketika mendaki, yaitu membawa bekal melebihi dari hari yang sudah kami rencanakan. Rencana kami melakukan pendakian untuk lima hari ditambah 2 hari jika nanti dalam proses pendakian terjadi keadaan yang tidak diinginkan misalnya tersesat atau ada orang yang meminta bantuan bekal, jadi makanan yang kami bawa harus cukup untuk tujuh hari.
Tidak perlu memasak yang berlebihan, masak cukup untuk mengganti tenaga yang hilang karena mendaki. Tidak usah memikirkan kebersihan seperti di hotel bintang lima, tidak cukup meneliti berapa kandungan vitamin seperti ketika di rumah sakit, tidak perlu kelengkapan bahan makanan seperti di Master Cheef. Hanya seadanya saja, prinsip memasak yang  masih kami pegang yaitu masih masih dalam kaidah kesehatan. Sepertinya hanya ada dua prinsip yang harus Kami pertahankan yaitu  bersih dan bergizi. 

Salah seorang dari rombongan memulai memasak dengan membuka tas keril untuk mengambil wortel, beras, dan mie instan. Dan hal ini berarti mengajak teman lain untuk berbuat hal yang sama. Masing-masing dari kami memiliki bagian tugas sendiri-sendiri. Ada yang menyiapkan kompor, ada yang mencari air ke sungai yang berada di bawah tenda, ada juga yang menyiapkan kompor. Seolah kami adalah cheff yang handal dengan kemampuan yang berbeda-beda. Saya rasa semua anggota rombongan adalah orang yang hebat, karena mereka mampu bekerjasama menyiapkan makanan dalam keadaan minimalis. Tidak ada keluh kesah yang keluar dari masing-masing anggota. Semua sudah memiliki rasa saling pengertian dan tanggung jawab. Kami saling memiliki rasa untuk saling menjaga hati, yaitu dengan menghormati kepada sesama anggota pendakian. Tanpa pengertian tersebut mustahil, pendakian yang berjalan beberapa hari kedepan akan kami hadapi dengan berbagai kesulitan. 

Bukan rasa enak atau tidaknya yang kami makan, tapi kebersamaan agar semua tujuan dalam pendakian dapat tercapai. Makan adalah alat untuk memberi tenaga agar tubuh memiliki energi. Dari pendakian kami juga belajar bagaimana menghargai nikmat yang besar dari Tuhan. Bagaimana tidak, kadang ketika berada di tempat normal, kami tidak menghargai makanan dengan mengambil banyak lalu ketika sudah kenyang kadang makanan yang tersisa dibuang percuma. Ada benarnya jika mengunjungi suatu daerah yang baru akan memberi pengalaman kepada kita. Berdiam diri ditempat asal bukanlah tidak baik, akan tetapi lebih baik lagi jika kita mau mengunjungi daerah yang berada di luar sana agar pengalaman kita bertambah, yang jelas salah satunya adalah dengan melakukan pendakian. Pendakian bukan hanya membawa diri sendiri akan tetapi kita harus menyesuaikan dengan lingkungan disekitar yang terdiri dari banyak pendaki, masyarakat sekitar tempat pendakian, dan juga yang tidak boleh dilupakan adalah alam yang kita lewati juga harus dihargai. Tempat makan yang kami bawa bukanlah piring yang bagus, tapi piring dari plastik yang ringan. Walaupun kami jarang mencuci ketika mendaki, tapi kami selalu jaga agar barang yang berharga tersebut tidak hilang. Betapa berharganya barang kecil yang hanya berbahan plastik, yang kami menggunakannya untuk berbagai keperluan makan.

Mata air sepanjang jalur pendakian menjadi sumber kekuatan kami. Selama kaki melangkah naik ke arah puncak, hati tidak merasa gundah kalau sewaktu-waktu air yang kami bawa habis. Rinjani dikenal sebagai gunung yang memiliki banyak mata air, wajar saja, karena diatas gunung terdapat Danau Segara anak yang cukup luas. Dari sana Gunung menampung dari air hujan, lalu air tersebut mengalir melalui sungai-sungai atau melalui celah-celah yang tidak terlihat kasat mata manusia sehingga menjadi berbagai mata air. Air di Taman Nasional Gunung Rinjani akan tetap ada selama kita semua masih peduli dengan lingkungan kita. Bukan hal yang mustahil jika sewaktu-waktu mata air tersebut hilang dan tidak nampak lagi. Saat itulah bencana akan menghampiri terutama bagi masyarakat yang menggantungkan mata airnya selama ini berasal dari Gunung Rinjani. 


Lihat foto juga foto persiapan naik. Klik disini









Jumat, 01 Januari 2016

Persiapan Menuju Puncak Gunung Rinjani di Taman Nasional Gunung Rinjani

Hari pertama (Persiapan Perbekalan)

Ini merupakan perjalanan yang tidak di duga sebelumnya, pasalnya teman memberi tahu naik Gunung dua hari sebelum hari keberangkatan atau tepatnya hari Jumat. Tiba-tiba saja ketika saya sedang berjalan di salah satu ruang di kantor teman memanggil dan berkata bahwa Hari minggu akan ada acara naik gunung. Setelah mendapat ajakan dari teman, saya menyetujui dan segera mencari cara untuk mendapat perlengkapan. Waktu itu masih jam kantor sekitar pukul dua siang, saya masih mengerjakan beberapa pekerjaan yang harus saya selesaikan. Ketika jam pulang kantor, teman mengajak untuk mencari perlengkatan mendaki dan harus pergi ke kota. Sekitar jam setengah 5 sore, dengan menggunakan sepeda motor, saya menuju ke  kota. Hujan waktu itu turun dengan intensitas rendah. Saya harus memakai mantel agar terhindar dari air hujan.

Saya menuju toko Eiger untuk mencari sleeping bag, ternyata, sleeping bag sudah habis terjual. Selanjutnya Saya menuju ke toko kedua. Toko kedua ini tidak terlalu terkenal namanya, Saya tidak ingat namanya. Ternyata, di toko yang kedua ini saya mendapat sleeping bag. Harganya tidak terlalu mahal sekitar Rp 160.000,-. Ada yang lebih mahal tapi saya berpikir bahwa, kenapa beli yang mahal toh saya makainya tidak terus menerus, paling hanya beberapa kali saja. Ya akhirnya Saya setuju dan langsung membayar dengan uang tunai.

Setelah itu, Saya berpikir untuk mencari kaos kaki. Kaos kaki punya saya kurang terlalu tebal jadi khawatir nanti gampang tertembus suhu udara pegunungan yang terkenal dingin. Saya membayar uang dengan satu lembar lima puluh ribu rupiah, setelah itu mba kasir mengembalikan dengan tiga lembar uang sepuluh ribu rupiah. Teman saya menawarkan senter, tapi saya ragu apakah membeli senter atau tidak. Rencana saya nanti meminjam senter milik teman yang tidak dipakai, saya tinggal membeli baterai. Toh, Kalau saya jadi membeli senter, dikhawatirkan setelah pulang dari mendaki, saya tidak memakai senter lagi. Setelah melihat-lihat ke arah sudut toko, saya tertarik untuk membeli matras. Matras ini biasa digunakan untuk tidur ketika tidur. Bisa dibayangkan tidur diatas ketinggian yang dingin tanpa alas. Harganya tidak terlalu mahal cukup hanya membayar sekitar Rp 20.000,- , karena saya lupa berapa harga pasti matras. Setelah kira-kira sudah cukup memadai untuk naik, Saya kepikiran hal lain yang lebih penting yaitu makanan dan vitamin. Makanan dan vitamin penting untuk dibawa karena ketika kita naik keatas gunung jauh dari warung atau pusat kesehatan. Cara terbaik untuk menjaga vitalitas tubuh adalah dengan cara menjaga dengan mengonsumsi multivitamin.
Pertama saya membeli madu, siapa tahu madu ini berguna untuk menambah  tenaga. Biasanya Saya mengonsumsi madu Sumbawa, tapi pada saat itu, madu Sumbawa sudah habis. Saya mencari ke toko Niaga yang berada di Jalan Selaparang. Selain itu penting juga untuk membeli perlengkapan obat-obatan. Untuk obat saya membeli obat gosok masuk angin. Selanjutnya Saya membeli Tolak Angin untuk mengusir capek-capek.

Hari Kedua (Persiapan Fisik)

Hari kedua merupakan hari persiapan terakhir untuk mempersiapkan mental, fisik, dan perbekalan. Pada hari ini, Saya sengaja tidak melakukan aktivitas yang kiranya akan mengganggu fisik. Pada hari itu saya hanya bermain badminton. Tapi Saya lupa, ketika bermain badminton lawan saya termasuk yang baik di kantor. Alhasil, dengkul saya terasa lemas. Setelah selesai saya sempat kepikiran, apa bisa saya besok berangkat dengan kondisi tubuh yang fit. Setelah bermain badminton biasanya saya melakukan istirahat untuk menenangkan fisik selama dua hari. Selain itu istirahat dimaksudkan untuk menghilangkan keringat yang banyak bercucuran ketika bermain badminton di lapangan. Lapangannya gak jauh, dari kamar sekitar 50 meter saja. Saya sangat bersyukur sekali terdapat fasilitas olahraga di mess. Tidak semua orang mendapat fasilitas tersebut. Ya setidaknya, fasilitas ini telah Saya gunakan untuk melatih fisik agar selalu fit ketika bekerja.

Kaki saya terasa agak lemes dibagian dengkul. Tidak tahu kenapa ini terjadi, padahal tidak biasanya Saya merasakan lemes-lemes di dengkul. Pikirku, apa ini karena Saya selalu memikirkan Ah gak usah saya pikirkan, yang penting maju saja, niat mendaki sudah ada, tinggal saya pasrahkan kepada Tuhan saja.

Hari ketiga (Menuju Lokasi Pendakian)

Hari ketiga penuh dengan hal tidak diduga. Kepala Balai yang tadinya bertanya-tanya tentang Rinjani, akhirnya ikut mengantar kami ke kaki gunung. Dia penasaran ingin ikut menemani sampai Sembalun. Ya Syukurlah ada yang mengantar, karena kalau tidak ada yang mengantar Saya harus naik angkutan dari Mataram menuju Lombok Timur, bisa dibayangkan jauhnya karena biasanya angkutan sering berhenti menaikan dan menurunkan penumpang. Pada Pagi hari sekitar jam 7  saya berangkat menggunakan mobil kepala balai. Mobilnya lumayan bisa buat istirahat, karena setelah masuk, kuping kita tidak terlalu berisik dengan suara mesin mobil, selain itu mobil ini lebih stabil tidak goyang-goyang, ya maklum lah namanya juga mobil pejabat.


Mobil berjalan lewat jalur selatan. Jalur ini merupakan jalur yang biasa digunakan oleh kebanyakan orang untuk menuju Sembalun. Ketika itu jalan raya menuju lokasi dalam keadaan lancar lancar saja. Pak sopir sudah memprediksi bahwa jarak tempuh sekitar 3 jam. Itu dengan asumsi bahwa mobil dalam keadaan bergerak tanpa berhenti. Saya duduk di bangku belakang, awalnya cuma satu orang. Sesampainya di Lombok Timur, mobil menjemput dua orang dari Pringgasela. Akhirnya yang berada di bangku belakang sekarang menjadi tiga orang. Karena mobil setelah sampai di Pringgasela membawa teman naik sebanyak lima orang. Sedangkan tiga orang yang lain menggunakan kendaraan umum. Setelah mobil berjalan, kami melewati beberapa lokasi untuk dilewati. Saya melihat berbagai macam pemandangan yang sedap di Pandang. Ada pasar tempat Orang lombok melakukan transaksi perdagangan, dengan komoditi seperti buah-buahan, sayuran, barang kelontong dan lain sebagainya. Setelah itu kami tentu lewat rumah-rumah orang Lombok yang sebagian besar berukuran lebih kecil dari ukuran rumah yang ada di pedesaan di Jawa. Sawah-sawah juga terlihat hijau, karena ketika itu petani baru saja memulai tanam padi. Biasanya sih selain padi, orang Lombok Timur menanam tembakau. Ya tembakau merupakan tanaman yang memiliki harga bersaing dengan komoditas beras. Katanya sih hanya dari tembakau orang Lombok Timur dapat menjalankan rukun Islam yang ke 5 yaitu haji.

Ketika sudah mulai masuk ke tanjakan, mobil berjalan agak lebih pelan. Selain itu mobil pelan karena jalan mulai mengecil. Saya terus menatap keluar jendela melihat keindahan alam Lombok. Sedikit demi sedikit membawa saya tidak merasa kalau sudah berada di depan pintu masuk Taman Nasional Gunung Rinjani yang berupa gapura. Setelah melewati Gapura sudah tidak ada lagi permukiman penduduk. Hutan kemasyarakatan (HKm) merupakan pemandangan yang pertama kita lihat setelah melewati pintu masuk Taman Nasional Gunung Rinjani. Masyarakat banyak menanam durian di wilayah HKm. Ketika itu pohon durian sedang banyak-banyaknya berbuah. Dari dalam mobil terlihat juga beberapa petani yang membawa durian dari hutan. Rasanya ingin berhenti untuk membeli durian dari petani. Katanya sih rasanya berbeda dengan durian daerah lain. Kalau mau turun sih tidak mungkin, karena akan mengalahkan kepentingan orang lain yang berada didalam mobil. Ah itu hanya keinginan pribadi saya, ya dalam hati saya berkata "ya besok suatu saat nanti saya pasti akan makan durian dari daerah ini".

Mobil terus bergerak menuju Sembalun. Setelah memasuki daerah HKm banyak tikungan. Sopir harus ekstra hati-hati agar semua orang didalam selamat sampai Sembalun. Apalagi ketika sudah memasuki wilayah hutan konservasi, tanjakan dan tikungan semakin tajam. Mobil sempat berhenti di daerah tanjakan dan tikungan karena berpapasan dengan sebuah mobil pick up. Mobil sempat kehilangan keseimbangan arah karena harus berhenti pada daerah tikungan dan tanjakan. Mobil sempat selip dan ketika itu tercium bau ban terbakar karena gesekan ban dengan aspal hingga mengeluarkan asap. Alhamdulilah tidak terjadi apa-apa. Dan mobil pun terus bergerak menuju Sembalun Pass. Ketika kami telah sampai di sembalun, kami berhenti sejenak. Selain untuk menikmati pemandangan yang indah, kami juga menunggu teman kami yang naik kendaraan umum. Setelah menunggu beberapa lama kami membeli kopi di warung-warung yang berada di pinggir jalan. Waktu itu kami memilih kopi ABC yang sudah menjadi legenda di Indonesia. Dan benar setelah kopi habis, rombongan yang kami tunggu akhirnya sampai, dan Kami pun langsung menuju Kantor Taman Nasional Resort Sembalun.

Sesampainya di kantor, Kami bergegas ke dalam kantor untuk mencari informasi tentang Gunung Rinjani. Petugas kantor dengan ramah menjelaskan secara detail tentang pendakian. Pegawai tersebut menggunakan alat peraga imitasi gunung api untuk memudahkan kami memahami seluk beluk menuju puncak gunung. Tak selang berapa lama, beberapa teman keluar untuk mencari tempat kencing. Petugas mengarahkan untuk menggunakan kamar kecil yang berada di belakang. Melihat teman-teman yang kencing, akhirnya Saya ketularan juga untuk menggunakan WC untuk kencing. Tempatnya masih sama seperti yang digunakan teman-teman untuk kencing. Tidak saya sangka sebelumnya bahwa, WC yang dipakai dalam keadaan tidak ada air untuk membilas. Saya melihat air yang berada di penampungan besar, tetapi bingung bagaimana cara mengambilnya untuk dibawa kedalam WC. Akhirnya ember yang tidak terpakai saya gunakan untuk mengangkut air untuk membilas WC supaya nyaman dipakai orang lain. Tidak terasa sekitar satu jam berada di Kantor Taman Nasional Gunung Rinjani Resort Sembalun, Kami memutuskan untuk menuju tempat kami start memulai mendaki. Di iringi oleh cuaca mendung, kami berjalan menggunakan kendaraan sekitar sepuluh menit. Tempatnya sulit dikenali, selain karena tidak ada papan petunjuk, jalan untuk masuk sama seperti gang-gang pada umumnya. Menuurut salah seorang rombongan yang sudah terbiasa mendaki ke Rinjani, jalan tersebut merupakan jalur terdekat untuk menuju puncak. Kalau dari kantor resort menuju kearah Senaru.

Hujan yang kami takutkan sebelumnya terjadi secara tiba-tiba. Selepas keluar dari mobil hujan begitu deras. Kami berteduh disebuah warung milik warga Sembalun. Pada waktu itu sekitar pukul dua belas siang. Bapak Bos yang menemani kami ikut berteduh, padahal kalau mau Beliau bisa saja langsung pergi menggunakan mobil untuk pergi ke Mataram. Kesempatan itu kami gunakan untuk mengobrol, sampai sekitar satu jam ternyata hujan belum reda, dan malah semakin deras. Karena takut hari akan semakin gelap, Pak Bos memutuskan untuk pergi terlebih dahulu ke Mataram, walaupun hujan deras terus jatuh dari langit.

Setelah melihat-lihat hujan tidak berhenti, hati terasa gundah sembari berdoa dalam hati agar hujan segera berhenti dan jalan-jalan agar tidak lama tergenang air. Kenyataannya, hujan malah bertambah, suasana bertambah gelap hingga beberapa kali petir berdentung kencang. Tekad kami sudah bulat, tidak ada yang dapat mencegah raga kami untuk segera sampai Puncak Rinjani. Hujan bukan halangan besar, justru sebagai penguji mental agar ketika sampai puncak, mental teruji seperti pisau yang semakin tajam jika diasah.

Waktu terus berjalan, hingga sore hari sekitar pukul lima sore, hujan gerimis masih turun dari langit ke bumi. Ketimbang harus berdiam diri, alangkah baiknya jika kami berjalan sedikit-demi sedikit menembus rintikan air hujan. Jas hujan telah kami persiapkan, ketika itu saya mendapat jas hujan yang berbahan plastik tipis. Jas tersebut merupakan pemberian dari turis mancanegara yang ketika kami menunggu hujan reda, turis tersebut baru turun dari puncak.

Kaki menginjak tanah yang masih tergenang air, di sebagian sisi air yang turun mengalir ke daerah yang lebih rendah. Hidung kami mencium kotoran sapi yang di ternak warga sekitar. Ada juga kotoran sapi yang mengambang mengikuti aliran air. Tidak tahu kenapa ketika awal-awal jalan, nafas terasa berat dan dada terasa panas. Rasa pesimis muncul ketika kami berjalan dan bertemu dengan lembah sungai. Air sungai sedikit mengering, namun tanah masih terasa lengket. Setelah itu menanjak dengan ketinggian yang lumayan berat untuk dilalui, maka Kami bersiap untuk istirahat sebelum masuk hutan. Ketika kami sudah keluar dari lembah sungai, kami duduk-duduk disela bebatuan yang berukuran sedang. Sembari kami menunggu teman yang pelan jalannya, mata kami melihat kearah tempat dimana kami berteduh ketika hujan tadi siang. Ternyata Kami sudah berada pada ketinggian sekitar 200 meter dari tempat  tadi. Ya semua terlihat jelas, mulai dari rumah penduduk, kebun, sawah, dan kantor perusahaan Agro Sampoerna yang terlihat luas. Tidak terasa kaki sudah mulai menginjakan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Istirahat tadi sebagai persiapan sebelum kami memasuki hutan pertama. Ketika istirahat puncak Gunung Rinjani terlihat jelas dengan awan di sekelilingnya. Rupanya hujan sudah mulai reda, dan kini tinggal tanah menjadi lembab dan licin. Setelah kami merasa sudah siap, perjalanan pun dimulai lagi.

Kali ini saya minta untuk berada di barisan depan, dengan alasan agar tidak ketinggalan rombongan. Dan anggota rombongan menyetujui. Saya tidak ingin tertinggal, sebab dari lima orang kawan yang ikut, hanya saya yang tidak memiliki pengalaman naik Rinjani. Perjalanan memasuki wilayah hutan sekitar setengah jam, kanan kiri terlihat pohon yang lebat. Suasana terlihat gelap, selain karena sudah sore yaitu sekitar jam lima sore, dan mendung menghalangi sinar matahari masuk ke bumi, selain itu pepohonan yang lebat mungkin juga akan menjadi penghalang jika tidak ada mendung dan hujan. Waktu keluar dari hutan suasana sudah mulai gelap. Sejauh mata memandang sudah tidak adalah kehidupan manusia, Pemandangan sabana dan pohonan mendominasi penglihatan ketika itu.
Kami pada hari ini berusaha untuk menginap di pos 3. Untuk itu kami tidak memikirkan untuk menginap baik itu di pos satu atau pos dua, sehingga jalan kami agak tergesa-gesa. Saya membutuhkan tenaga besar untuk mencapai.


Lihat juga foto ketika mendaki. Klik disini



Satu grup pendakian melakukan foto dengan latar belakang awan. Di Taman Nasional Gunung Rinjani terdapat banyak titik untuk melakukan foto dengan background pemandangan yang luar biasa.


Padang rumput yang berada di lereng Gunung Rinjani menjadi pilihan utama untuk mengambil gambar. Padang rumput yang luas seperti pemandangan di negara-negara Eropa.


Untuk naik Gunung Rinjani agar jangan terlalu memaksakan berjalan. Lihat kondisi fisik, jika memang perlu istirahat sebaiknya untuk duduk-duduk sembari menikmati padang rumput yang hijau.

Senin, 22 Juni 2015

Menikmati Kopi di Aik Nyet, Pulau Lombok

Suara deburan dari air terjun jelas terdengar. Burung-burung berkicau seakan ingin kembali ke sarang. Angin sepoi memberi rasa dingin di tangan. Daun yang kadang terlihat berguguran. "Rupanya hari sudah mulai sore, jam menjunjuk angka empat" kata salah seorang yang ikut ke Kawasan Wisata Aik Nyet di Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Waktu itu Kami bertiga jalan-jalan mencari suasana baru, kebetulan tempatnya tidak terlalu jauh dari kantor.

"Penake ki ngopi ndisik apa piye" kata Yumantoko. "Yo terserah" Kata Kresno Agus Hendarto (sambil menyahut) dan kemudian diamini oleh Rubangi Al Hasan agar rombongan untuk segera mencari warung di sekitar lokasi mencari kopi. Kami memilih tempat yang tidak terlalu jauh dari tempat parkir, dan begitu kami masuk ke dalam kawasan tiba-tiba ada perempuan yang berusia sekitar 25 Tahun menawarkan minuman kopi. Tanpa pertimbangan yang matang, kami menerima tawaran perempuan itu untuk menunggunya selesai membuat kopi. "Kopi dua ya mba" sahut Yumantoko, "lah koe ora ngopi po" sahut Kresno Agus Hendarto "  aku ora ngumbe kopi, aku njumut Pocari Sweat bae" jawab Yumantoko. Kemudian sambil menunggu kopi jadi, kami ngobrol ngalor-ngidul kami kurang lebih menghabiskan waktu sekitar satu jam sambil minum menikmati suasana sore hari.

"Kalau orang kesini ramainya hari minggu mas" jawab perempuan yang menjadi penjual minuman. "Disini kalau minggu, pedagang juga lebih banyak ketimbang hari bias" ucap lagi lagi perempuan itu. 

Tempat yang Kami singgahi ini menawarkan obyek wisata berupa mata air, sungai, serta suasana hutan. Mata air mengalir deras hingga menjadi aliran sungai dengan arus yang sedang. Pepohonan yang mendominasi di tempat ini adalah dari jenis mahoni, dengan tinggi rata-rata sekitar 30 meter, sehingga daun nya menghalangi cahaya matahari sampai ke tanah.

Kemudian Kami di tawari sate "bulayak" yaitu sate ayam atau sapi dimana lontong yang menemani makan dibuat dari daun aren. Biasanya di beri sambal yang terbuat dari kacang dan rasanya pedas. Akan tetapi tawaran itu kami tolak karena hari sudah mulai sore, dan kami pun bergegas menuju tempat parkir, untuk pulang.

Pohon mahoni mendominasi tutupan dikawasan hutan Aiknyet, Lombok

Pada hari minggu tempat ini menjadi favorit bagi masyarakat sekitar untuk piknik

Rabu, 17 Juni 2015

Air Terjun Timponan, Sutera Alam dari Tebing Hutan Narmada

"Wah ngerti kaya ngene nganggo motor sing ngango rantai bae" atau jika diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia  berarti "kalau tahu seperti ini pakainya motor yang pakai rantai" ucap Rubangi Al Hasan salah seorang yang berasal dari daerah "ngapak" di Jawa Tengah sampai di tengah kebun coklat di daerah Narmada, Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Itulah yang diucapkannya ketika motor matic yang dinaiki knalpot nya terlalu banyak mengeluarkan asap. Apabila diteruskan dikhawatirkan menyebabkan karet penarik roda meleleh. Pada waktu itu,  lebar jalur yang dilalui hanya satu badan atau tidak sampai satu meter, sehingga jika akan berpapasan dengan pengendara dari jalur berlawanan, salah satu motor harus berhenti terlebih dahulu. Kami ber-empat akhirnya memutuskan untuk berhenti sejenak di tengah kebun coklat untuk mendinginkan suhu motor, ketika Kami beristirahat tidak menyangka kalau Kota Mataram dapat terlihat jelas. Kami tidak sadar ternyata motor yang kami naiki sudah jauh masuk kedalam kawasan hutan.

 Jalan yang dilalui berupa tanah yang masih sedikit lembab, dan jika itu disentuh masih ada rasa lengket di tangan. Guratan bekas ban motor terlihat jelas seperti ular panjang. Di beberapa sisi bekas roda motor menjadi lubang besar dan digenangi oleh air hujan.

"Kita masih beruntung, coba kalau Kita datang saat musim hujan, pasti tidak bisa lewat", ucap Ahmad Nur seorang Betawi asli yang rela bekerja ke daerah untuk menjadi seorang PNS di Balai Penelitian Kehutanan Mataram. Kanan kiri berupa tanaman kopi, coklat, durian, dan pisang. Kadang akar besar menjalar di tengah jalan, jika tidak hati, pengendara bisa terjatuh.

Yang tidak kami antisipasi sebelumnya adalah tanjakan di tengah hutan yang tiba-tiba saja muncul ketika berada di tikungan. Saya selalu memasukan gigi motor satu agar kuat ketika menanjak dan tidak mati mesin. Tanjakan yang curam tadi menjadi penyebab utama mesin motor menjadi sangat panas. Pantas saja motor matic yang dipakai Rubangi Al Hasan menjadi panas.

Itulah sedikit gambaran menuju air terjun Timponan. Letaknya berada di Desa Batu Mekar, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Air terjun ini masuk wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Barat.



Jarak dari Kota Mataram hanya membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam perjalanan. Waktu perjalanan banyak terbuang ketika kita sudah mulai masuk kebun coklat. Agar lebih cepat sampai ke air terjun dianjurkan jangan menggunakan kendaraan roda empat dikarenakan jalan yang sempit. Boleh saja menggunakan kendaraan roda empat, tetapi hanya sampai desa saja, selanjutnya berjalan kaki dengan jalur menanjak yang panjang.

Jalan yang dilewati untuk menuju ke air terjun bagus hanya sampai perbatasan desa dengan kawasan hutan. Setelah masuk kedalam kawasan hutan, jalur menuju ke air terjun sulit dilewati walaupun menggunakan sepeda motor. Ketika itu, Kami menyalip rombongan yang berjalan kaki, namun Kami sama-sama sampai di lokasi secara bersamaan yaitu waktu yang sama.

Setelah sampai di lokasi, air terjun terlihat seperti sutera yang menggantung diatas tebing. Tidak lupa waktu itu Saya langsung menuju bawah sungai untuk mempersiapkan pemotretan. Pertama-tama, saya menyiapkan tripod yang akan saya gunakan untuk menopang kamera. Saya kesulitan mencari waktu yang tepat untuk menjepret tombol shutter. Hal ini dikarenakan waktu itu banyak pengunjung yang seolah ingin minta difoto. Ada salah seorang yang berasal dari Kota Mataram yang memberanikan diri untuk meminta foto dengan latar belakang air terjun. Lantas permintaan itu Saya iyakan saja, Saya kemudian menekan tombol shutter mengarahkan kamera Saya kepada orang tersebut. Setelah itu orang tersebut meminta Saya upload fotonya lewat Facebook. Tetapi permintaan terakhir tersebut tidak saya penuhi, karena saya lupa nama akun Facebook nya.




Sebenarnya Air Terjun Timponan tidak terlalu tinggi, yakni hanya sekitar 30 meter saja, akan tetapi karena letaknya yang sangat menantang untuk dikunjungi, air terjun menjadi obat perjuangan rasa lelah karena perjalanan yang ekstrim. Ketika berada di sini kita dapat beristirahat duduk-duduk di bebatuan sungai sembari melihat keindahan ciptaan Allah SWT yang tiada tara. Untuk pengembangan kedepan menurut Saya sangat potensial, terutama untuk ekowisata, akan tetapi penataannya harus lebih bagus lagi.






Sabtu, 18 April 2015

Pagi di Dermaga

Ketika subuh menjelang diatas dermaga di pelabuhan di Gili Trawangan, Udara begitu dingin menusuk hingga tulang. Jaket tebal yang saya pakai tidak mampu untuk melindungi tubuh  dari serangan dingin nya udara pantai di pagi hari. Akan tetapi di ufuk sebelah timur  terlihat bintang kejora yang masih  terang menampakkan cahaya belum lagi mega-mega yang dipantulkan awan berwarna keemasan seolah Tuhan sedang melukis untuk menghibur para pengunjung pantai agar tidak merasakan dingin nya di tepi pantai. Hanya dengan memandang munculnya  sang surya di pagi detik berganti menit, menit berganti jam sungguh  tidak terasa menunggu pagi hari di atas dermaga. Setelah tidak lama berselang ,  terdengar suara burung-burung yang sedang bernyanyi indah dibalik semak atau pohon-pohon hijau lebat yang masih terjaga dengan baik. Dari sana juga terlihat bunga-bunga dari taman-taman hotel di sekitar yang masih di tempel embun maupun daun hijau dari pohon yang masih terlihat jelas dari sekitar pantai.


Pemandangan pagi hari di tepi dermaga di Gili Trawangan


Kemudian saya menyusuri pantai yang berpasir putih bersih. Saya berusaha untuk menjangkau air laut yang ketika itu masih terasa dingin. Saya coba berjalan di tepi pantai agar kaki saya merasakan seperti ikan yang mampu merasakan dinginnya air laut di pagi hari. Kemudian Saya berdiri sebentar sembari memandang kearah ke laut, seraya sambil berpikir bahwa jika di ibaratkan dengan laut Saya hanya sebuah titik yang tak  terlihat ,seperti jika kita melihat  pasir, kita tidak dapat membedakan satu butir pasir dengan butir pasir lainnya, yang terlihat jelas hanya ketika pasir tersebut mampu memantulkan cahaya sang surya, dan mata manusia difokuskan  pada pasir yang memantulkan cahaya tersebut.

Ombak mulai ber-gulung tapi masih dalam intensitas yang rendah. Ketika saya naik keatas tempat bersandar kapal terlihat pula ikan-ikan kecil yang berenang mencari makan. Rombongan ikan terlihat sangat kompak, ia mampu bergerak ke segala arah dan bentuknya sangat elastis, seolah ada yang menjadi pemimpin dari ikan. Gerakan rombongan ikan seolah sedang menari-nari menghibur hati, di padu dengan orkestra suara deburan air laut yang menjadi suasana jadi lebih hidup.

Setelah sekian lama sama berada di tepi pantai, Saya memutuskan untuk kembali ke penginapan menyusul teman saya yang masih tertidur pulas. Pagi itu teman Saya tidak bisa meluangkan waktu berjalan pagi, karena pada malam harinya pulang larut malam menikmati live musik di kafe, sementara Saya tidak ikut karena rasa kantuk dan akhirnya tidur cepat-cepat.

Pagi hari jarang sekali kita bertemu dengan bule. Jika ada itu hanya sedikit saja. Yang terlihat adalah orang lokal yang kata bule " eksotis". Kulit nya terlihat hitam lebam, ada kacamata diselipkan di bagian kerah depan. Kebanyakan dari mereka mengenakan kaos tanpa lengan, dengan kombinasi celana pendek yang sangat pas terlihat. Apalagi di padu lagi dengan sandal jepit, sungguh komposisi pas sebuah pemandangan di tepi pantai di pagi hari. Ada dari beberapa mereka yang mengenakan topi sambil memasang headset di telinga, mungkin untuk mendengar lagu regae. Karena dari pengalaman Saya biasanya  anak pantai menyukai musik dengan irama yang bikin orang joget tapi dengan irama irama musik yang berubah. Sebagian dari mereka sedang menyapu jalan yang, mengumpulkan kotoran kuda, mengumpulkan pecahan botol bekas pesta semalam yang biasanya dilakukan oleh turis dari luar yang tanpa sengaja menjatuhkan botol bir ke benda keras, membersihkan meja, memasak khususnya yang ada di restoran dan ada pula bapak-bapak yang sedang memompa ban sepeda.

Saya pun tidak tahu dari mana mereka berasal. Dalam hati kecil sambil berpikir "Apakah dari lombok atau pekerja dari Bali yang sudah banyak makan garam di pariwisata". Prasangka saya mungkin mereka hanya orang lokal saja dari pulau seberang, Pulau Lombok. Saya pernah menemui beberapa orang yang bekerja disana berasal dari Bali, walaupun tidak banyak. Akan tetapi jaringan dengan pelaku wisata begitu luas. Oh iya, Saya pernah juga berbicara dengan salah seorang diantara mereka yang katanya kebanyakan turis yang datang ke Gili merupakan turis yang sebelumnya berlibur di Bali. Bali dengan Gili memiliki hubungan yang saling menguntungkan. Ketika turis mancanegara yang berkunjung ke Bali sudah jenuh dan ingin pengalaman baru, para guide yang berada di Bali biasanya merekomendasikan untuk berkunjung ke Gili. Tentu saja mereka langsung menghubungi jaringan mereka yang berada di Gili, dengan begitu penginapan-penginapan yang berada di Gili mendapat tamu.

Bersamaan ketika saya menuju ke penginapan, saya melewati tempat yang biasa digunakan pedagang menjual makan malam. Tempat ini menjadi fovorit pengunjung. Ketika malam tiba, berbagai ras manusia mulai dari Eropa, Afrika, Arab, Amerika, Hingga Asia Timur tumpah ruah ketika malam . Mereka menyantap makan malam di sini terutama karena harganya sesuai dengan kantong backpacker. Sistem untuk memesan di sini, pengunjung datang melihat-lihat menu dari sekian banyak penjual yang berjejer sepanjang pasar. Banyak dari pengunjung yang hanya bertanya, alias sedang survey harga. Jika pengunjung sudah cocok dengan harga dan masakan, sang penjual mengambilkan makanan sesuai dengan pesanan tamu. Selanjutnya, tamu mencari tempat yang nyaman dan selanjutnya  menyantap makanan.

Perlu di ketahui bahwa tempat wisata di sini menyajikan pengalaman wisata di malam dan di siang hari. Tempat yang biasa menjadi favorit dinikmati ketika siang seperti pantai, laut. Sedangkan favorit untuk malam hari seperti kafe, bar, dan restauran. Berkunjung ke Gili tidak hanya merasakan pengalaman berwisata menikmati pemandangan alam, akan tetapi kita juga dapat belajar dan mempelajari kebiasaan bule ketika mereka sedang berlibur. Misalnya bule sangat suka dengan kegiatan berjemur di pantai. Atau kebiasaan mereka ketika malam hari saat berada di kafe, dimana minuman beralkohol merupakan sajian wajib ketika mereka menikmati malam hari. Saya pernah mendengar bahwa orang asing terutama bule gemar mengkonsumsi minuman beralkohol karena kondisi cuaca tempat asalnya   dingin, seperti sedang hujan salju dan sebagainya. Akan tetapi ketika Saya berkunjung ke Gili, premis tersebut terbantahkan. Bule gemar mengkonsumsi minuman beralkohol karena kebiasaan saja, sama seperti orang yang merokok. Berdasar pengalaman Saya menyakan kepada orang yang merokok itu karena mereka pada umumnya karena ketagihan. Zat-zat yang terkandung didalam rokok termasuk nikotin  dari pembakaran sebatang rokok mampu memberi efek nyaman dan santai. Sehingga ketika orang merasa lelah atau suntuk Ia akan lari ke sebatang rokok.

Wisata Gili Trawangan memberi penghidupan kepada masyarakat Lombok dan Sekitarnya. Warga lokal terbantu ekonomi nya dengan berjualan atau membuat usaha jasa untuk para tamu yang datang. Keuntungan pelaku wisata di sini besar, bisa di bayangkan, jika kita membeli wafer Tango di Pulau Lombok harganya sekitar delapan ribu rupiah, namun jika sudah masuk Gili harganya dapat mencapai 12 ribu. Pedagang mengambil margin keuntungan besar, wajar, pedagang yang menjajakan dagangan di Gili sebagai tempat esklusif daerah wisata.  

Senin, 09 Februari 2015

Makna Pembakaran Ogoh-ogoh

Kegiatan tradisional memiliki makna bagi yang melaksanakannya, karena pelaku biasanya mengharapkan sesuatu dari kegiatan yang diadakan tersebut . Belum lama ini ada kegiatan tradisional  pawai ogoh-ogoh. Kegiatan ini telah ada sejak lama yang dilakukan oleh komunitas Hindu. Kegiatan rutin diadakan satu hari menjelang hari raya Nyepi. Kegiatan banyak diisi oleh kaum muda yang masih semangat membawa ogoh-ogoh dimana terik panas matahari tidak terasa. Keceriaan untuk menyambut datangnya Nyepi di ekspresikan dengan berjoget, menyanyi dan bercanda antara satu peserta dengan peserta lain.

Ogoh-ogoh adalah miniatur segala bentuk kejahatan, keburukan, kemunafikan, keingkaran, dan kebejatan yang diminliki oleh manusia. Segala sifat buruk harus dihancurkan dari muka bumi agar kehidupan berjalan dengan teratur. Ogoh-ogoh diarak mengelilingi jalan untuk diperlihatkan kepada sekalian yang melihat untuk memberi pelajaran agar jangan sampai mengikuti sifat dari ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh disimbolkan dengan bentuk dari mahluk hidup yang seram yang ditakuti dan setiap bagian memiliki makna tersendiri. Misalnya manusia yang bermuka tikus, itu memilki makna bahwa manusia tersebut tamak, dan suka memakan apa saja walaupun itu bukan haknya. Kejahatan dapat menjadi teman dari sebagian besar manusia jika manusia mau menerima dengan baik sifat simbol dari ogoh-ogoh sebagai sumber-dari segala sumber kehidupannya. Ketika seseorang menerima keangkaramurka menjadi teman maka ia telah menjadi ogoh-ogoh yaitu simbol dari segala kemungkaran setiap manusia. 

Ogoh-ogoh diarak menuju tempat pembakaran yang berada di lapangan umum dekat dengan pura. Pembakaran merupakan simbol dari pembersihan segala bentuk keburukan yang melekat dalam tubuh manusia agar hilang dan mampu untuk menumbuhkan rasa optimis manusia untuk berbuat yang lebih baik. Dengan begitu manusia mampu melewati hari secara teratur, dan dapat terjaga keharminisan antar manusia.




Anak-anak berjalan dengan bersemangat menuju tempat pembakaran ogoh-ogoh

Ogoh-ogoh disimbolkan dengan  bentuk manusia yang memiliki rupa yang jelek dan menakutkan

Seluruh kalangan dari Umat Hindu terlarut untuk ikut menuju tempa pembakaran ogoh-ogoh

Jalanan sesak dipenuhi peserta dan penonton
Acara juga di isi dengan kegiatan pertunjukan musik tradisional

Selasa, 27 Januari 2015

Cerita di Pantai yang Surut

Photo ini diambil ketika mengunjungi Gili Trawangan sekitar Bulan Januari 2015. Ketika itu Saya jalan-jalan mengelilingi pulau di bagian barat pulau dekat dengan Hotel Sunset View, dan disana terdapat ayunan yang berada di pantai. Ketika akan mendekat terdapat keraguan apakah diijinkan sama penjaga hotel untuk masuk, pasalnya daerah itu sudah dikapling sama hotel menjadi daerah privat. Akhirnya ketika melihat teman saya yang sudah masuk lebih duluan keraguan itu hilang dan saya langsung memarkirkan sepeda dan kemudian masuk mendekat pantai. Ketika itu air laut sedang surut sekitar 200 meter dari bibir pantai. Penasaran dengan keadaan surutnya air laut, aku beranikan diri untuk menyusur ke tengah laut, disana ketika itu menjadi padang karang dan pasir dengan sedikit air laut yang masih tersisa. Saya berjalan menapaki karang masuk kedalam sejauh dengan menempuh waktu sekitar 10 menit. Saya amati secara hati-hati keadaan disekitar. Was-was akan air yang datang tiba-tiba semakin deras membayangi pikiranku karena saya bukanlah ahli renang yang mampu mengendalikan tubuh saya menuju tempat yang saya ingini. Bersamaan dengan rasa was-was itu, saya juga menikmati kehidupan pantai yang sedang ditinggal surut oleh air laut. Saya perhatikan betul-betul bahwa ternyata jenis mahluk hidup yang dominan tinggal di tempat surutnya air laut yaitu bintang laut. Jumlahnya banyak, hampir setiap langkah mata saya melihat bintang laut ini. Jika tidak hati-hati, kaki saya bisa saja menginjak hewan tanpa tulang belakang ini. Selain itu ada burung yang sedang mencari makan. Mungkin jenis burung pantai yang sedang mencari cacing atau jika beruntung bisa dapat ikan kecil disana. Jumlahnya tidak banyak, sejauh mata memandang, hanya beberapa saja yang masuk penglihatan. Saya , sudah berusaha untuk mengabadikan momen burung yang sedang mencari makan, akan tetapi karena keterbatasan lensa kamera yang saya miliki, saya hanya berhasil memotret dalam jangkauan yang lebar yaitu burung hanya terlihat kecil dan kurang jelas. Seharusnya untuk memotret burung tersebut, jika kita berada jauh dari objek maka paling enak adalah menggunakan lensa tele.

 Baru  setelah itu saya untuk memutuskan kembali ke darat untuk melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda. Selain itu, saya sudah berjanji untuk dijemput jam 12 di Pelabuhan Bangsal, jadi sekalian saya akan kemas-kemas di penginapan dan mencari makan.

Sambil menikmati ayunan di tepi pantai di gili trawangan




Selasa, 20 Januari 2015

Hutan Kita Dibabat

Pernah Saya mengunjungi daerah yang bernama Desa Rempek  di Lombok dan masuk jauh kedalam kawasan hutan merasa kaget ketika melihat keadaan hutan tidak lagi dalam kondisi sehat. Penebangan marak dilakukan oleh oknum warga untuk meraih keuntungan sesaat. Tanpa ragu kemudian Saya bertanya kepada masyarakat disekitar untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di sini. Berdasar keterangan dari beberapa orang mengatakan bahwa penebangan dilakukan oleh orang tertentu yang ingin mencari untung sendiri dengan mengabaikan kepentingan yang lebih besar yaitu masyarakat sekitar hutan. Warga yang sadar akan pentingnya hutan ternyata takut dengan oknum warga yang biasa melakukan penebangan liar. Mereka mendapat ancaman fisik yang tidak main-main jika mengganggu oknum ketika melakukan penebangan.

Keadaan buruk yang sudah pernah dialami oleh warga ketika penebangan liar marak yaitu  perusahaan Ongkowijoyo yang merupakan pemegang konsesi untuk hutan di wilayah Rinjani Barat beroperasi dengan melakukan penebangan untuk ditanam tanaman industri. Ketika itu pula warga merasa kekurangan air, dimana yang biasanya air melimpah dan mampu memberi kebutuhan sehari-hari, tiba-tiba saja mengering. Akibatnya banyak sektor yang terkena dampak negatif seperti pertanian, perikanan, perkebunan dan tentunya adalah sektor domestik rumah tangga.

Sebetulnya berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi agar semua kembali seperti sedia kala. Namun apa boleh di kata nasi sudah jadi bubur, barangkali generasi yang menjadi saksi hidup ketika ada penebangan sudah tidak dapat lagi menikmati keadaan seperti sedia kala, akan tetapi Kita harus optimis bahwa generasi dimasa yang akan datang tidak terkena dampak buruk dari pengelolaan hutan yang tidak lestari. Untuk saat ini kementerian Kehutanan tengah berupaya keras agar Kawasan Hutan di Rinjani Barat terutama di sekitaran Desa Rempek dapat lestari memberi kesejahteraan kepada masyarakat sekitar. Program yang dilakukan yaitu memberi pemberdayaan kepada masyarakat sekitar hutan agar berdaya dan dapat memanfaatkan kekayaan yang terdapat disana secara maksimal.

Penebangan liar yang dilakukan oknum warga

Batas antara hutan yang masih virgin dengan kawasan hutan yang sudah dibabat

Tanaman kakao didalam kawasan memberi efek secara ekonomi kepada masyarakat akan tetapi daya dukung lingkungan menjadi berkuran karena tanaman kakao bukanlah jenis tanaman yang kuat menahan erosi di daerah pegunungan

Kamis, 04 April 2013

Pantai Tanjung Aan, Lombok

Satu lagi pantai di Lombok yang sayang untuk dilewatkan. Pantai Tanjung Aan terletak di Kawasan Mandalika Resort. Jarak waktu dari Mataram sekitar 1,5 jam. Jalur yang digunakan dari Mataram yaitu Mataram-Praya-Kuta-Tanjung Aan. 

Sayang sekali akses jalan setelah Pantai Kuta buruk. Jalan berupa aspal yang sudah terkelupas. Dan jika pada musim hujan tiba, jalan akan tergenang air. Perlu juga diperhatikan bahwa daerah tersebut masih tergolong rawan kejahatan. Sehingga, jika Anda akan berkunjung ke Pantai Tanjung Aan dianjurkan pada siang hari.

Setiap tahunnya di Pantai Tanjung Ahn digelar acara "Bau Nyale" artinya dalam bahasa Indonesia adalah "menangkap nyale". Nyale adalah sejenis cacing laut yang muncul pada pagi hari. Dalam acara tersebut, pengunjung dianjurkan untuk menangkap nyale. Karena, nyale merupakan perwujudan Putri Mandalika, yaitu cerita legenda masyarakat Sasak. Katanya, jika pengunjung mendapatkan nyale akan mendapatkan keberuntungan dari Putri Mandalika.

Untuk akomodasi, pengunjung dianjurkan untuk mencari penginapan di Kawasan Pantai Kuta. Kawasan Pantai Kuta sudah terdapat banyak penginapan. Jarak dari Pantai Kuta ke Tanjung Aan kurang lebih empat kilo meter. Sayang sekali, tidak ada angkutan umum yang menuju Tanjung Aan. Jika pengunjung ingin menuju ke Tanjung Ahn dari arah Pantai Kuta yaitu dengan menyewa motor. Disekitar Pantai Kuta banyak terdapat penyewaan sepeda motor.




















Senin, 11 Februari 2013

Pantai Pink Lombok

Lombok merupakan salah satu destinasi wisata terkenal di Indonesia. Alamnya yang indah, bahkan lebih indah dari Pulau Dewata memiliki potensi pengembangan dimasa yang akan datang. Tetapi karena keterbatasan informasi, ketenaran Lombok dibanding Bali masih kalah jauh.

Salah satu pantai yang belum diketahui oleh publik, bahkan publik Lombok sekalipun, adalah Pantai Pink. Pantai ini terletak di Desa Sekaroh Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, NTB.

Untuk mencapai kesini, pengunjung dari Mataram mengambil jalur Praya-Keruak-Jerowaru-Sekaroh-Pantai Pink

Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi pemandangan saat kita menuju Pantai Pink
Selama perjalanan, setelah melewati Desa Sekaroh yang terlihat adalah hutan kemasyarakatan (HKm). HKm merupakan hutan lindung yang diperuntukan untuk diolah masyarakat guna ditanami berbagai tanaman yang memberikan hasil untuk masyarakat.

Pemandangan ketika Kita keluar dari jalur kendaraan, masuk dan langsung tertuju menuju Pantai Pink
Sebelum sampai di tepi pantai, pengunjung akan melewati turunan. Hal tersebut diakibatkan karena, pantai terletak dibawah bukit. Pada waktu itu jalan masih jelek, sehingga untuk pengunjung harus hati-hati saat melewati jalan tersebut. Jalan tersebut begitu sempit, jadi tidak bisa untuk simpangan. Ada baiknya bagi orang yang kurang ahli dalam mengendarai mobil untuk parkir motornya di sebelah atas sebelum turunan.

Pantai Pink yang diambil dari kejauhan

Pantai Pink ramai dikunjungi masyarakat pada  hari libur. Mereka kebanyakan adalah penduduk Lombok. Sedangkan wisatawan mancanegara lebih senang berkunjung ke Pantai Pink pada hari biasa/pada hari kerja. Hal ini mungkin terkait dengan privasi saat liburan. Turis asing yang bertujuan untuk mencari keindahan dan ketenangan alam akan lebih nikmat jika berada di pantai dalam keadaan berjemur dengan telanjang. Saat yang tepat adalah saat orang-orang lokal tidak melihat aktivitas berjemur. Sebenarnya orang luar juga mengenal malu. Mereka malu ketika ditonton oleh orang lokal. Berdasar pengamatan yang Saya lakukan, orang lokal akan melotot tatkala melihat seseorang sedang berjemur.

Aktifitas masyarakat yang tengah berlibur di Pantai Pink
Suasana pantai begitu mengasyikan, karena, pantai masih bersih dari sampah. Kebersihan ini terjadi karena, masih sedikitnya pedagang yang berjualan, dan masih sedikitnya pengunjung. Letaknya yang terpencil mungkin menyebabkan orang  berpikir dua kali sebelum kesini. Yang harus diwaspadai adalah aktivitas yang semakin meningkat di daerah ini. Hal tersebut mungkin akan menyebabkan tekanan manusia terhadap lingkungan akan semakin bertambah.

Pantai Pink bukan sekedar nama saja, tapi benar-benar pasirnya yang berwarna pink
Pasir pantai yang berwarna pink menambah eksotis Lombok sebagai daerah kepulauan. Tidak banyak pantai di dunia ini yang memiliki warna pasir pantai berwarna pink. Hanya pantai tertentu saja yang memiliki pantai yang berwarna pink. Beruntung, di Indonesia memiliki salah satunya di Jerowaru ini.

Masyarakat lokal menawarkan angkutan perahu untuk menuju ke spot dibeberapa pulau di didekat  Pantai Pink
Untuk pengunjung yang akan menyelam atau snorkeling, disarankan untuk menyewa kapal. Karena tempat yang bagus untuk snorkeling atau menyelam letaknya berada sekitar 100 meter dari bibir pantai. Terlihat dibelakang sampan yaitu gugusan pulau kecil yang menjadi surga bagi para penyelam. Katanya di tempat tersebut pengunjung akan disuguhi pemandangan yang luar biasa.

Karang, merupakan bagian dari ekosistem pantai yang perlu dilindungi
Laut di sini memiliki ekosistem terumbu karang yang masih terjaga dengan baik. Kadang kalau kita berenang ditepi pantai kita secara tidak sengaja akan mendapatkan bagian karang, karena karang tersebut memang melimpah. Ini menjadi bukti bahwa daerah ini sudah lama tidak tersentuh tangan manusia. Tidak tahu apa yang akan terjadi setelah pariwisata ramai disini. Bisa jadi ekosistem karang akan rusak. Apalagi, tidak semua pengunjung mengerti akan pentingnya konservasi lingkungan.

Karena ketidak tahuan masyarakat, karang-karang menjadi terlantar 
Karena melimpahnya terumbu karang, pengunjung yang berenang di tepi pantai pun mudah  untuk mendapatkan karang. Kesadaran pengunjung yang mandi untuk menjaga karang saya rasa belum terbentuk. Hal tersebut akan mengancam keberadaan karang di sekitar Pantai Pink. Diperlukan petugas yang mengetahui konservasi untuk mengawasi gerak-gerik pengunjung yang merusak karang.
Karang yang masih terjaga merupakan warisan keindahan tersendiri yang diberikan Tuhan kepada umat manusia. Tempat ini cocok untuk siapa saja yang ingin berpetualang. Ditambah lagi, alam disekitar yang masih alami akan lebih banyak menarik waisatawan mancanegara, terutama untuk masa yang akan datang. Dan diharapkan pariwisata akan meningkatkan taraf perekonomian masyarakat setempat selain itu pariwisata juga di tuntut untuk turut melestarikan nilai-nilai kelestarian lingkungan.

Pengunjung tidak boleh egois membiarkan ikan ini mati sia-sia
Ekosistem laut yang masih alami perlu untuk Kita lestarikan. Tidak ada yang menjamin bahwa, setelah ramai, apakah Pantai Pink, ekosistemnya terjaga dengan baik?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut membutuhkan usaha dari semua pihak agar ekosistem didalamnya terjaga dan bisa dinikmati  anak cucu kita.

Pemandangan yang indah dari atas bukit
Tempat ini begitu cocok untuk siapa saja yang ingin melepas lelah dari hiruk pikuk pekerjaan. Refreshing merupakan kebutuhan primer. Terutama jaman modern seperti saat ini. Pekerjaan yang menumpuk akan semakin memberatkan ide. Ide biasanya akan keluar setelah Anda melakukan refreshing.

Jangan coba untuk melamun dari atas karang, karena, ancaman bisa membawa anda kejebur kedalam laut.


Nampak, karang yang berdiri tegar di tepi pantai

Makan Bersama di Lombok Namanya Begibung

     Halo, teman-teman! Kali ini saya mau berbagi pengalaman saya yang pernah mendapat undangan makan dari teman dalam rangka maulid nabi. A...

Populer, Sist/Broo